Warga Bertahan Tak Terima Lahan Memiliki SHM Dikosongan

Warga Bertahan Tak Terima Lahan Memiliki SHM Dikosongan

Kabar Siak - Kontroversi sengketa lahan seluas kurang lebih 1.300 hektar di Desa Dayun Kabupaten Siak akhirnya berujung eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak pada Senin (12/12/2022) kamarin dijawab Kapolres Siak, AKBP Ronal Ronal Sumaja, Selasa (13/12/22) sore.

Saat dikonfirmasi beliau mengatakan, pihaknya menurunkan kurang lebih 700 personil gabungan. "(Sekitar, red) 700 lebih," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (13/12/2022) sore.

Lahan seluas kurang lebih 1.300 hektar itu dieksekusi dengan pengamanan super ketat dari personil gabungan Polres Siak dan Polda Riau.

Massa yang tidak terima lahan mereka yang bersertipikat dieksekusi, mencoba melakukan penghadangan untuk mempertahankan hak mereka.

Namun upaya mereka sia-sia, karena jumlah personil keamanan jauh lebih banyak dibanding masyarakat. Dalam aksi penolakan itu, polisi menangkap 10 orang yang diduga sebagai provokator.

"Kita amankan 10 orang, namun sudah dilepaskan karena dilakukan pembinaan saja," jelas Ronal. Ia menjelaskan, massa tersebut diamankan untuk menghindari rusuh dan tindak pidana.

"Ini yg betul, kalaupun  sempat terjadi penghadangan dan beberapa massa diamankan sesuai aturan atau tindakan tegas terukur untuk menghindari rusuh dan tindak pidana. Secara umum lancar dan aman," lanjutnya.

Terkait pengamanan di lokasi yang sudah dieksekusi tersebut, kata Ronal, pihak kepolisian masih melakukan pemantauan dan monitoring.

"Kita monitoring aja, karena hanya pengukuran dan penyerahan, bukan pengosongan lahan," ujarnya.

Terpisah, ahli Hukum Pidana Forensik, Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA secara independen berpendapat bahwa kedudukan Sertipikat (SHM) milik warga yang berada di dalam objek eksekusi.

Dijelaskannya, tidak ada satupun yang bisa membatalkan Sertipikat tersebut, bahkan Presiden sekalipun. Tapi, ada dua cara yang bisa membuat Sertipikat itu bisa dibatalkan.

"Yang bisa membatalkan itu pertama BPN itu sendiri dan di PTUN kan. Jadi selama orang itu ada Sertipikat, itu haknya dilindungi. Mesti dicek semua, Constatering itu bukan seperti orang mengukur baju, jadi dia itu harus clear dan ada lagi yang dienclave," tegasnya.

Terkait pengamanan Constatering dan Eksekusi oleh pihak keamanan, Dr Robintan berpendapat bahwa setiap orang berhak mendapat pengamanan dari pihak kepolisian.

"Polisi itu melindungi siapa saja, jadi kita boleh minta (pengamanan, red) dan orang lain boleh minta. Jadi kita nggak bisa menghalangi (Constatering dan Eksekusi, red) juga. Tapi kalau itu tetap dilaksanakan karena ada hak-hak orang yang harus dilindungi terus tidak dilindungi, itu yang disebut kejahatan yang dilakukan oleh negara," tuturnya.

Ia menggaris bawahi bahwa pihak kepolisian tidak boleh melakukan kekerasan. "Dia bisa bertindak ketika ada kondisi yang membahayakan atau terjadi anarkis," jelasnya.

Ricuh saat Proses Eksekusi.

Suasana mencekam dan menakutkan terlihat saat massa mencoba menghadang pihak kepolisian. Polisi terlihat menyeret massa dan tangannya dipiting. Mereka yang ditangkap ini diangkut dengan mobil pribadi.

Di saat bersamaan ada juga dari kalangan massa yang ditarik dan diseret di pinggir jalan. Terlihat seorang oknum polisi berseragam tampak seperti memukul seorang pria yang nahas tertangkap. Aksi oknum ini terlihat oleh seorang anggota Brimob yang berseragam hitam. Anggota Brimob ini memarahi si oknum polisi yang memukul itu agar tidak memperlakukan massa dengan tindakan semena-mena.

Setelah seorang demi seorang berhasil dicokok, kekuatan massa makin berkurang. Polisi terus maju ke arah pintu masuk perkebunan. Salain itu, polisi juga menemnakkan air dari mobil water canon. Tekanan seperti itu membuat massa semakin terurai.

Polisi akhirnya tiba di pintu masuk menuju perkebunan. Beberapa unit mobil, truk, bus sekolah anak -anak perkebunan dan alat berat dijadikan untuk memblokir jalan tersebut. Polisi berupaya mendorong mobil yang melintang di pintu perkebunan.

Akhirnya polisi menggunakan motor Bhabinkamtibmas untuk masuk ke dalam perkebunan melewati sisi pinggir jalan yang diblokir. Polisi-polisi yang mengendarai motor tersebut tampak membonceng Juru Sita PN Siak Al Khudri dan sejumlah petugas dari PN Siak yang membawa berkas, serta alat ukur.

Juru Sita PN Siak Al Khudri akhirnya membacakan constatering di titik 18. Namun pembacaan ini tidak dihadiri oleh pihak termohon (PT Karya Dayun). Setelah itu langsung dilakukan pengukuran dan penentuan titik koordinat. 

"Semuanya ada 18 titik yang harus dilaksanakan," kata Al Khudri. 

Juru sita dan rombongan ini bekerja sekitar 4 jam melakukan pengambilan titik koordinat. Kemudian ia membacakan eksekusi untuk 1.300 Ha lahan tersebut.**