Salah Seorang Dosen Di Salah Satu Universitas di Kota Bandung Meraup Ratusan Juta Dari Pengusaha Pekanbaru

Salah Seorang Dosen Di Salah Satu Universitas di Kota Bandung Meraup Ratusan Juta Dari Pengusaha Pekanbaru

Kabar Pekanbaru - Seorang pengusaha di Pekanbaru, Riau, terpaksa mengugat Dr. Suheldi. SE.MM, Gugatan Sederhana ke Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Jawa Barat (Jabar) 6 September 2022 lalu. Tergugat merupakan salah seorang dosen di universitas di Kota Bandung.

Surat gugatan sederhana dengan no perkara 16/Pdt.GS/2022/PNBks telah dikabulkan oleh PN Bekasi dan putusannya Suheldi dihukum membayar semua kerugian yang ditanggung oleh Penggugat dari Pekanbaru itu.

Berdasarkan permohonan penggugat tersebut hakim PN Bekasi  memutuskan kepada tergugat (inkrah) untuk mengganti kerugian penggugat sebesar Rp. 500 juta.

Kasus ini bermula pada Oktober 2019 dimana Suheldi melalui penghubung di Pekanbaru menawarkan bisnis tambang pasir di Mamuju, Sulsel.

“Klien kami diperkenalkan oleh penghubung dengan tergugat untuk bekerjasama tambang pasir di Mamuju, singkat cerita terjadi komunikasi dengan baik,” kata Lawyer Pandapotan Marpaung SH, Kamis (16/3/23).

Kronologis perkara, kala itu disepakati kerjasama tersebut untuk mengurus izin tambang pasir pantai seluas 200 hektar. “Awalnya Suheldi meminta uang pengurusan izin  senilai Rp. 500 juta sampai operasi tambang tersebut jalan.

Karena telah sepakat, “tim klien kami bersama Suheldi dan kawan-kawan, menuju ke Mamuju selama 10 hari dengan dibiayai oleh klien kami sendiri dan diperkenalkan dengan direktur PT. Pasir Samudra Jaya bernama Andi Patola“.

“Tetapi setelah sampai di Mamuju ceritanya sudah lain dengan komitmen awal,” katanya.

“Setelah di Mamuju, Andi Patola mengaku sudah mengeluarkan uang Rp. 2.1 M untuk menetralisir lokasi dan urus izin tambang pasir, sehingga saat itu klien kami mulai ragu dengan tergugat,” katanya.

Dilanjut Lawyer, “karena klien kami ingin berinvestasi juga maka saat itu sepakat melakukan perjanjian dengan membayar uang kesepakatan awal sebanyak Rp. 750 juta, itu sampai izin keluar”.

“Setoran dana dalam satu rapat disepakati membayar DP Rp. 500 juta dan akan di transfer setelah klien kami sampai di Riau, pembayaran selanjutnya Rp 250 juta akan dilunasi setelah mereka memperlihatkan izin tambang itu selesai diurus” katanya.

Ternyata izin tidak ada, akan tetapi Suheldi berkeras meminta kiriman Rp 250 juta, namun klien kami tidak percaya lagi, dan secara sepihak Suheldi memutuskan kerja sama, mengalihkan kepada orang lain, dan berjanji mengembalikan uang klien kami Rp 500juta yang telah dikirim ke Suheldi, namun Suheldi ingkar janji terus, “bahkan mendatangkan orang yg diduga preman untuk menakuti klien kami,” katanya.

“Pokoknya sampai gugatan didaftarkan,  tidak ada niat baik tergugat untuk mengembalikan uang klien kami,” kata Lawyer.

Menurut informasi yang dihimpun media ini, pihak Penggugat sebagai pemenang telah mengajukan permohonan eksekusi kepada ketua PN Bekasi klas 1A Khusus, dan permohonan eksekusi tersebut sepertinya akan segera dilakukan oleh pihak pengadilan".

“kami sudah melayangkan surat permohonan eksekusi pada PN Bekasi, dan eksekusi tersebut segera dilakukan oleh pihak Pengadilan,” bebernya.

Entah apa maksudnya? kata Pandapotan Marpaung, “setelah pemberitahuan kepada tergugat, malah tanpa izin tergugat mengirimkan uang ke rekening perusahaan (penggugat) tanpa persetujuan “mungkin maksudnya nyicil,” katanya.

Tapi pungkas Pandapotan Marpaung, klien kami tak menyetujui tindakan tergugat tersebut, sehingga Rabu (9/3/23) kami sudah mengajukan surat eksekusi kembali agar tergugat menyelesaikan semua sesuai hasil putusan hakim,” katanya.

Dikonfirmasi Dr. Suheldi. SE.MM, sampai berita ini dilansir, Kamis (16/3/23)  tak kunjung menjawab.**


Baca Juga