Di Duga Cemari Lingkungan Perairan Belawan Dengan Minyak Sawit, Akitifis Ini Minta Tindak Tegas Perusahaan

Di Duga Cemari Lingkungan Perairan Belawan Dengan Minyak Sawit, Akitifis Ini Minta Tindak Tegas Perusahaan

Photo : Tumpahan Minyak CPO di Perairan Belawan

Medan - Degradasi kualitas perairan dapat disebabkan oleh berbagai hal salah satunya tumpahan minyak. Walaupun merupakan minyak nabati, tumpahan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit pada beberapa kasus di Indonesia menimbulkan degradasi kualitas air laut yang cukup signifikan dan berdampak buruk terhadap biota laut.

Sebanyak 8 ton produk minyak kelapa sawit atau yang dikenal dengan crude palm oil (CPO) tumpah di perairan Belawan, Medan, membuat Rahmadsyah Aktifis yang tergabung dalam Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup (LKLH) angkat bicara.

Rahmadsyah mengatakan Menurut informasi yang diterima, CPO ini tumpah pada Minggu (2/10/2022) yang lalu sekitar pukul 23.05 WIB di Dermaga 105 Pelabuhan Ujung Belawan. 

CPO yang bercampur air laut dan pasir memiliki berat jenis 3,75 gr/cm3. Pada beberapa kasus, selain naiknya temperatur dan pH tetapi juga BOD, COD dan turbiditas serta menurunkan DO dan TDS. Tumpahan CPO berdampak negatif pada ekosistem dan biota laut seperti Mangrove, udang Windu, kepiting, coral dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena gumpalan dan lapisan CPO menutupi permukaan perairan sehingga mengganggu penetrasi sinar matahari dan proses respirasi dan fotosintesis tanaman laut. Diperlukan kewaspadaan dan mitigasi bencana tumpahan minyak untuk mengurangi resiko degradasi lingkungan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar minyak atau tumpahan CPO seperti Oil Boom, Oil sponge, tanaman air Azolla folliculoid hingga bakteri tertentu jenis Bacillus dan Geobacillus.

"CPO ini berasal dari instalasi pipa milik PT. Pacific Palmindo Industri untuk proses loading ke Kapal MT No 02 Asean Pioneer yang sedang bersandar" ungkapnya, Sabtu (8/10/2022)

Rahmadsyah meminta kepada Aparat Penegak Hukum agar melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dalam tumpahan minyak CPO tersebut

"Tumpahan minyak kelapa sawit atau biasa disebut CPO (Crude Palm Oil) yang diperkirakan mencapai 8 ton mencemari perairan Belawan karena minyak kelapa sawit mengandung BOD (Biological Oxigen Demand) yang tinggi, pH rendah dan material organik sukar melapuk yang tentu saja sangat berbahaya bagi kelangsungan habitat biota laut." ungkapnya

Lanjut Rahmadsyah mengatakam Kawasan Perairan Belawan dan perairan sekitarnya merupakan kawasan yang kaya akan ikan Pelagis yaitu jenis ikan yang hidup diperairan dangkal dengan kedalaman 0 - 200 meter. Keberadaan minyak kelapa sawit ini tentu akan mempengaruhi jenis ikan ini yang dapat menyebabkan ikan ini keracunan dan mati. Molekul minyak akan menghalangi cahaya matahari dan oksigen masuk kelaut yang ditutupi oleh minyak sawit ini. Hal ini akan berpengaruh bagi terumbu karang dan biota bawah laut lainnya. Terhalangnya cahaya matahari dan oksigen tentu akan mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi biota laut dan dalam jangka panjang akan memicu terjadinya coral bleaching dan kematian biota laut.

Keberadaan minyak sawit ini tentu juga akan mempengaruhi jenis mamalia laut dan kura-kura, dimana kawasan perairan sekitar Belawan juga merupakan habitat Kura-Kura. Minyak sawit ini akan masuk kedalam paru-paru mamalia dan reptil laut ini sehingga menyebabkan mereka keracunan dan mati.

"Akibat Tumpahan Minyak CPO tersebut, secara sistematis, ancaman kelangsungan habitat biota laut bergantung pada Bioplankton dan mikroorganisme laut yang merupakan produsen utama rantai makanan di laut,Bioplankton dan mikroorganisme laut sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi dihabitatnya. Terganggu kestabilan habitat tentunya akan menganggu rantai makanan bagi ekosistem teluk yang rentan. Lebih jauh, cemaran minyak sawit tersebut akan mempengaruhi bioekoregion. Dampaknya tidak hanya akan mempengaruhi ekosistem laut, tetapi juga akan mempengaruhi makhluk darat seperti jenis burung yang selama ini mencari ikan sebagai sumber makanan mereka dikawasan ini" paparnya

Rahmad juga mengatakan meskipun secara kasat mata, Minyak Sawit terlihat menggumpal ketika terkena air laut (mineral) atau udara (oksidasi), namun sebagian asam amino dalam minyak sawit akan tetap tersisa di permukaan air tetap sebagai bahan cair (liquid). Liquid ini sukar melapuk dan berpotensi melebar karena berada dipermukaan sehingga mudah dibawa arus laut, apalagi kondisi cuaca di kota Padang saat ini hujan dan berangin kencang. Terkait dengan kelalaian perusahaan dalam mengelola usahanya sehingga menimbulkan pencemaran,

"Kami minta pemerintah provinsi dan Aparat Penegak Hukum perlu bertindak tegas untuk mengevaluasi izin lingkungan yang dimiliki oleh perusahaan, kalau perlu segera dilakukan review terhadap dokumen lingkungan perusahaan khususnya dalam hal pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan dari usaha perusahaan." katanya


Dirinya juga mengatakan bahwa Dari keseluruhan dampak, tidak hanya negara yang dirugikan oleh kelalaian ini.

Nelayan sebagai masyarakat terdekat dari lokasi kejadian yang akan menerima dampak paling buruk.

"Sebagai warga negara, komunitas nelayan yang juga dilindungi haknya oleh undang-undang haruslah mendapat perhatian dalam kejadian ini." ujarnya

Berdasarkan informasi dari narasumber kebocoran harus diinvestigasi lebih lanjut, Pemerintah dan perusahaan selain melakukan pengendalian dan pemulihan lingkungan hidup pasca kejadian ini, sangat penting juga dan harus segera dilakukan adalah audit lingkungan untuk melihat dampak dari pencemaran teluk ini secara keseluruhan.

Disamping evaluasi izin lingkungan, kelalaian Perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air laut juga dapat diduga telah melanggar Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa 

“Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 

Untuk itu Aktifis Sumut ini mendesak pemerintah bergerak cepat untuk menangani persoalan ini dan menindak perusahaan yang melakukan aktivitas tanpa mematuhi aturan hukum lingkungan.**