Ancaman 6 Tanun Diruntut 8 Bulan

KY dan Jamwas Diminta Awasi Proses Hukum Perambah Hutan di PN Rohil

KY dan Jamwas Diminta Awasi Proses Hukum Perambah Hutan di PN Rohil

Kabar Riau - Tuntutan hukum terhadap penadah hasil tebangan hutan lindung, Tong alias Atong (48) selaku pengusaha Dok Kapal asal Bagansiapiapi, Kabupaten Rohil, Riau dinilai banyak kalangan terlalu ringan.

Bahkan Jaksa Penuntut terkesan abai dengan sangsi Pasal 83 Ayat 1 huruf b jo Pasal 12 Huruf e UU Nomor 18 Tahun 2013, tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang sangsi hukumnya 6 tahun penjara dan denda 5 Milyar rupiah.

Sidang sebelumnya JPU bersikukuh mendakwa tersangka 6 tahun penjara, namun saat tuntutan tiba-tiba terdengar tuntutan Jaksa melempem menjadi 8 bulan?.

Aktivis Lingkungan Independen, Ir Ganda Mora M.Si, menyayangkan upaya tuntutan hukum pada Atong oleh JPU yang dinilainya sangat ringan, sementara upaya pihak kepolisian sudah sangat maksimal untuk menagkap dan memprses para perusak hutan (Atong) namun sampai dipenuntutan JPU melemah.

"Saya sayangkan JPU berusaha seperti "membebaskan" terdakwa Atong dimana dengan tutntutan 8 bulan penjara Atong akan melenggang sayang bebas, apalagi saat ini Atong sebagai tahanan rumah, jadi artinya Jaksa dan Hakim seperti memanjakan terdakwa," Kata Ganda, Sabtu (20/4/19).

Dikatakan alumni pasca sarjana lingkungan UNRI, ini merupakan persenden buruk pada penegakan hukum apalagi ini adalah kasus perusakan hutan, yang merupakan salah satu penyebab bencana banjir artinya perusak lingkungan bisa dengan leluasa melakukan aksinya merambah hutan tanpa sangsi yang berat.

"Artinya serius dihulu sementara di penegakan hukumnya seperti Jaksa dan Hakim melempem, saya harapkan aktivis lingkungan mendesak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya melaporkan aparat hukum di Rohil ke KY dan Jamwas Kejagung agar memantau dan mengawasi mereka," kata Ganda.

Sebelumnya, Polda Riau menahan seorang pengusaha galangan kapal inisial Tong alias Atong asal Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Penahanan ini terkait bahan baku galangan kapal bersumber kayu ilegal.

Tersangka dilakukan penahanan setelah memenuhi panggilan penyidik. Usai diperiksa, langsung dilakukan penahanan, dan dalam kasus ini berawal dari informasi masyarakat bahwa aktivitas pembuatan kapal bersumber dari kayu hutan secara liar.

Dari informasi tersebut, pada September lalu dilakukan penyelidikan di lapangan. Lokasi pembuatan kapal kayu ini tepatnya di Kecamatan Bangko, Rohil.

Setelah tim berada di lokasi ditemukan tumpukan kayu hutan alam. Bahan baku untuk pembuatan kapal itu tidak dilengkapi dokumen yang sah atas kepemilikan. 
Selanjutnya, di lokasi galangan kapal itu ditemukan 1.071 keping kayu berkualitas tinggi. Di antaranya jenis kayu alam Meranti, Laban, Temutun dan Suntai.

Kayu-kayu tersebut bukan jenis kayu yang dibudidayakan, melainkan kayu-kayu berkualitas ini berasal dari hutan.

Selanjutnya, usaha galangan kapal itu, pemiliknya mempekerjakan sebanyak 32 orang, dan kini aktivitas pembuatan kapal kayu itu telah dihentikan.**