Kuasa Hukum KPCDI Siapkan Langkah Hukum Terkait Bayi Gagal Ginjal Jaktim

Kuasa Hukum KPCDI Siapkan Langkah Hukum Terkait Bayi Gagal Ginjal Jaktim

Kabar Jakarta - Kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, menyeut Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) siap melakukan langkah hukum terkait gagal ginjal akut yang dialami seorang bayi di Cijantung, Jakarta Timur (Jaktim).

Sang bayi sebelumnya mengalami gagal ginjal setelah meminum paracetamol cair yang didapat dari puskesmas. "Kami akan menyiapkan sejumlah langkah hukum," katanya kepada wartawan, Rabu (14/12/22).

Langkah perdata yang akan diambil adalah gugatan perdata. KPCDI sedang menyisir sejumlah pihak yang akan digugat, seperti BPOM, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan produsen obat.

"Kami akan segera melayangkan somasi dulu, 3x24 jam untuk memenuhi tuntutan klien kami," kata Rusdianto.

KPCDI mendatangi sang bayi itu di rumahnya pada Selasa (13/12) kemarin. Ikut menjenguk Tony Samosir dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait.

"Where are you Mr Justice ? Anak bayi ini sudah cukup lama tidak berjumpa denganmu dan dia perlu segera bertemu denganmu," kata Rusdianto.

Kepada tamunya, ibu bayi menceritakan derita anaknya bermula saat demam pada Juni 2022. Lalu si ibu mendapatkan sirup paracetamol dari puskesmas.

Belakangan, kondisi bayi makin drop. Di sisi lain, muncul pemberitaan pemerintah melansir sejumlah obat yang masuk daftar dilarang beredar karena kandungan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) melebihi batas ambang aman.

    Baca Juga :

Pemerintah telah menyatakan sirup itu terindikasi penyebab gagal ginjal akut pada anak. "Sang anak kini berumur 1,3 tahun, sudah menjalani terapi cuci darah lewat perut (CAPD), sudah jatuh tertimpa tangga, anaknya terkena musibah karena ada kelalaian pihak lain, tetapi semakin teraniaya karena dicurangi rumah sakit," ucap Rusdianto menahan kesedihannya.

Rusdianto mengatakan anak sekecil itu kini sudah harus cuci darah. Menurutnya, kasus gagal ginjal pada anak berkali-kali lipat lebih berat dalam menjalani hidup dibanding orang dewasa. Orang tua mereka juga akan tunggang-langgang merawat anaknya.

"Korban terus berjatuhan, yang sudah jatuh korban juga perhatian pemerintah kurang maksimal, paling tidak pada kasus anak yang sedang kami kunjungi," ungkap Rusdianto.**