Memahami Judex Facti dan Judex Juris
Mudah Nya Memahami Putusan Hakim Oyong Cs “Menunda Pemilu”
Kabar Opini - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Putusan PN Jakpus itu memerintahkan KPU “menghentikan tahapan pemilu” terhitung sejak putusan dibacakan pada hari ini, Kamis (2/3/2023), selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
Baca Juga :
Sebelumnya, Partai Prima telah menggugat keputusan KPU tersebut di PTUN JKT, namun gugatan Partai Prima telah diputus NO (tidak diterima) berdasarkan putusan PTUN JKT tanggal 19 Januari 2023.
Adapun intinya pertimbangan putusan tersebut berpendapat oleh karena partai prima tdk lolos verifikasi administrasi (sbln verifikasi faktual), maka partai prima dianggap tdk memiliki kepentingan utk menggugat keputusan KPU perihal penetapan partai-partai peserta pemilu.
Oleh karena itu ada 2 (dua) putusan yang berbeda antara PTUN JKT dengan PN JKT.PST tehadap gugatan yang diajukan oleh Partai Prima, yakni PTUN JKT menjatuhkan putusan NO (tidak diterima), karena Partai Prima tidak mempunyai legal standing, sementara PN JKT. PST telah mengabulkan gugatan Partai Prima dengan keadaan hukum yang sama.
Dalam hukum Indonesia, judex facti dan judex juris adalah dua tingkatan peradilan di Indonesia berdasarkan cara mengambil keputusan. Peradilan Indonesia terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara.
Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut. Mahkamah Agung adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta dari perkaranya.
Kedua istilah ini berasal dari bahasa Latin. Judex facti berarti "hakim-hakim [yang memeriksa] fakta", sedangkan judex juris berarti "hakim-hakim [yang memeriksa] hukum". Kedua kata ini juga kadang-kadang salah dieja "judex factie" dan kadang "judex jurist".
Umumnya, Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota adalah pengadilan pertama yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, dan bertindak sebagai judex facti.
Pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding terhadap perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri, dan memeriksa perkara secara de novo. Artinya, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang bukti-bukti dan fakta yang ada.
Dengan ini, Pengadilan Tinggi juga termasuk judex facti.
Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta dan bukti-bukti perkara.
Mahkamah Agung hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh judex facti. Karena ini, Mahkamah Agung disebut judex juris.
Meskipun “Partai Prima” pernah menggugat KPU di PTUN dan Gugatannya NO kemudian dia mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan diadakannya lagi Gugatan PMH di PN Jakarta Pusat, menurut Pendapat saya“adalah Hak dari ‘Partai Prima’ untuk Mencari Keadilan dan SAH secara Konstitusi”.
Karena pada Prinsipnya Putusan Dari Hakim PN Jakarta Pusat sesuai dengan judex facti (UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung perubahan menjadi UU No 3 Tahun 2009 tentang kewenangan MA) memeriksa dan mengadili hanya atau memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara.
Sementara Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut bertentangan dengan Undang-undang Lain yaitu PERATURAN KPU MENETAPKAN PEMILU 2024, Nah meskipun putusan Pengadilan Negeri itu bertentangan dengan Putusan KPU namun berdasarkan judex juris yang berhak itu adalah Mahkamah Agung (MA).
Putusan itu merupakan termasuk ranah judex juris Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta dan bukti-bukti perkara. Mahkamah Agung hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh judex facti. Karena ini, Mahkamah Agung disebut judex juris.
Oleh ; Ketua BHPP Partai Demokrat Prov Riau, AMAET JAGAU. SH.MM.