Diduga “Rampok” Rupiah Di Atas Kawasan Hutan Kejagung Diminta Blokir Keuangan Yohanes Sitorus Cs

Diduga “Rampok” Rupiah Di Atas Kawasan Hutan Kejagung Diminta Blokir Keuangan Yohanes Sitorus Cs

Kabar Kampar - Presiden Joko Widodo sangat tegas soal pemanasan global yang disebabkan perambahan hutan maupun pengalihan fungsian lahan gambut menjadi kebun, bahkan dalam kasus Duta Palma Group, Presiden langsung memberi apresiasi kepada Jaksa Agung yang sukses menangkap taipan sekelas Surya Darmadi.

“Estimasi sementara yang kami lakukan, “negara rugi Rp 240 miliar dampak perambahan kawasan hutan jadi perkebunan sawit,” kata Direktur Yayasan Sahabat Alam Raya (SAHARA), Sabtu (4/3/23).

Terkait komitmen Presiden ini, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI melalui Kejaksaan Agung seharusnya lebih progresif membela negara dari para “pengarang” di nusantara ini. Salah satunya dengan memblokir aliran keuangan perusahaan yang dikelola Yohanes Sitorus dan keluarganya.

“Sebab mereka masih memanen sawit diatas lahan kawasan hutan yang sudah dinyatakan inkrah di Pengadilan Negeri Kampar, sejak dilaporkan sejak awal aktivitasnya sudah mengandung unsur melawan hukum dan berbau koruptif,” katanya.

Yang lebih tragisnya kata Batara Harahap “seolah-olah” Pemerintah tak berdaya,pada pengusaha YS yang diduga terus memperkaya diri dengan cara menggarap hutan dan lahan negara seluas lebih kurang 500 hektar di Desa Kepau Jaya, Kabupaten Kampar, Riau.

“Hingga kini panen sawit di hutan negara yang sudah dinyatakan inkrah itu milik negara di Pengadilan Negeri Kampar masih terus dilakukan JS,” kata kepada media ini, Sabtu (4/3/23).

Batara juga membandingkan penanganan kasus taipan sawit Surya Darmadi yang ditangkap KPK pada pertengahan Agustus lalu, “sudah ada contoh konkrit kok, Kejaksaan Agung sangat agresif saat itu”, ucapnya.

“Kita dengar tak ada upaya yang dilakukan APH terhadap pelaku, sementara JS terus saja meraup rupiah di atas lahan yang bukan miliknya. Bayangkan hari kehari harga sawit melonjak tentu ya pundi JS terus menumpuk,” katanya.

Lanjut Batara, diduga lahan tersebut tanpa dokumen atau hak kepemilikan, pasalnya, lewat putusan Mahkamah Agung tahun 2018 alas hak atas lahan telah disita “tapi JS terus memanen dan menjual sawit diatas lahan tersebut”.

“Diketahui, YS (Yohanes Sitorus} merupakan pimpinan Central Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang memanen lahan milik negara itu,” sambungnya.

Batara menyebut, pihaknya sudah sejak lama mengikuti kasus tersebut, menurutnya, semua pihak terkait harus konsen terhadap permasalahan ini. Dirinya (Batara.red) khawatir ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.

“YS ini kan bukan orang besar, masa iya negara kalah dengan ‘akal bulusnya’. Negara jangan kalah sama mafia,” tegas Batara.

Selain itu, masih menurut Batara, kasus ini tidak sederhana, sebab diduga dalam penerbitan SKGR ada pemalsuan identitas dari para pemegang hak, misalnya, usianya ditambah dari yang seharusnya, “itu kami temukan dari buku register kecamatan” imbuhnya.

Bahkan, si pelaku (YS.red) juga tidak pernah mengantongi izin lokasi, izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B), izin usaha perkebunan pengolahan (IUP-P), izin pelepasan kawasan hutan dari kementerian terkait sesuai dengan aturan yang ada.

“Lebih tragis lagi, ada kerugian negara dan kerugian perekonomian negara yang timbul di sana, termasuk perusakan lingkungan hidup,” kata Batara..

Kasus menghilang kan sumber penghidupan sekitar 450 kepala keluarga di sekitar hutan, bergulir sejak tahun 2000 silam, saat Yohanes Sitorus membuka lahan perkebunan sawit di atas hutan negara tanpa berbekal izin pelepasan lahan yang sah dan legal dari Kementerian Kehutanan.

“Yang bersangkutan hanya mengganti rugi lahan tersebut kepada oknum ninik mamak, kemudian pelaku berdalih kelompok tani.” katanya.

Dikonfirmasi Yohanes Sitorus sampai berita ini dirilis termasuk yang diduga menjalankan usahanya Mei-mei (anak) belum menjawab.

Sebelumnya Yohanes Sitorus sempat menjadi tersangka dan menjalani pemeriksaan singkat dan perlengkapan administrasi terkait kasus perambahan hutan.oleh Kejaksaan Negeri Kampar, saat itu dia dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang di bawah pengawalan Agung.

Saat itu berkas perkara Johannes Sitorus  dilimpahkan dan ditahan kembali hanya beberapa hari setelah Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, Zaiful Yusri ditahan oleh Kejati Riau.

Jika Zaiful diketahui dan diduga menjadi kaki tangan Yohanes mengeluarkan sertifikat hak milik dengan anam serta keluarga Yohanes yang berbuntut Zaiful Yusri terjerat dalam kasus korupsi dalam penertiban 271 Sertifikat Hak Milik (SHM) terhadap 550,16 hektar di kawasan hutan, 

Yohanes saat penyerahan itu dikawal petugas Kejaksaan Tinggi Riau, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Riau dan kuasa hukumnya.

Saat tersangka dikatakan penegak hukum tak hanya gunakan instrumen kerugian negara tetapi berupaya menyelidiki dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berkolaborasi dengan PPATK, termasuk Asset Tracking untuk menelisik keuntungan yang diperoleh Yohannes Sitorus selama mengelola kebun dari 2000-2022, termasuk ke mana keuntungan mengalir.

Namun sayang upaya penegak hukum itu belum terdengar buktinya sampai saat ini Yohanes Sitorus masih memanen dan memperkaya diri tanpa ada tindakan hukum terhadap beliau.**