Diduga Sindikat?

Pengusaha Riau Merasa “Ditipu” Diduga Seorang Dosen Di Salah Satu Universitas di Kota Bandung, “Mengaku Tangan Kanan LBP”

Pengusaha Riau Merasa “Ditipu” Diduga Seorang Dosen Di Salah Satu Universitas di Kota Bandung, “Mengaku Tangan Kanan LBP”

Kabar Pekanbaru - Seorang pengusaha di Pekanbaru, Riau, terpaksa menggugat Dr. Suheldi. SE.MM, Gugatan Sederhana ke Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Jawa Barat (Jabar) 6 September 2022 lalu. Tergugat merupakan salah seorang dosen di universitas di Kota Bandung.

Surat gugatan sederhana dengan no perkara 16/Pdt.GS/2022/PNBks telah dikabulkan oleh PN Bekasi dan putusannya Suheldi dihukum membayar semua kerugian yang ditanggung oleh Penggugat dari Pekanbaru itu.

Berdasarkan permohonan penggugat tersebut hakim PN Bekasi  memutuskan kepada tergugat (inkrah) untuk mengganti kerugian penggugat sebesar Rp. 500 juta.

Dari hasil pemantauan media di Persidangan di PN Bekasi, nama LBP sempat muncul di mulut saksi tergugat bernama Tohap Sigalingging. Dalam sidang saat memberikan kesaksiannya di hadapan hakim PN Bekasi, “Setahu saya dia (tergugat Suheldi) tangan kanannya LBP (Diduga Luhut Binsar panjaitan),” kata Tohap ketika dicecar hakim.

Hakim Syofia Marlianti Tambunan,SH.,MH., saat itu (10 oktober 2022) sempat mempertegas “jangan membawa-bawa nama pejabat” namun Tohap tetap bersikukuh meyakinkan hakim kalau Suheldi (tergugat) adalah orang dekat LBP.

Memastikan apakah yang disebut Tohap Sigalingging adalah nama Luhut Binsar panjaitan, redaksi konfirmasi kepada beliau sayang sampai berita ini dirilis, Selasa (4/4/23) Tohap Sigalingging tidak menjawab padahal Pesan WhatsApp beliau centang dua,

Kasus ini bermula pada Oktober 2019 dimana Suheldi melalui penghubung di Pekanbaru menawarkan bisnis tambang pasir di Mamuju, Sulsel.

“Klien kami diperkenalkan oleh penghubung untuk bekerjasama tambang pasir sama orang yang mengaku dekat dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP), singkat cerita terjadi komunikasi dengan baik,” kata Lawyer Pandapotan Marpaung SH.

Kronologis perkara, kala itu disepakati kerjasama tersebut untuk mengurus izin tambang pasir pantai seluas 200 hektar. “Awalnya Suheldi meminta uang pengurusan izin senilai Rp. 500 juta sampai operasi tambang tersebut jalan.

Karena telah sepakat,  tim klien kami bersama Suheldi dkk, menuju ke Mamuju selama 10 hari dengan dibiayai oleh klien kami sendiri dan diperkenalkan dengan direktur PT. Pasir Samudra Jaya bernama Andi Patola,“ tetapi setelah sampai di Mamuju ceritanya sudah lain dengan komitmen awal,” katanya.

“Setelah di Mamuju, Andi Patola mengaku sudah mengeluarkan uang Rp. 2.1 M untuk menetralisir lokasi dan urus izin tambang pasir, sehingga saat itu klien kami mulai ragu dengan orang yang mengaku dekat dengan LBP ini,” katanya.

Dilanjut Lawyer, “karena klien kami ingin berinvestasi juga maka saat itu sepakat melakukan perjanjian dengan membayar uang kesepakatan awal sebanyak Rp. 750 juta, itu sampai izin keluar”.

“Setoran dana dalam satu rapat disepakati membayar DP Rp. 500 juta dan akan di transfer setelah klien kami sampai di Riau, pembayaran selanjutnya Rp 250 juta akan dilunasi setelah mereka memperlihatkan izin tambang itu selesai diurus” katanya.

Ternyata izin tidak ada, akan tetapi Suheldi berkeras minta kiriman Rp 250 juta, namun klien kami tidak percaya lagi, dan secara sepihak Suheldi memutuskan kerjasama, kabarnya beliau mengalihkan kepada orang lain, dan berjanji mengembalikan uang klien kami Rp 500 juta yang telah dikirim ke Suheldi itu, namun kata pengacara ini Suheldi ingkar janji terus, “bahkan mendatangkan orang yg diduga preman untuk menakuti klien kami”.

“Pokoknya sampai gugatan didaftarkan,  tidak ada niat baik tergugat untuk mengembalikan uang klien kami,” kata Lawyer.

Menurut informasi yang dihimpun media ini, pihak Penggugat sebagai pemenang telah mengajukan permohonan eksekusi kepada ketua PN Bekasi klas 1A Khusus, dan permohonan eksekusi tersebut sepertinya akan segera dilakukan oleh pihak pengadilan".

“kami sudah melayangkan surat permohonan eksekusi pada PN Bekasi, dan eksekusi tersebut segera dilakukan oleh pihak Pengadilan,” bebernya.

Entah apa maksudnya? (Suheldi.red) setelah pemberitahuan kepada tergugat, malah tanpa izin tergugat mengirimkan uang ke rekening perusahaan (penggugat) tanpa persetujuan “mungkin maksudnya nyicil,” katanya.

Tapi ulas dia, klien kami tak menyetujui tindakan tergugat tersebut, sehingga Rabu (9/3/23) kami sudah mengajukan surat eksekusi kembali agar tergugat menyelesaikan semua sesuai hasil putusan hakim,” katanya.

Terkait namanya disebutkan Suheldi yang menyebabkan kerugian ratusan juta ini dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia,  Luhut Binsar Pandjaitan, belum menjawab. Anehnya lagi direktur PT. Pasir Samudra Jaya bernama Andi Patola dan Dr. Suheldi. SE.MM, dikonfirmasi juga tidak menjawab.[TIM]**


Baca Juga