REPELITA Soroti Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan

Bencana Ekologis Di Depan Mata, Lapangan Merdeka Di Gali, Di Lubangi, Pepohonan Di Tebangi

Bencana Ekologis Di Depan Mata, Lapangan Merdeka Di Gali, Di Lubangi, Pepohonan Di Tebangi

Photo : Logo Relawan Peduli Lingkungan dan Tanggap Bencana DPP Satu Betor (REPELITA)

Medan - Bila tak ditanggulangi serius, krisis besar lingkungan mengancam populasi manusia.

Dalam beberapa dekade terakhir, utamanya sejak 1850, bumi mengalami eskalasi pemanasan yang cukup signifikan. Tingkat pemanasan rata-rata selama 50 tahun terakhir meningkat drastis, yang jika dispekulasikan hampir meningkat dua kali lipat dari rata-rata 100 tahun sebelumnya.  Temperatur rata-rata global naik sebesar 0,74 derajat Celsius selama abad ke-20, secara umum pemanasan lebih dirasakan di daerah daratan ketimbang lautan. 

United Nations Climate Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia, pada 31 Oktober hingga 13 November 2021 lalu, melalui Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), merilis terkait laporan perubahan iklim global. 

Dalam laporan 4.000 halaman yang melibatkan 234 ilmuwan dari 66 negara tersebut menyebutkan bahwa kenaikan suhu akibat pemanasan global akan mendekati level 1,5 derajat Celsius atau bahkan melampauinya mendekati level 2 derajat Celsius pada 20 tahun mendatang (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Report, 2021). 

Jika mengacu pada pada laporan di atas, maka konsekuensinya cuaca panas yang ekstrem akan mencapai ambang batas toleransi kritis untuk pertanian dan kesehatan, pertanian dan kesehatan dalam waktu tertentu akan menjadi hal memprihatinkan dan mengenaskan bagi kehidupan umat manusia.

Walaupun efek perubahan iklim dan konsekuensi pemanasan global tidak dapat dimengerti secara pasti dan stabil, namun beberapa efek langsung dari peningkatan temperatur dapat diidentifikasi, misalnya terkait peningkatan penyakit. Kondisi iklim yang tidak stabil juga akan berefek pada peningkatan kejadian bencana alam, seperti badai, angin siklon, puting beliung, kekeringan, dan kebakaran hutan. 

Kesemuanya itu akan berdampak terhadap kesehatan fisik dan mental psikologis masyarakat. Pola iklim yang terganggu juga menyebabkan efek tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hujan yang dapat berakibat pada bencana banjir, secara tidak langsung dapat menyebabkan penyakit perut. 

Hal itu terjadi dikarenakan sumber mata air dan penyediaan air bersih, penyakit malaria, demam berdarah dengue, chikungunya dan penyakit lainnya yang ditularkan melalui rodent seperti leptospirosis. Efek ini menjadi sangat serius jika terjadi pada daerah dengan mayoritas penduduk miskin.

Johan Merdeka Aktifis Relawan Peduli Lingkungan Hidup dan Tanggap Bencana (REPELITA) DPP Satu Betor mengatakan bahwa berdasarkan catatannya,
BNPB terdapat 2.925 kejadian bencana di Indonesia, yang didominasi oleh bencana jenis hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, angin putting beliung, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. 

Bila tak ditanggulangi secara serius dan sistematis, krisis besar lingkungan, apalagi akhir akhir ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Medan melakukan penebangan pohon di lapangan Merdeka dan terakhir di jalan Halat tanpa kajian yang jelas. Selasa (23/8/2022)

"Sangat disayangkan, apa yang dilakukan Pemko Medan atas kebijakan Bobby Nasution untuk merevitalisasi Lapangan Merdeka sudah di luar akal sehat, dimana salah satunya adalah penghancuran Titik Nol Kota Medan yang merupakan bagian dari situs sejarah, penebangan penebangan pohon tanpa ada kajian akademik terlebih dahulu  yang harus nya tidak terjadi, karena Medan saat ini butuh serapan air dimana mana di tengah mulai masuknya Musim Penghujan , bukan penebangan penebangan pohon seperti yang dilakukan dinas terkait" ungkapnya

Diki Kasi Penghijauan DKP Kota Medan mengatakan bahwa pohon yang di tebang akan di ganti yang baru

"Penggantian pohon baru bang, Untuk kayu bekas tebangan dikirim ke taman  cadika medan johor" ujarnya.**