Skandal Kredit SNP Rugikan Negara Rp 1,5 T Mencuat, Apakah Dirut BNI Roycke Tumilaar Terlibat?, Ini Kata CERI

Skandal Kredit SNP Rugikan Negara Rp 1,5 T Mencuat, Apakah Dirut BNI Roycke Tumilaar Terlibat?, Ini Kata CERI

Terkait Dugaan Kredit Fiktif dan Rekayasa Pembukuan Laporan Keuangan Potensi Kerugian Negara Rp 1,5 T Kepada PT. Columbia oleh Bank Mandiri, Mungkinkah Dirut BNI Roycke Tumilaar Terlibat Skandal Kredit Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance itu, CERI beberkan ini?.

Kabar Pekanbaru - Kala menjabat sebagai Managing Director Treasure, Financial Institutions & Special Asset Management Bank Mandiri sekitar tahun 2015 silam Direktur Utama BNI Roycke Tumilaar diduga terlibat skandal tindak pidana korupsi manipulasi kredit Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance.

Dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) itu juga sebelumnya telah dilaporkan pada 26 Januari 2023 lalu oleh Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Monitoring Penegakan Hukum Indonesia (MPHI) ke KPK.

“Ditaksir berpotensi merugi hingga Rp 1,5 triliun. CERI telah melayangkan konfirmasi resmi dan permohonan informasi pada 9 Maret 2023 siang kepada Bapak Roycke Tumilaar dan Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha. Namun, hingga siaran pers ini kami tayangkan, belum ada keterangan resmi. Pada Kamis petang, Roycke sempat menghubungi CERI. Tapi setelah dihubungi kembali, belum ada respon," ungkap Sekretaris CERI, Hengki Seprihadi, Kamis (9/3/2024) sore di Pekanbaru.

Hengki menjelaskan, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi, koorporasi, pemberian kredit fikif dan rekayasa pembukuan laporan keuangan kepada PT. Columbia oleh Bank Mandiri. 

"Analis diduga tidak melakukan kroscek data perdagangan sehingga keabsahan data pengajuan kredit Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance (SNP) dimanipulasi sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 1,5 Triliun," ungkap Hengki.

"Analis kredit kala itu juga diduga tidak terlebih dahulu melakukan kros cek data perdagangan ke PT. Columbia untuk melihat data pengajuan kredit Sun Prima Nusantara Pembiayaan, dimana Sun Prima Nusantara Pembiayaan Finance (multi finance) merupakan bagian dari usaha Columbia sebagai penyokong pembelian barang dengan sumber pendanaan dari perbankan dan surat utang dan merupakan toko ritel yang menyediakan pembelian barang rumah tangga secara kredit atau cicil," ungkapnya.

Seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, lanjut Hengki, kredit perbankan tersebut mengalami permasalahan dan menjadi NPL. Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan MTN (Medium Term Notes) atau gagal bayar bunga yang diperingkat Pefindo sebagai lembaga rating berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP Deloitte. Penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK. MTN adalah perjanjian yang bersifat privat namun memerlukan pemeringkatan karena dapat di perjual belikan.

"Saat terjadi permasalahan SNP finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU terhadap kewajibannya. Sementara peringkat efek SNP Finance periode Desember 2015 - 201 idA/stable. Pada tahun 2018 peringkat itu turun lagi menjadi idSD (Selektif Default)," ungkap Hengki lagi:

PT SNP menurut Hengki juga diduga telah melakukan pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan dan pencucian uang dengan modus menambahkan, menggandakan dan menggunakan daftar piutang fiktif. 

"Dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan yaitu Akuntan Publik Marlinna dan Merlyana Syamsul diduga melanggar standar Audit Profesional," ungkap Hengki.

Diketahui, analis juga tetap mengajukan usulan NAK tanggal 20 April 2015 pemberian kredit modal kerja sebesar Rp 400 Miliar dengan menerbitkan kolektibilitas Sunprima Nusantara Pembiayaan seolah-olah lancar meskipun tidak mampu bayar pokok dan bunga.

Selain itu, beber Hengki lagi, Bisnis Unit memanipulasi laporan keuangan kolektibilitas lancar Sunprima Nusantara Pembiayaan.

"Pada tanggal 17 April 2015 Komite Kredit kedua atas rekomendasi komite kredit pertama menyetujui pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja sebesar Rp 400 Miliar itu. Lalu VP Commercial Banking Jakarta Tamrin menerbitkan SPPK KMK pada tanggal 8 Juni 2015 sebesar Rp 400 Miliar. Lantas Bank Mandiri bersekongkol dengan Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance untuk mengulur waktu penyelesaian masalah kemampuan bayar yang telah terjadi dengan maksud ada pihak lain yang membantu pendanaan," ungkap Hengki.

"Alasan restruktur bulan September 2016 karena ada perbedaan Data CAPS dan BDS walau sejak bulan April 2015 Sunprima tidak mampu menjalankan kewajibannya sehingga hasil restrukturisasi bulan September 2016 Sunprima tidak membayar angsuran KMK ke bank Mandiri, tetapi memindahkan dana Rp 963,68 Miliar ke rekening perusahaan afiliasi saudara Leo Chandra, PT MDS. Pejabat pengambil keputusan waktu itu adalah Bapak Roycke Tumilaar," ungkap Hengki.**