Tanpa Solutif, Ribuan Warga Dikawasan TNTN Nekat Bertahan
Areal Yang dipasangi Plang Oleh Satgaa PKH dDikawasan Gondai
INHU - Batas waktu relokasi mandiri bagi ribuan warga yang tinggal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) resmi berakhir 22 Agustus 2025. Namun hinggasaat ini masyarakat yang terdampak tetap memilih bertahan karena belum ada solutif dari pemerintah.
Juru bicara warga terdampak yang tergabung dalam Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan-Pertanahan Riau, Abdul Aziz, membenarkan masyarakat yang ada di kawasan TNTN tidak akan meninggalkan rumah mereka begitu saja.
"Aktivitas warga di TNTN tetap seperti biasa dan ribuan warga masih bertahan sampai ada solusi terbaik," ujar Aziz, Sabtu (23/8/2025) lewat seluler.
Namun demikian, ia mengapresiasi sikap aparat yang tidak melakukan pengusiran paksa karena jalur dialogis untuk solusi kebijakan jauh lebih penting dibandingkan tindakan represif.
Aziz berpendapat, persoalan tata kelola kawasan TNTN perlu diselesaikan dengan merujuk pada aturan yang berlaku karena masyarakat yang berada di kawasan TNTN memiliki tiga tipologi berbeda.
Pertama, masyarakat yang sudah tinggal di areal itu sebelum ditunjuk menjadi TNTN. Kedua, masyarakat yang datang setelah kawasan ditunjuk sebagai TNTN, namun sebelum ada pengukuhan. Dan ketiga, masyarakat yang bermukim setelah kawasan ditetapkan resmi menjadi TNTN.
Wartawan senior ini juga berharap penyelesaian untuk tipologi pertama dan kedua mestinya dilakukan melalui mekanisme pasal 16 hingga 22 PP No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan untuk tipologi ketiga bisa ditempuh melalui Pasal 24 dan 28 PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Aziz juga berharap kejujuran dari pihak kehutanan mengenai penetapan kawasan TNTN. "Satu hal yang harus dijawab, apakah dulu areal itu memang layak jadi taman nasional? Karena faktanya, dulunya itu eks HPH tiga perusahaan, yakni PT Dwi Marta, Inhu Tani IV, dan Nanjak Makmur," urainya.
Merujuk pada pasal 36 PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Nasional yang menyebutkan, salah satu syarat suatu kawasan bisa dijadikan taman nasional adalah apabila kondisi areal tersebut masih alami atau belum dijamah manusia.
"Kalau dasarnya saja sudah keliru, maka dampaknya berimbas pada masyarakat yang saat ini tinggal di sana," Aziz kuatir.
Dari berbagai persoalan tersebut, ribuan warga TNTN berharap pemerintah dapat memberikan solusi terbaik yang tidak merugikan masyarakat, sekaligus tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. "Yang kami minta hanya kepastian hukum dan kebijakan yang adil. Jangan sampai masyarakat terus jadi korban dari kebijakan tata kelola yang keliru," imbuhnya.







