Perintah Jokowi Berantas "Mafia Tanah" Tak Menyentuh Ke Bawah

Perintah Jokowi Berantas "Mafia Tanah" Tak Menyentuh Ke Bawah

Pekanbaru - Pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) atas 1.300 Ha lahan di Dayun, Kabupaten Siak, provinsi Riau meminta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listrik Sigit Prabowo, dan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, untuk menuntaskan permasalahan sengketa lahan dan meminta menumpas mafia tanah.

Permintaan ini diharapkan warga perhatian khusus mereka, sebab mereka sudah habis-habisan berjuang untuk mempertahankan tanahnya dari PT Duta Swakarya Indah (DSI).

Pada media Tempo beberapa waktu lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terdengar telah memerintahkan anak buahnya tidak ragu mengusut kasus tindak pidana mafia tanah.

Dia mengatakan perintahnya sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta memberangus praktik tindak pidana mafia tanah di Indonesia.

"Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian khusus Bapak Presiden, dan saya diperintahkan Bapak Presiden untuk usut tuntas masalah mafia tanah," kata Sigit.

Sementara itu, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, juga pernah berjanji saat berkunjung ke Riau, Kamis (16/2/2023). Kata Hadi, Kementerian Agraria akan menuntaskan sengketa lahan antara warga pemegang Sertifikat dengan perusahaan.

"Kita bicarakan penyelesaian masalah-masalah lahan di Provinsi Riau. Yang tentunya permasalahan itu ada di beberapa kementerian dan lembaga. Akan kita selesaikan (sengketa tanah masyarakat yang bersertifikat dengan perusahan, red). Apabila sudah bersertifikat, benar-benar jaga tanahnya dengan baik," ujar Hadi Tjahjanto.

Dia menegaskan, apabila ada mafia tanah yang berani macam-macam, maka pihaknya akan melakukan penegakan hukum.

"Kalau berani-berani nggak tiarap, mari, ada Kapolda, ada juga Danrem, ada Danlanud, Kejati dan Kejari. 4 pilar ini akan mengejar mafia tanah yang main macam-macam. Pak Gubernur, kita akan konsen disitu juga menyelesaikan permasalahan tanah. Saya yakin masyarakat menunggu mendapatkan haknya dan kita akan terus bekerja untuk rakyat," tegasnya.

Berkaitan dengan sengketa lahan di Dayun dengan PT DSI, kuasa masyarakat pemegang SHM, Sunardi SH mengungkap, pihaknya menuntut komitmen Presiden Jokowi, Kapolri dan Menteri ATR/BPN. Saat ini, warga pemilik Sertifikat di Desa Dayun, Kabupaten Siak sedang butuh perlindungan.

"Kami minta perlindungan dan perhatian khusus bapak Presiden RI, beserta bapak Kapolri, sebab kami memiliki SHM namun PT DSI terus berupaya mengambil lahan kami," kata Kuasa Masyarakat Pemegang SHM, Sunardi SH, Minggu (16/4/23).

Apalagi sejak dua minggu terakhir, kata Sunardi, langkah yang diambil PT DSI semakin beringas. Perusahaan itu telah menyewa jasa orang-orang luar sebagai security mereka untuk masuk ke wilayah masyarakat pemilik SHM. Bahkan mereka telah memanen buah sawit yang ditanam pihak masyarakat.

"Jika Kapolres Siak tidak cepat tanggap entah apa yang bakal terjadi dengan pekerja kebun. Kita berterimakasih kepada Pak Kapolres yang sangat serius meredam konflik ini, sehingga pekerja kebun kami memiliki sedikit rasa aman," ucap Sunardi SH.

Ia menjelaskan, Kapolres Siak AKBP Ronald Sumaja menempatkan personel piket untuk menjaga keamanan di objek masalah. Hal itu membuat pekerja kebun masyarakat pemegang SHM sedikit lega.

"Semula keluarga pekerja kebun, istri-istri dan anak-anak mereka kecemasan, khawatir dan ketakutan. Dengan adanya perlindungan keamanan dari Pak Kapolres mereka sedikit lega," kata dia.

Sunardi mengatakan, tidak sepantasnya PT DSI bertindak brutal untuk menguasai lahan masyarakat. Sebab masyarakat bertahan karena masih memegang SHM yang sah. Sedangkan PT DSI hanya memiliki izin namun tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

"Coba kita bandingkan, PT DSI hanya punya surat pembebasan kawasan hutan dan izin lokasi. Yang artinya PT DSI belum memiliki tanah, dia tidak mempunyai HGU sampai sekarang. Bagaimana mungkin PT tidak memiliki HGU bisa mengambil hak orang yang sudah SHM," kata Sunardi.

Dia menerangkan, kepemilikan tanah harus melalui pembebasan tanah dengan membeli dari pemilik tanah yang punya SHM. Hal ini tidak dilakukan PT DSI sebagai penggugat PT Karya Dayun. PT Karya Dayun hanya pengelola lahan masyarakat yang bersertifikat.

"Malah merasa memiliki pohon sawit yang ditanam masyarakat, dan akhir-akhir ini menyuruh preman untuk memanen sawit tersebut," tuturnya.

Sunardi juga mengatakan, jika PT DSI tidak menggugat keabsahan SHM masyarakat, Mahkamah Agung (MA) tidak bisa membatalkan SHM masyarakat. SHM hanya bisa dibatalkan melalui gugatan ke PTUN.

"Nah saat ini kalau mau menggugat juga sudah kedaluwarsa sebab batas menggugat PTUN adalah 3 bulan sejak terbitnya putusan pejabat negara (fangkan SHM). Sedangkan SHM sudah terbit sejak belasan tahun yang lalu," bebernya.

Dia kembali menegaskan, pihak BPN sampai saat ini berulang-ulang menyatakan SHM masyarakat adalah sah dan berlaku. Karena itu tidak boleh menyewa preman untuk masuk secara membabi buta ke kawasan yang jelas-jelas dimiliki sebagaimana pengakuan negara berupa SHM.

"Kalimatnya benar sesuai fakta, tapi pemilik perizinan bukan atau belum memiliki tanahnya, atau seharusnya dibeli atau dibebaskan," kata dia.

Pengadilan Negeri (PN) juga tidak berhak memutuskan mengenai sah tidaknya sertifikat tanah. Hal tersebut harus melalui PTUN. Selain itu, PT DSI salah menggugat atau kurang pihak.

"Dia menggugat PT Karya Daun padahal pemilik tanah sesuai SHM adalah masyarakat. Dalam perkara perdata, hakim hanya boleh memutuskan sesuatu yang berhubungan langsung antara penggugat dan tergugat. Tidak boleh putusannya melibatkan apalagi merugikan pihak lain yang tidak jadi tergugat. Jadi putusan PK tersebut tidak dapat digunakan untuk membatalkan SHM milik masyarakat," jelasnya.

Lebih lanjut, seharusnya PT DSI melakukan gugatan ke PTUN bukan ke PN. Jika gugatan ke PN maka disebut sebagai salah alamat.

Pada Jumat (14/4/2023) kemarin Kapolres Siak AKBP Ronald Sumaja telah mengundang para pihak untuk mediasi agar kondisi di lapangan dapat terkendali. Rapat mediasi tersebut dihadiri oleh perwakilan PT DSI, Dasrin dan kuasanya Sunardi yang mewakili masyarakat pemilik lahan, pihak Kejari Siak, PN Siak dan Wakil Bupati Siak Husni Merza. Rapat mediasi ini berlangsung alot, namun tidak mencapai kesepakatan apa-apa.

Objek permasalahan antara PT DSI vs masyarakat terkait lahan seluas 1.300 Ha. PT DSI mempunyai keputusan pengadilan yang sudah inkrah untuk menguasai lahan PT Karya Dayun. Sedangkan masyarakat memegang SHM.

Dalam rapat itu AKBP Ronald menyampaikan putusan MA yang telah inkrah merupakan proses hukum yang pasti mengandung item-itemnya. Kalau ada jalur yang lain sesuai dengan aturan seharusnya ditempuh oleh pada pihak.

"Bukan kita bikin peradilan di jalanan, mendatangkan massa dan saling bentrok di lapangan. Cara-cara seperti itu tidak boleh nanti akan menimbulkan masalah baru," tegasnya.

Wakil Bupati Siak, Husni Merza mengatakan pihaknya dalam kasus ini meminta kedua belah pihak agar menahan diri. Tujuannya agar tidak bentrok dan menjatuhkan korban.

Dijelaskannya, pihaknya siap untuk mengevaluasi dasar hukum atau legalitas PT DSI dan Karya Dayun. Pemkab Siak tidak diam selama ini namun lebih menghormati proses hukum yang berlangsung.

"Kita kaji dulu, sejauh mana kita punya kewenangan untuk itu, atau ada perintah instansi yang lebih tinggi yang berhak memerintahkan kami lakukan itu. Kami berharap status ini selesai," kata Husni.

Pada rapat itu, perwakilan PT DSI Suharmansyah dan Anton Sitompul memberikan keterangan perihal putusan pengadilan yang dikantongi PT DSI.

"Kami ada di lokasi itu berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah, bahkan sudah dilaksanakan eksekusi," kata Anton.

Soal keberadaan orang asing yang masuk dalam kebun M Dasrin yang di klaim kawasan perusahaan, Anton menyebut bahwa itu adalah sekuriti PT DSI.

"Itu sekuriti kami, mereka ada di sana  itu atas putusan pengadilan. Karena dalam putusan itu lokasi yang telah dieksekusi itu diserahkan sama kita. Karena kalau sudah berkekuatan hukum tetap sehingga kami tetap melaksanakan putusan," kata Anton Sitompul.[Tim]