Matahari Kembar di Ditjen Minerba KESDM, CERI; Penegak Hukum Mesti Mencermati Potensi Kerugian Keuangan Negara

Matahari Kembar di Ditjen Minerba KESDM, CERI; Penegak Hukum Mesti Mencermati Potensi Kerugian Keuangan Negara

Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengharapkan agar Presiden Jokowi segera memberikan teguran terhadap Menteri ESDM, Mendagri dan Menteri PAN RB terkait berlarutnya keadaan rangkap jabatan Ridwan Djamaluddin sebagai Dirjen Minerba Kementerian ESDM sekaligus secara bersamaan sebagai Pj Gubernur Bangka Belitung. 

“Karena saat ini sudah terjadi dualisme atau matahari kembar di Ditjen Minerba Kementerian ESDM dengan Plh Dirjen Minerba Idris Sihite yang juga merupakan Kepala Biro Hukum Sekjen Kementerian ESDM. Gimana mau beres tata kelola Minerba kita, jika masih dirangkap jabatan, termasuk soal DMO (Domestic Market Obligation) batubara untuk PLN dan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya)  ribuan penambang setiap tahunnya," ungkapnya kepada media, Jumat (16/9/22).

Lebih lanjut Yusri mengutarakan, lantaran kentalnya konflik kepentingan dari posisi rangkap jabatan itu, berpotensi tidak sehatnya tata kelola di Ditjen Minerba maupun di Pemeritahan Provinsi Bangka Belitung.

“Tentu publik bertanya-tanya apakah karena Ridwan Djamaludin dekat atau orangnya pak Luhut Binsar Panjaitan boleh rangkap jabatan dan Presiden diam saja?,” imbuh Yusri.

Sebelumnya, pada 17 Mei 2022, sejumlah pengamat menilai rangkap jabatan Ridwan Djamaluddin sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung tidak etis dan berpotensi memicu konflik kepentingan.

Menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan pelantikan seorang pejabat aktif Dirjen Minerba menjadi kepala daerah merupakan hal yang melanggar etika.

Ahli Hukum Pertambangan, Ahmad Redi pun sudah angkat bicara kala itu. Ia kala itu mengatakan, yang perlu menjadi catatan yakni, ketika Ridwan menjabat sebagai PJ Gubernur Bangka Belitung, maka potensi konflik kepentingannya cukup tinggi. Apalagi wilayah Babel merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

“Menurut saya ketika Dirjen Minerba jadi pejabat sementara Bangka Belitung potensi konflik kepentingan itu ada, karena satu, Babel itu merupakan salah satu wilayah yang menghasilkan timah,” katanya.

Terkait hal itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif berharap agar pengangkatan Ridwan sebagai PJ Gubernur Babel tidak mengganggu kinerja Ridwan dalam memimpin Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Apalagi posisinya saat ini juga memegang peranan penting dalam memimpin Bangka Belitung.

“Mudah mudahan enggak tapi kita lihat saja perkembangannya,” kata Arifin saat ditemui gedung Kementerian ESDM, Jumat (13/5/22).

 

Selain itu, menurut Yusri membeberkan telah terjadi pembiaran rangkap jabatan dan sejumlah dampak atas rangkap jabatan itupun sudah terjadi.

“Sudah lama ada yang mengingatkan seperti itu, kenapa ada pembiaran hingga saat ini. Sekarang bahkan infonya banyak pejabat Minerba harus ke Bangka Belitung untuk rapat dengan Dirjen Minerba. Tentu ini adalah pemborosan anggaran yang tidak perlu,” jelas Yusri Usman.

Selanjutnya Yusri juga mengutarakan, kinerja Ridwan Djamaludin sebagai Dirjen Minerba masih tanda tanya besar bagi publik. 

“Dia tidak rangkap jabatan saja pernah terjadi krisis pasokan batubara ke PLN, karena banyak penambang tidak merealisasikan pasokan sesuai DMO. Jadi apa hebatnya dia harus tetap dipertahankan sebagai Dirjen Minerba?,” tukas Yusri.

Malah, kata Yusri, pasca disepakatinya UU Minerba pada 12 Mei 2020 lalu oleh DPR RI juga telah mengundang munculnya penambangan ilegal, karena izin tambang galian C tidak didelegasikan ke Pemerintah Daerah.

“Pasca disepakatinya UU Nomor 3 Tahun 2020 itu banyak material yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur berasal dari tambang ilegal,” ungkap Yusri.

Lebih lanjut Yusri mengatakan, kekacauan semacam itu, tentu tidak dapat dilepaskan dari peran seorang Dirjen Minerba sebagai “jenderal” lapangan dalam menggodok regulasi di bidang Minerba. 

Lebih lucu lagi, Yusri menuturkan, Plh Dirjen Minerba Idris Sihite pada 8 Agustus 2022 memimpin penandatanganan Berita Acara Serah Terima Perizinan dan Non Perizinan, dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Pemerintah Provinsi. 

“Jadi yang menyerahkan dokumen adalah Plh Dirjen Minerba dan yang menerima adalah Dirjen Minerba, karena sebagai Dirjen Minerba definitif, Ridwan Djamaludin rangkap jabatan sebagai Gubernur Bangka Belitung. Padahal pendudukan Indonesia lebih dari 250 juta orang, apa mesti begini kita,” sindir Yusri. 

“Lagi pula yang setia pada Jokowi kan ada tuh Ruhut Sitompul atau Ali Muchtar Ngabalin, kan bisa itu diangkat jadi Dirjen Minerba, supaya jelas siapa penanggung jawab sektor pengelolaan sumber daya alam kita ini,” ujar Yusri lagi.

 

Yusri menjelaskan, Pasal 35 ayat 4 UU Minerba Nomor 3 tahun 2020 jelas menyatakan bahwa Pemerintah Pusat Dapat Mendelegasikan Kewenangan Pemberian Perizinan Berusaha di Sektor Pertambangan kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini provinsi.

“Nah, jika Plt Gubernur dapat pelimpahan kewenangan apakah itu bukan telah terjadi konflik kepentingan yang nyata?, dari dia untuk dia,” kata Yusri. 

Yusri melanjutkan, Presiden Jokowi sejak awal memerintah selalu menyatakan jangan rangkap jabatan, karena menjabat satu jabatan saja belum tentu bisa menyelesaikan beban tugasnya.

Sementara itu, Yusri mengatakan dalam beberapa hari ini, ia kerap menerima undangan webinar dengan tema seputar pengelolaan sumberdaya alam terkhusus minerba. Hampir pada setiap undangan itu, mencantum Ridwan Djamaludin sebagai Dirjen Minerba sebagai pembicara.

“Awalnya saya terkaget melihat kedua webinar acara ini bahwa Ridwan Djamaludin masih sebagai Dirjen Minerba, meskipun sudah ada Plh Dirjen Minerba Idris Sihite SH yang merangkap sebagai Kepala Biro Hukum Sekjen Kementerian ESDM. Anehnya lagi, Menteri ESDM, Mendagri dan Men PAN RB membiarkan kondisi ini berlangsung," katanya. 

Maka dari itu, Yusri menyatakan pihaknya meminta penegak hukum mencermati potensi penyalahgunaan wewenang dari rangkap jabatan ini yang bisa merugikan keuangan negara. 

“Terutama terkait kewenangan pemberian izin tambang, persetujuan RKAB, DMO  dan rekomendasi ekspor batubara dan mineral lainnya,” ucap Yusri.

Terlebih lagi, lanjut Yusri, pada tahun lalu, Dirjen Minerba merupakan ujung tombak mengelola penerimaan negara dari sektor Minerba senilai Rp 124,5 triliun.

“Tahun ini diperkirakan ada windfall dari kenaikan harga batubara dunia, diperkirakan nilai penerimaan negara bakal melambung hingga melebihi Rp 150 triliun. Bayangkan ini dikelola oleh seorang Dirjen yang rangkap jabatan sebagai Pj Gubernur,” pungkas Yusri.**