Ungkapan Kekecewaan Aris Aruna Selaku Praktisi Migas Menyikapi Kematian 5 Pekerja di PHR

Ungkapan Kekecewaan Aris Aruna Selaku Praktisi Migas Menyikapi Kematian 5 Pekerja di PHR

Jakarta -  Berdasarkan informasi yang diterima redaksi kabarriau.com dari data sejak Juli hingga November 2022 telah terjadi lima insiden kecelakaan kerja di lingkungan PHR.  Dimana, insiden terbanyak terjadi di bulan November 2022 yaitu tiga peristiwa terjadi dalam kurun waktu empat hari yaitu tanggal 17-20 November 2022.

Hal ini membuat Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI) Aris Aruna buka suara soal dugaan kecelakaan kerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) itu walau pihak PHR sudah menjelaskan 5 karyawan itu meninggal karena sakit.

“Setiap ada kejadian apapun itu di tempat kerja itu namanya kecelakaan kerja dan apalagi fatality itu biasanya harus dilakukan RCA High Level.

Orang yang meninggal di tempat kerja tiba-tiba yang menjadi unsur kecelakaannya adalah artinya mempekerjakan orang - orang yang tidak sehat yang akan membahayakan dirinya itu namanya kecelakaan kerja,” kata Aris, Minggu (27/11/22).

Kata Pria mengaku sebagai petroleum engineer yang sudah beraktivitas banyak di lapangan, lebih dari 25 tahun jam terbang ini, “tidak mesti ada yang menimpanya atau kena sesuatu dan seterusnya. Di dalam RCA akan dilihat apakah perusahaan telah menyiapkan prosedur untuk menyeleksi pekerjanya ini”.

“Kalau tidak ada berarti management failure (habis di level management). dan kalau ada dan tidak di jalankan di lapangan berarti leader di lapangan yang dihabisi karena fatality (Meninggal) 10 tahun, maka  kita di lapangan sebagai management untuk memastikan kita punya sop untuk ini,” kata Aris.

Menurut Aris, ada yang telah di Verifikasi dan Validasi dari 5 kejadian meninggal di tempat kerja dari salah satu Dirut perusahaan ada tarik ulur soal masalah status meninggal tersebut.

“Kalau meninggal di tempat kerja maka keluarga dapat santunan 48 kali gaji (Dengan status fatality) tapi ada yang tidak mau di sebut itu Kasus fatality tapi dimintakan santunan 48 kali gajinya kepada BPJS Tenaga kerja...ya sulit,” katanya.

Aris dalam hal kecelakaan kerja ini menyarankan, “saya sebagai praktisi Migas, akui saja itu kecelakaan kerja sehingga santunan turun. Kasihan ada hak-hak anak Yatim dan janda di dalamnya. Mau sampai dimana jabatan mau di pertahankan tapi ada yang teraniaya anak Yatim dan janda di situ”.

Kemudian usul Aris, “lakukan RCA High” Level dan Running ABC Model, disitu akan muncul corrective action dan recommendation ,kalau semua safety procedure di jalankan tidak akan termasuk dalam kategori Management Failure”.

“Sebagai pratisi yang bersertifikasi ahli di RCA itu akan aman buat program zero accident kedepan. Insya Allah untuk urusan ginian selalu Istiqomah,dan selalu ingatkan kawan-kawan pengusaha jangan suka menunda pembayaran BPJS Ketenagakerjaan karena kejadian di lapangan kita tidak bisa kontrol 24 Jam.,” katanya.

“Kita punya asosiasi, jika yakin keterangan itu perjuangkan donk dgn membuat surat resmi utk membela keluarga yg meninggal, baik ke PHR dan Disnaker Provinsi,” ulas Aris.

Lanjut Aris, “kalau sempat kejadian dan kita belum.bayarkan tamat sudah perusahaan Zolim kita namanya. Mereka tidak akan pernah tambah kaya dengan kita selalu bayar tepat waktu dan kita juga tidak akan miskin karena membayar itu tepat waktu”.

“Solusinya RCA high level di situ semua kewajiban di bongkar habis ..untuk kategori high level ( fatality ) kita boleh mengikutsertakan pihak luar seperti Disnaker agar jangan asal berikan apresiasi, Masalah ini saya ikut training yang diadakan pihak asing tentang safety untuk kategori Management Failure,” pungkas Aris.**