Terindikasi Ada Upaya Pencemaran Nama Baik, Dirut Darma Persada Tak Terima Dituding Koruptif dan Berhutang Rp 2 Miliar

Terindikasi Ada Upaya Pencemaran Nama Baik, Dirut Darma Persada Tak Terima Dituding Koruptif dan Berhutang Rp 2 Miliar

Kabar Pekanbaru - Direktur Utama PT Darma Persada I Nyoman mengaku heran dan merasa ada upaya pencemaran nama baik terhadap diri dan perusahaannya terkait PT PPLI bermasalah di CMTF Balam, Rokan Hilir (Rohil) dan sudah jadi tersangka oleh Disnakertrans atas kematian 3 pekerjanya.

"Kok ada berita tentang Darma Persada? Ini namanya pencemaran nama Baik. Saya bingung, PT PPLI bermasalah di CMTF Balam Rokan Hilir dan sudah jadi tersangka oleh Disnakertrans atas kematian 3 pekerjanya, ini terus kenapa bawa-bawa nama PT Darma Persada ya? Fokus saja ke pokok permasalahan agar bisa dilakukan improvement," ungkapnya.

I Nyoman menjelaskan, perusahaannya sejak tahun 2004 sudah mendapat kepercayaan dan sertifikat penghargaan dari Chevron.

"Saya bisa kasih bukti-buktinya, namun khusus pekerjaan CMTF saya sejak tahun 2017 sudah mendapatkan kepercayaan dari PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) hingga berakhirnya operasi 9 Agustus 2021, bahkan kontrak PT DP diperpanjang (mirroring contract) oleh PT PHR  hingga 17 April 2022," ungkap I Nyoman.

Soal ada tuduhan korupsi, lanjut I Nyoman, pihaknya berharap media Riaubook bisa membuktikan tuduhan yang tendensius dan telah mencemarkan nama baiknya.

"Kami akan konsultasi dengan penasehat hukum untuk mengambil langkah selanjutnya demi kepentingan nama baik kami, sebab PT CPI maupun PT PHR secara rutin diaudit oleh BPK RI," ungkap Nyoman. 

Terkait tudingan perusahaannya punya hutang Rp 2 miliar berhubungan sewa alat PPLI yang nunggak, menurut Nyoman itu jelas tidak benar. 

"Malahan hitungan saya lebih bayar karena Project Manager kami asal teken. Ceritanya begini, awalnya kami merasa butuh centrifuge untuk memisahkan solid, namun setelah kontrak dimulai limbah yang ada hanya cairan, jadi centrifuge tidak dibutuhkan. Saat itu juga kami sampaikan ke Bayu Setiawan untuk demobilisasi centrifuge supaya argonya tidak jalan. Namun, alatnya tidak kunjung diambil, setelah kami tanyakan lagi, barulah kami diberitahu kalau unitnya akan di mobilisasi ke Aceh, tolong titip disana dulu," kata I Nyoman.

Menurut Nyoman, saat itu ia melihat koordinasi di PPLI tidak jalan, sehingga tagihan muncul terus tiap bulan. 

"Dari pada ribut terhadap beberapa tagihan (2-3) bulan pertama kami bayar karena alasannya faktur pajak sudah keluar. Saya pikir masalah sudah selesai. Jadi kalau PPLI merasa Darma Persada masih nunggak sudah gak benar, malahan kami harusnya minta dibayar jaga itu alat karena lama dititip di tempat kami. Kami dapat info kalau beberapa orang pegawai kami ditanyakan oleh wakil PPLI yang ada di Duri, dan mereka pun sudah tahu alat nya tidak dipakai," ungkap I Nyoman.

I Nyoman juga membeberkan, hubungannya dengan PPLI sebelum kejadian itu sangat baik, komunikasi melalui telpon sudah cukup. "Demikian juga PPLI, hanya kasi penawaran, oke dan alat berangkat. Kami tidak ada pegang perjanjian sewa menyewa. Bisa jadi juga apa yang kami sampaikan ke Bayu Setiawan PIC untuk alat ini waktu itu tidak diteruskan yang menagih," ungkap Nyoman.

"Sempat juga pengacara dari PPLI tanya ke kami perihal hutang belum dibayar, namun saya jelaskan kronologisnya, mereka mengerti dan tidak ada hub lagi," ungkap Nyoman lagi.

Nyoman juga menyayangkan pemberitaan yang muncul terhadap dirinya dan perusahaannya.

"Mengingat kemarin hari Sabtu kantor tidak beroperasi penuh, jadi tidak ada yang angkat telepon kantor, langsung sudah dijadikan ada upaya mengkonfirmasi seolah-olah sudah benar adalah hal menggampangkan masalah alias kurang profesional, jika dia punya sumber akurat, tentu bisa tau nomor HP saya untuk konfirmasi," ungkap Nyoman lagi.**