Ada Apa Kadis Kebudayaan Kota Medan Tidak Pasang Plang Cagar Budaya di Medan Club??

Ada Apa Kadis Kebudayaan Kota Medan Tidak Pasang Plang Cagar Budaya di Medan Club??

Photo : Plang Medan Club Jalan Kartini Medan

Ada Apa Kadis Kebudayaan Kota Medan Tidak Pasang Plang Cagar Budaya di Medan Club??

Medan - Persoalan pembelian Medan Club oleh Pemprovsu tak habisnya menjadi bahan diskusi dan tanggapan.

Apalagi Walau sudah di tetapkan sebagai Cagar Budaya Namun Plang Cagar Budaya di Medan Club Jalan Kartini Kelurahan Petisah Hulu, Kecamatan Medan Polonia.

Hal ini membuat masyarakat bertanya kenapa Kadis Kebudayaan Kota Medan tidak meletakkan Plang Cagar Budaya di Medan Club??

Sebelumnya, Miduk Hutabarat MH - Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut yang angkat bicara tentang "Ribut Masalah Pembelian Medan Club", Kamis (5/1/2023)

Miduk Hutabarat mengatakan bahwa Selasa, 27 Desember 2022 naik berita protes pembelian Medan Club (MC) dari Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW.KAMMI) Sumut bertuliskan: ‘Gubsu Tidak Pro Rakyat, Jangan Pilih Lagi’ Demikian pernyataan WAKIL Ketua Umum KAMMI Sumut, Anwar Ibrahim kepada Wartawan Waspada. 

Minggu sebelumnya pun sudah merebak berita tersebut di media cetak dan online, perihal Gubernur Edy Rahmayadi telah membeli MC di Jl. Kartini No. 36 Kota Medan dengan status tanah HGB No. 668.

Info yang beredar di media massa yang dikutip wartawan, bahwa areal tersebut akan dijadikan lokasi pengembangan kantor Gubernur Sumatera Utara Jl. Diponegoro No. 30 Medan. 

Info harga pembelian (tanah dan bangunannya ?) yang beredar beragam, ada yang menyebut antara lain; Rp 800 miliar, Rp 600 miliar, hingga Rp 457 miliar. Tetapi menurut info terakhir yang dikutif Wartawan dari pihak Pemprovsu, harganya Rp 457M. Dan dananya sudah ditampung di anggaran 2022 Pemprov dan sudah di bayar sebesar Rp 300 miliar, dan kekurangannya sebesar Rp 157 miliar akan dibayar tahun 2023. 

Lepas dari reaksi beberapa kalangan yang mempersoalkan pembelian MC yang berstatus HGB tersebut. 

Perihal rencana itu sudah muncul sejak dua tahun kepemimpinan Gubernur. Walaupun jika kita melihat di RPJMD Gubernur tahun 2018-2023, dari sembilan agenda misinya Gubernur, sebenarnya tidak ada perihal pembelin MC itu dicantumkan sebagai misi! 

Medan Club Rencananya akan menjadi bagian dari kantor Gubernur Sumatera Utara, menurut saya pribadi bagus sekali. Apalagi jika kelak dengan mempertahankan bangunan MC yang usianya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan MC sudah masuk bangunan yang dilindungi. Heritage.

Harapan kita adalah supaya Gubernur menugaskan kepada Arsitek yang tepat untuk menata lanskap dan bangunan sehingga menjadi satu kesatuan antara arsitektur kolonial yakni gedung yang di depan ( dirancang Arsitek Belanda C. Boon, 1916), dan menjadi kantor Gubernur Sumatera Timur tahun 1926 dengan bangunan MC yang dirancang oleh pada tahun …. 

Dengan gedung kantor Gubernur  baru yang dibangun tahun 1998. 
Tentu hal itu akan memberi nilai tambah yang baik bagi wajah perkantoran Pemprovsu di masa mendatang.

Dari beberapa sumber yang saya peroleh, Bangunan Medan Club awalnya adalah tempat ibadah orang-orang Jepang di Medan. Yakni sebelum Jepang masuk dan menduduki Medan dari Maret 1942 s.d Agustus 1945. Dan bagaimana cara orang Jepang memperoleh penguasaan tanah tersebut, ini yang perlu diungkap para Sejarawan supaya bisa jelas letak duduk masalahnya.

Kemudian pada waktu setelah perang dunia I, beralih ke onderdeming Belanda. Apakah ada ganti rugi yang disertai tanda bukti tentu perlu pihak perkumpulan MC menyampaikannya.

Tentu saja publik barhak mendapat kebenarannya. 

Dan setelah Belanda hengkang dan digantikan Jepang, dan kemudian kita Merdeka, ketika gedung perkumpulan White Societte di sebelah kantor pos  dikuasai TNI, kabarnya perkumpulan komunitas pengusaha itu di pindah ke jl. Kartini 36 tersebut, dengan berubah nama menjadi perkumpulan Medan Club yang beranggotakan 200 orang, kepada mereka inilah pembayaran itu dilakukan oleh Pemprovsu.

Perlu untuk diketahui, kantor Gubernur masuk CB dalam SK Walikota Medan 433-28.K-X-2021 tentang Pelestarian Bangun Struktur Kawasan Situs (PBSKS) Cagar Budaya Kota Medan yang diterbitkan pada tanggal 28 Oktober 2021. 

Tentu CB yang dimaksud tidak hanya gedung, termasuk lokasi. 

Kedua bangunan Gubernur lama dan MC sejak tahun 2000 sudah masuk dalam 39 daftar bangunan yang dilindungi berdasarkan SK Walikota No. 188.342/3017/SK/2000. Kecuali berdasarkan Perda No. 6 Kodya TK II Medan Tahun 1988, hanya kantor Gubernur yang masuk, bersama 41 bangunan lainnya sedangkan MC tidak masuk.

Bapak Ibu & Masyarakat Sumatera Utara yang saya hormati, masih ingat dengan kejadian tindakan Dato Syamsul Arifin, SE ketika menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden? Pemprovsu hanya membayar Rp 1.000,- (seribu rupiah) saja kepada negara untuk tanah tersebut. Yaaa, hanya seribu rupiah saja.

Tindakannya adalah untuk mengubah administrasi pemindahan aset dari PTPN IX ke Pemerintah Sumatera Utara. 

Karena toh itu kan aset Negara, yang oleh UU lalu dipisahkan dan pengelolaannya diserahkan kepada BUMN.  

Dalam hal pembelian MC oleh Pemprovsu, publik dan/atau warga Sumatera Utara tentu saja mempunyai hak untuk mengetahui status HGB itu subjeknya siapa, dan tanah dan bangunanya itu milik siapa. 

"Apakah 200 anggota MC itu pernah memberi ganti rugi atas tanah dan bangunan MC tersebut. Dan apakah ada tanda bukti kepemilikan tanahnya ? Jika ya,  maka atas dasar tanda bukti kepemilikan itulah, pembelian tanah dan gedung MC dilakukan Gubernur dengan harga Rp 457 miliar sesuai perhitungan nilai tanah dan bangunan tahun ini, adalah wajar dan publik berhak tau karena menggunakan uang APBD Sumut, mengingat di zaman sekarang ini semua harus Nampak jelas, Apalagi jika Gubernur, dan 100-an orang anggota DPRD Sumut, serta 200 orang anggota MC tidak mau tersandung hukum di kemudian hari," pungkasnya.**