Cerpen oleh :Soekirman KSBN Sumatera Utara

Hotel Di Jaga Hantu Di Kota Penang

Hotel Di Jaga Hantu Di Kota Penang

Photo : Mantan Bupati Sergei Soekirman dan keluarga saat berada di Penang, Malaysia

Medan - Awak Media mendapat kiriman tulisan dari Soekirman  Mantan Bupati Sergai Provinsi Sumatera. Minggu (17/2/2022)

Ini isi Cerpennya..

Aku adalah generasi baby boomer, lepas 8 tahun pension sebagai PNS, sangat menikmati hari tua. Hobi bertualang, yang selama tigapuluh tahun terkekang pekerjaan, kini  kuteruskan. Dahulu  mendaki gunung dan bukit, mengharungi jeram dan menjala ikan di laut maupun di rawa, sekarang kuganti dengan jalan-jalan, muhibah kampung dan meneliti sosial masyarakat. Semua sesuai kemampuan kantong. Perjalanan  bisa dalam negeri, bisa juga luar negeri. Luar negeri yang kumaksud tentu yang dekat dengan Medan seperti Malaysia, Thailand, atau Singapura.

Tanggal 16 September 2022 adalah hari Malaysia, yaitu hari bersatunya Sabah dan Serawak di Kalimantan Utara dengan daratan semenanjung. Peristiwa itu dimulai sejak 16 September 1963. Di hari Malaysia itu, seluruh tanah Malaysia disemarakkan dengan bendera nasional  dan negara bagian.

Meski masuk golongan usia senior dan dipanggil atok, tak bisa tidak, aku  harus ikut arus teknologi informasi. Inilah era digital zaman dimana urusan bisnis dilayani online. Alat talipon gadget, atau HP dan telunjuk jari adalah pra syarat utama. Mulai urusan beli tiket harus  searching di google, playstore, Agoda, Traveloka, OYO, di market place. 

Ringkasnya, dari kota Alor Setar di Kedah utara Malaysia, beberapa hotel yang ditawarkan Agoda di Penang aku telusuri. Mulai dari harga, lokasi, fasilitas, cara pembayaran diteliti hati-hati. Karena memang hanya transit satu malam dengan istri sepakat untuk cari hotel murah. Coba meniru turis bule  bersandal jepit mengelilingi dunia. Apalagi di kota Penang, atau disemua wilayah Malaysia layanan hotel sudah punya standar yang memadai. Pilihan prioritas ditengah kota. George Town. Akomodasi yang kita cari, selain  mudah akses ke pusat kuliner, juga dekat dengan obyek wisata kota seperti museum, rumah bersejarah, alun-alun kota, pantai pesiaran, bus stop, toko buku, mall dan plaza, semuanya harus dekat. Land mark Komtar   (Komplek Tun Abdul Razak). Selain penanda kota Penang, komtar juga pusat pesiaran kota Penang di wilayah George town. Harga hotel sengaja kami pilih yang dibawah Rp 500.000,- per malam, kalau ada yang 250 ribu lebih baik. Tentu tak ada seharga itu diakhir pekan. Apalagi di Malaysia sejak Harai Malaysia kemari nada cuti selama tiga hari.

Akhirnya pilihan jatuh pada hotel G di seputaran Georgetown, radius 1,0 km dari landmark Komtar. Mulai aplikasi dengan Isi form online, lengkapi identitas diri, nama, nomor HP, email yang aktip, paspor, kebangsaan, kartu kredit Visa. Setelah beberapa kali isi form di ulang (karena sering salah) akhirnya berhasil booking. Pembayaran dengan Visa card. Untuk buang uang biasanya fasilitas kartu kredit sangat lancar dan jarang salah. Sekejab telah keluar nomor ID registrasi xxx273546, beres. Dari Alor setar Kedah aku sudah membayangkan akan menghadap reception di hotel pilihan pada waktu check in nanti. Tunjukkan ID dan akan  terima kunci kamar, sudah dapat kamar, letak barang dan chaauuu, jalan-jalan. 
Sudah terbayang hotel seharga Rp 300an ribu permalam di tengah kota Georgetown, pastilah rumah tua, tidak apa, aku siap dengan pengalaman se horror apapun itu, apalagi tujuan bermalam memang hanya untuk transit semalam sahaja.
Dari Pelabuhan Jetty Georgetown kami naik grab, panggil pakai aplikasi dan tunggu 4 menit mobil Mitsubishi expander sudah stand by didepan kami. Hanya RM 7, dalam waktu sekitar 15 menit,  kami telah sampai hotel G.

Lumayan, lokasi memang ditengah kota, dari sana kelihatan Gedung Komtar tak terlalu jauh. Namun depan hotel agak seram, karena merupakan deretan toko zaman dahulu. Beberapa  pohon besar dan rimbun, angsana dan mahoni tua dengan daun yang menjuntai sampai ketanah.  
Suasananya adem, dan menjelang ba’da ashar bertambah aura mistis diseputar hotel. Apalagi suara goaak…gooaaak, burung gagak berterbangan kesana kemari.  Hotel nya berupa rumah toko dua pintu yang digabung. Kanan kiri hotel merupakan toko lama yang terkesan ujur dan bulukan. Ada beberapa sepeda motor parkir disebelah hotel, itupun Honda Cup tua keluaran tahun 1973. Di Medan sepeda motor macam itu disebut astuti,  Astrea Tujuh Tiga. Jenis yang sudah jarang dijumpai kecuali kolektor pemburu besi buruk. Herannya di Malaysia dimana-mana honda sejenis masih merupakan motor handal dan lihai  sebagai kenderaan ditengah kota. 
Tidak ada waitres yang menyambut kami. Bahkan pintu hotel pun tertutup rapat. Di pintu kaca hotel itu tembus pandang kedalam. Aku intai, tak seorangpun ada di desk reseptionis. Ada 2 orang Wanita yang duduk disebuah bangku diberanda luar. Sepertinya orang tersebut juga terlihat suntuk bak orang bingung. 

“Apakah tidak ada petugas hotel ini? Tanyaku”.

“Kamipun sedang menanti respon, karena order dengan online. Jawab perempuan yang agak muda.” Wajahnya seperti mau menangis.

“Bah, macam mana bisnis mereka ini? Jual jasa akomodasi tapi tak ada orangnya !  
“ Kamipun, nak kansel sahaja” tapi sudah terlanjur transfer online, tak paham cara kansel”  bagaimana pula hendak refund? sebab tak  ada sesiapapun  disini yang bisa dijumpai.
“encik datang dari mana”? tanyaku.
“Kami dari Kedah” nak melancong sahaja di pulau Pinang, semasa libur!
“Oh, kamipun baru datang dari Alor Setar di Kedah” kataku,  aku seperti dapat kawan sekampung, karena memang baru dari sana.

Tapi mereka yang dirundung malang itu, tak lama bisa bercakap-cakap. Mereka memutuskan pergi meninggalkan kami dan hotel sunyi tanpa sesiapa ini.
Kini kami tak ada orang atau pemandu siapapun. Di pintu kaca, terdapat 4 gambar barcode dan tulisan dalam Bahasa inggris. Agak lesu aku baca sekilas. Aku ambil HP dan untunglah sudah ada aplikasi QR, dan segera coba scan barcode tadi, “jepret” keluar maklumat untuk WA silahkan pakai nomor ini. Muncul tulisan nomor tertentu. Segera aku screen shoot. Untuk check in silahkan guna barcode sebelah. Aku tempelkan dan scan  QR code, dan tiba2 muncul petunjuk #66288 enter.

Selanjutnya gunakan  tombol disamping utk “main door” Selanjutnya komunikasi dilanjutkan dengan WA yang sudah dibagi number. Sekejab keluar nomor kamar di No 330. Dan instruksi selanjutnya untuk membuka pintu kamar #xxx30. Agak lega perasaan. Apapun yang terjadi, dikota ini kita sudah ada kamar bermalam pikirku.

Lantai 3, tak ada  lift untuk membantu. Tak apalah. Hari yang semakin gelap, jelang magrib semakin meremang. Hanya ada tangga dengan bordes disetiap pertengahan lantai. Untung aku dan istri tak biasa bawa barang berat. Hanya sekedar tas pakaian. Akhirnya sampai juga dilantai 3. Walau agak ngosngosan. Tapi bagus juga untuk menguju jantung sehat, pikirku. 
Kamar tujuan tidak terkunci. Bah apa pula ini?  Keadaan kamar centang perenang. Terlihat sampah bekas makan  yang ditinggal penghuni sebelumnya, masih tercecer dilantai. Handuk setengah basah tersampir di wastafel.  Padahal saat itu sudah jam 17.40 pm. Prosedur hotel dimanapun check in paling cepat jam 14.00 pm. Kamar yang dijual harus sudah kondisi VC (vacant clean) artinya sudah siap pakai. Betapa Nervous perasaan mendapatkan suasana itu. Aku nyeletuk ke istri. 

“ Ini bukan hotel online, ini cocoknya  disebut HOTEL HANTU” kataku sekenanya. Bukankah selambat-lambat nya jam 14.00 hotel sudah bersih, karena pengguna sebelumnya sudah harus check out pukul 12.00 pm.

Istri terlihat sedih, kecewa. Apalagi dia tak paham dan tak juga mau belajar prosedur2 online, marketplace, playstore, dan istilah-istilah digital yang sudah jadi  budaya generasi milenial. 

Di Alor setar, negeri Kedah yang jauh nun tersuruk di kampung dan bendang, kami mendapatkan hotel yang sangat nyaman, meski tak ada sarapan pagi. Tapi semua fasilitas sangat baik, termasuk welcome drink sarsaparilla dingin di lobby. Lantas istri mulai komen dengan sedikit ngomel.

“Terus bagaimana ini” apakah mau diteruskan menginap di hotel hantu ini?” sambal merengut.

Tenang dulu jawabku. Kita pelajari sistemnya dengan seksama. Walau aku tahu aku hanya sekedar menghibur diri utk menutupi kedongkolan.
“aku tekan tombol HP, untuk nomor yang kudapat di barcode tadi.

“hallo, tolong kamar yang disiapkan untuk kami diganti. Kamar yang nomor 330 belum di service, dan masih masih kotor”

Muncul WA jawaban segera sebagai respon, bahwa kamar lain sudah full semua. Tuan agak sabar sejenak, kamar akan segera dibersihkan.

“sorry sir, tuan akan segera dilayani. Staf akan segera datang.”
Tak lama kemudian ;
Benar. Dalam hitungan menit, seorang anak muda, tampaknya bangsa India atau Bangladesh, tergopoh-gopoh datang dan memberesi perlengkapan kamar. Kami menunggu di koridor lantai tiga dengan sedikit tenang. Setelah selesai  anak muda itu, menyemprot pewangi kamar segala dan berpesan jika ada kekurangan boleh tulis WA ke nomor tadi.

“ thank you guys”, what is your name?’ tanyaku.
“ My nama Anand” jawabnya. Diapun berlalu. Ada rasa bersalah.
Setelah itu ;
Kami gunakan semua peralatan yang ada, mulai kamar mandi, TV, dan AC, akses wifi, dll. Selepas itu kami pun memutuskan jalan-jalan makan angin dan cari makan malam.

Seputaran jalan Argyl itu memang ditengah kota. Sekejab saja sudah sampai di jalan Penang dan ada akses bus stop mau kemana saja.Tentu dengan adanya akses itu memudahkan kami hendak kemana saja. Turis bule lalu Lalang berseliweran diseputar tempat ini. Untuk pijat refleksi dan sauna, bertabur disisi kanan hotel kami hanya jarak 200 meter saja. Kami pun menggunakan waktu yang ada untuk makan, duduk dipesiaran jalan Transfer, jalan Burmah, jalan Penang, dan lain-lain.
Pukul 21.00 kami Kembali kehotel “hantu”. Tetap saja tak ada orang atau petugas satupun di reseption, atau tenaga keamanan di beranda maupun dipintu masuk.

Karena sudah paham caranya, kubuka monitor HP untuk melihat No kode masuk di main door. Kode-kode tadi sudah ku screenhoot untuk memudahkan mencari di gallery image. Meskipun memang “hantu” yang manyambut kami, perasaan malah senang. Lampu di Lobby yang kosong itu terang benderang, hawa AC juga sejuk sekali. Di lantai bawah ada dapur. Disana  tersedia dispenser untuk ambil air sejuk dan air panas. Saklar listrik untuk charger batere HP tersedia. Kami melayani sendiri keperluan seperti rumah sendiri. Malah  aku bilang sama istri ini hotel seperti milik kita. Duduk sekitar satu jam di lobby sambil membuka komunikasi WA ke teman-teman, sempat kami berpapasan dengan penghuni lain yang menginap di hotel. 

Ada sempat kami lihat 3 keluarga yang keluar dan masuk, ada pasangan muda, ada pula keluarga muda dengan satu anak. Ada yang datang  berjalan kami, ada yang naik grab, ada pula yang memarkir mobilnya didepan hotel. Iseng-iseng aku malah foto-foto, berlagak seperti petugas receptionis hotel. Istriku yang mengambil foto, ada juga yang aku selfie sendiri. Kemudian aku bilang, kalau ada yang iseng pura-pura nginap disini, karena tarif  murah, kemudian mencuri laptop atau barang-barang di reseption ini gimana ya?b“ pasti mereka punya system pengawasan” istri ku mengingatkan.

Aku mulai mengamati sekitar lobby, atas bawah. Dinding kanan dan kiri. Eh, bener kata istri ku. Ada kamera di beberapa sudut yang mengarah ke tempat kami duduk. Ada yang mengarah ke pintu, dll.
“ kubilang sama istri, mungkin mereka sudah mengamati kita sejak tadi disuatu tempat” dalam hati bergumam “ dasar hotel hantuu” penghuninya tidak terlihat, tapi dia bisa mengamati kita.

Jam 22.00 pm kami masuk kamar di lantai tiga. Masalah lain lagi muncul. Alamak, AC tidak menyala. Akhirnya setengah putus asa, aku buka daun jendela lebar-lebar. Masih juga gerah, maklum dikota pasti kurang oksigen. meskipun sudah kubilang didepan hotel ada pohon besar dengan rerimbunan daun, dari jendela memandang keluar malah bertambah seram suasananya. Rupanya sangat berbeda, aura di desa atau dihutan sekalian ketika kita menyatu dengan alam, punya kesan khusus. Tapi di kota besar, ada rimbun pohon, dan suasana Gedung tua, sunyi pula, membuat bulu kuduk bergidik. Emangnya ada hantu kota ..? pertanyaan yang tak perlu aku jawab.

Untunglah setelah aku WA kenomor tadi, tak lama datang seorang lelaki setengah tua, botak, pakai masker dan tidak banyak bicara. Ini tampak posturnya seperti keturunan cina. Sudah setengah tua dan layak dipanggil akong. Dia lalu ambil remote AC, kemudian pergi. Muncul lagi beberapa saat dengan remote baru, pencet! AC langsung nyala, dia hanya bilang is Ok? Yes sir, please adjust the temperate to 18 C. Dia serahkan remote ketanganku dan ngeloyor pergi.

Rupanya inilah yang dikata orang sekarang era digital. Zaman dimana generasi milenial lebih ligat dari kita yang senior. Francis Fukuyama, maupun Rheinald Kashali selalu bilang “disruption”, masa dimana kita  tidak akan dilayani manusia, tetapi oleh robot dan segala macam piranti hasil artificial intelegence, smart engine atau mesin pintar. Kayaknya keterlaluan, cari uang tapi tak mau melayani dengan kontak sosial. 

Bisa tak laku hotel “Hantu” ini, kalau kau sombong kepada customer. Tidak! Asumsi itu tak benar. Buktinya Hotel G tempat kami menginap selalu full book dan hari ini juga  terbukti full, sampai teman yang dari Kedah tak kebahagian kamar.
Huuh, bersyukur juga akhirnya di usia senior diatas 67 tahun, aku  masih bisa mengikuti budaya baru ini. Nanti,  didepan masa, manusia akan memasuki era digiotal dan robotic, sekarang sudah mulai masuk  budaya krypto, bitcoin, genom, metaverse,  bahkan pengembaraan dengan  kaca ocullus.
Inilah pengalaman baru bagi kami. Masuk  Hotel, membayar duluan, tak lihat uangnya, check in, mandi, tidur  dan check out tanpa ketemu manajemen. Tak ketemu pengelola, manager, recepsionis, ataupun security. Bahkan dinegara maju dimasa yang akan datang, kita akan diantar kemanapun dengan mobil yang juga tanpa supir? Masya allah !
Terimakasih kota Georgetown Penang.

Terimakasih hotel “HANTU” setidaknya itulah istilahku untukmu pada awal bertemu. Baru kusadari kaulah hotel DISRUPSI, bisnis akomodasi di era industry 4.0 era teknologi informasi. Syukur sebagai senior aku mendapat pelajaran disrupsi dari mu Hotel HANTU, bukan hantu orang bunian, tetapi hantu teknologi digital.
The Old Soldier is Never Die, di kampung kita ada  istilah yang juga menantang, apakah itu? Adalah Ini.

 “The Old like Taros, more and more mature will be more fruitfulls”.  Kuterjemahkan arti harfiahnya Tua-tua Keladi, semakin Tua semakin Menjadi. Biar tua, tapi tak mau ketinggalan informasi.

Georgetown, Penang 17 September 2022
Soekirman.**