Selain Pidana Lingkungan Polda Riau Didorong Usut Dugaan Korupsinya

Normalisasi Sungai Kerumutan Tanpa Izin Sarat "Abuse of Power" ARIMBI; Kami Minta DitResKrimSus Periksa Bupati Pelalawan

Normalisasi Sungai Kerumutan Tanpa Izin Sarat "Abuse of Power" ARIMBI; Kami Minta DitResKrimSus Periksa Bupati Pelalawan

Kabar Pekanbaru - Pasca informasi diperiksanya perusahaan pendana kegiatan normalisasi atau cuci sungai Kerumutan, Pelalawan, Riau, yang diduga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan beberapa waktu lalu, Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) Mattheus, mendorong agar Direktorat Reserse Kriminal Khusus (DitResKrimSus) Polda Riau segera memeriksa Bupati Pelalawan.

Pemeriksaan itu desak Mattheus, diduga adanya “Abuse of Power” yang dilakukan oleh Bupati yang terdengar memaksa tujuh perusahaan untuk mendanai kegiatan normalisasi tersebut “penekanan pada perusahaan sangat kental”.

Hal itu kata Matteus dibuktikan “mulai dari undangan pembentukan konsorsium normalisasi sungai hingga permintaan sejumlah uang melalui surat tertulis dengan menggunakan kop surat Pemkab Pelalawan.

“Itu adalah fakta penyalahgunaan wewenang dalam jabatan,” kata Mattheus kepada media ini, Jumat (9/12/22) di kantor rembuk ARIMBI di jalan Durian Kota Pekanbaru.

“Kita menilai Bupati Pelalawan telah menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan lainnya. Ini kita buktikan dari Surat Bupati Pelalawan Nomor :660/DLH-TLPKL/2021/943 tanggal 28 September 2021 Perihal Permintaan bantuan dana pekerjaan pencucian sungai Kerumutan. Surat permintaan dana bantuan tunai tersebut ditujukan kepada  PT.PERTAMINA HULU ENERGI (PT.PHE) KAMPAR dan 7 Persusahaan lainnnya sebesar Rp. 1 Miliyar lebih yang bersumber dari dana CSR perusahaan yang beraktifitas di wilayah Kab. Pelalawan,” lanjut Mattheus membeberkan sejumlah fakta.

Lanjut dia, bantuan dana tersebut tidak melalui mekanisme hibah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah serta PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Karena dana tersebut diduga tidak ada masuk dalam kas daerah. Artinya yang bersangkutan menggunakan kewenangannya sebagai Bupati, tetapi disinyalir memanipulasi dana-dana tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tegas Mattheus.

Beber Mattheus, jika mengacu pada Pasal 7 ayat (2) huruf h UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka penyalahgunaan wewenang mengandung tiga unsur yang termasuk dalam ranah pidana. Adanya ancaman, suap, dan tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah.

“Maka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang kita duga dilakukan Bupati bisa diselesaikan melalui proses pidana,” katanya. 

Pungkas Mattheus, “kita berharap agar Polda Riau mendukung gerakan-gerakan pelestarian lingkungan yang telah ARIMBI lakukan. Saya rasa permintaan kami ini tidak berlebihan dan terhitung masih senafas dengan semangat KTT G20 yang baru digelar di Bali”.**