Benarkah? Ada “Mafia Tanah” di Jakarta, Eros; Rakyat Membela Hak Tanah Mereka Malah Dijadikan Tersangka

Benarkah? Ada “Mafia Tanah” di Jakarta, Eros; Rakyat Membela Hak Tanah Mereka Malah Dijadikan Tersangka

Kabar Jakarta - Terkait penahanan terhadap Ketua FKMTI serta istrinya Nurlaela, Ketua Gerakan Bhineka Nusantara (GBN) Eros Djarot serta anggota GBN dan para korban "mafia tanah" yang tergabung dalam FKMTI yang dipimpin SK Budiardjo Kamis pagi mendatangi Rutan Salemba.

Sebelum menjenguk Budiarjo, Eros dan Edwin Wakil sekjen FKMTI di depan media massa menyesalkan penangkapan Budiardjo. Di depan Rutan telah berjejer karangan bunga keprihatinan terkait penangkapan ketua FKMTI.

Eros mengaku ada tokoh yang memperjuangkan rakyat membela hak-hak tanah mereka malah dijadikan tersangka. “Hal itu mencoreng wajah presiden yang tinggal beberapa bulan lagi berakhir tugasnya. Rakyat dihimbau untuk bersama-sama berani melawan kriminalisasi,” kata Eros.

“Dan seharusnya mereka berani adu data jangan main kekuasaan di kasus korban,” ulas Eros dalam rilisnya yang dilihat redaksi kabarriau.com Jumat (13/1/23).

Dikatakan Eros, “yang jelas-jelas menghabiskan uang triliunan milik rakyat malah masih bebas ini ada yang perjuangkan haknya malah cepat ditangkap,” ujar mantan artis itu.

Masih ada waktu tuk presiden membela rakyat dan itu kesempatan bagus agar dikenang sebagai tokoh ujar Eros. Sedangkan wakil sekjen Edwin mengaku Ratusan ribu korban sekarang bergabung dengan FKMTI karena ulah mafia tanah.

Lawyer Budiardjo, Yahya Rasyid, menyatakan kasus itu bermula dari dibelinya tanah di daerah Outer ring road Cengkareng seluas 10.250 persegi, “itu lebih dari warga setempat di tahun 2006”.

Berbekal tiga surat girik milik rakyat yang dibeli itu kemudian dijadikan AJB oleh Budiarjo. “Di lahan yang tlah diuruk oleh Budiarjo dijadikan lahan tuk menyimpan lima kontainernya. Tetapi tahun 2010 tiba-tiba ia mendapat kabar lahannya telah dipatok dan lima kontainernya hilang,” katanya.

Sambung Yahya Rasyid, “saat mendatangi lahannya Budiarjo malah dipukul oleh preman di sana. Berbekal kasus pencurian kontainer dan pematokan lahan serta pemukulan Budiarjo melapor ke Polda Metro Jaya”.

“Lebih setahun korban menunggu proses kasusnya tetapi belakangan berkas kasus itu hilang di Polda,” jelas Yahya Rasyid. 

Katanya kasus itu kemudian diproses lagi setelah upaya keras dari Budiarjo. Saat diproses kasusnya semua surat tanah disita Polda metro jaya belakangan dikembalikan karena ternyata tiga surat girik dan AJB tersebut tidak bermasalah alias asli.

“Setelah menunggu kasusnya tuk diproses lebih 12 tahun bulan lalu Budiarjo malah dijadikan tersangka dengan tuduhan dua surat barunya palsu,” katanya.

Padahal jelas Yahya Rasyid, “dua surat girik itu pernah disita Polda Metro dan dikembalikan ke Budiarjo lima tahun kemudian”.

Surat tersebut ; 

  1. Girik C No. 1906 an A. Hamid Subrata
  2. Girik C No. 5047 an H. Nawi bin Binin itu yang belakangan menurut polisi palsu sehingga dia dijadikan TSK. 

“Setelah ada laporan dari Marsetyo Mahatmanto lawyer mantan pimpinan DPD berinisial NS yang juga komisaris PT. ASG,” kata Yahya Rasyid.

Setelah rombongan membesuk Budiarjo para korban “mafia tanah” kemudian menuju Komnas HAM.

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan setelah mendengar curahan dari Amber dan Vita putra putri korban terkait ibu mereka Nurlela yang ditahan di Polda metro. Nurlela sedang sakit setelah dioperasi baru empedu. Komisioner Komnas berjanji segera membantu agar Nurlalela tidak ditahan.

“Sedangkan terkait kasus tanah tersebut Hari menyatakan akan dipelajari sebelum memanggil pihak terkait,” kata Yahya Rasyid.

Hari mengaku sebagai lawyer sebelum bertugas di Komnas HAM “saya banyak menangani kasus kriminalisasi korban ujar Hari komisioner pengaduan itu”.

“Tahun lalu saja ada lebih 700 kasus terkait tanah yang diterima Komnas HAM,” ujar Hari Kurniawan.**