RKUHP Disahkan DPR, Pasal Ini Disebut “Karet”

RKUHP Disahkan DPR, Pasal Ini Disebut “Karet”

Kabar Jakarta - Siang ini Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan menjadi UU oleh DPR. KUHP baru itu akan mengalami masa transisi 3 tahun dan berlaku efektif pada 2025. Namun masih ada yang menilai pasal dalam RKUHP bisa berpotensi karet.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di DPR, mengatakan "Apakah RKUHP dapat disahkan menjadi undang-undang?" dijawab peserta rapat paripurna DPR RI. "Setuju”.

Namun pengesahan ini dikecam Ketua YLBHI M Isnur, dia menyatakan RKUHP banyak berpotensi menjadi pasal karet. "Iya potensial, dia akan masuk ke ranah privat, potensial akan mengganggu hal seperti ini dalam demokrasi, potensial akan mengganggu kerja-kerja jurnalistik ke depan, potensial akan mengganggu orang-orang yang punya niat baik dengan pemahaman keagamaan atau pemikirannya untuk menyebarkan, potensial sekali," papar Isnur.

Berikut sebagian pasal-pasal yang disebut berpotensi menjadi pasal karet.

Pasal 218, Penghinaan Presiden;

  1. Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
  2. Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219; 

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.

PENJELASAN:

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan "dilakukan untuk kepentingan umum" adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

PASAL PENGHINAAN PEMERINTAH

Pasal 240

  • (1) Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
  • (2) Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
  • (3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
  • (4) Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

PASAL PENGHINAAN PENGADILAN

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II (Denda maksimal Rp 10 juta, red), Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung:

  1. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
  2. bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim;
  3. menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan; atau
  4.  tanpa izin pengadilan memublikasikan proses persidangan secara langsung.

Penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf d KUHP baru:

Yang dimaksud dengan "memublikasikan proses persidangan secara langsung" yaitu live streaming. Tidak mengurangi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk menulis berita dan memublikasikannya setelah sidang pengadilan.**