Oknum BPN Kasus Andi Putra Belum Tersangka, ARIMBI; Akan Selamatkah Oknum BPN dalam Kasus Tamsir?

Oknum BPN Kasus Andi Putra Belum Tersangka, ARIMBI; Akan Selamatkah Oknum BPN dalam Kasus Tamsir?

Pekanbaru - Sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bupati Nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Rabu (25/5/22), dalam sidang pemeriksaan saksi kasus suap yang berkaitan dengan izin perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA) ikut bersaksi Kabid Pemetaan Kanwil BPN Riau dan juga Plt Kepala Kantor BPN Kuansing.

Sayang sampai saat ini belum terdengar oknum Badan Pertanahan Negara (BPN) ini yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak khususnya di Riau.

Padahal dalam pertanyaan saat sidang itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap dari saksi soerang Kabid Pemetaan Kanwil BPN Riau, Dwi Handaka, telah menerima suap secara bertahap dari PT AA. Tahap pengukuran Dwi mengaku menerima Rp50 juta, disusul kemudian Rp 50 juta, kemudian terakhir saat proses perpanjangan dirinya menerima lagi uang sebesar Rp20 juta.

Pengakuan ino setelah dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan tersebut. ''Saudara tidak mengakui, tapi kemudian merevisi BAP bahwa akhirnya mengakui telah menerima. Berapa total saudara saksi menerima,'' tanya JPU.

''Rp120 juta pak, sudah saya kembalikan usai muncul kasus ini,'' ungkap Dwi.

Ketika JPU bertanya mengapa mengembalikan, saksi menjawab karena merasa bukan haknya. Ketika ditanya untuk apa uang itu digunakan, saksi menjawab untuk keperluan kantor seperti penggantian plang nama kantor yang sudah rusak. JPU juga mencecar saksi bahwa lembaga pemerintah tidak menerima CSR ketika saksi mengaku menerima uang itu karena menganggapnya semacam uang CSR.

Kasus Suap Andri Putra  Kasus suap Bupati Nonaktif Andi Putra ini  bermula saat ditemukannya masalah dalam upaya perpanjangan HGU PT AA, terutama soal kewajiban pembangunan kebun kemitraan di desa-desa wilayah operasi minimal 20 persen.

Kebun itu sendiri sudah dibangun, namun hanya di wilayah Kampar, padahal, sebagian kebun PT AA masuk ke wilayah Kuansing. Sebagai salah satu kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU, sesuai tertuang dalam dakwaan, pada ekspose tersebut Kakanwil ATR/BPN Riau Muhammad Syahrir menyebutkan, dibutuhkan surat rekomendasi persetujuan dari Bupati Kuansing Andi Putra.

Andi Putra sendiri didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana trlaj diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, lalu terhadap oknum BPN ini mereka didakwa apa ya?. Dan saat ini Andi Putra sudah divonis 5,7 Tahun.

Kemudian dalam kasus lain Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka dalam kasus kasus dugaan penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu.

Tersangka pertama adalah Pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi (SD). Penetapan SD sebagai tersangka ini tertera dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-40/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022.

Sedangkan tersangka kedua adalah Bupati Indragiri Hulu (Inhu) periode 1999-2008, Raja Tamsir Rachman (RTR). Hal ini berdasarkan dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 17 Mei 2022 jo. TAP-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 19 Juli 2022.

"Berdasarkan hasil penyidikan, bahwa pada 2003, SD selaku Pemilik PT Duta Palma Group, yakni PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani, melakukan kesepakatan dengan RTR selaku Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008," ungkap Ketut dalam keterangan tertulis yang dilihat redaksi kabarriau/babe, Senin (1/8/22).

Kesepakatan keduanya yakni untuk memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan SD di Kabupaten Indragiri Hulu di lahan yang berada dalam kawasan hutan, baik Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Penggunaan Lainnya (HPL).

Hal ini dilakukan dengan cara membuat kelengkapan perizinan terkait Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya Izin Prinsip, AMDAL dengan tujuan untuk memperoleh Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan HGU.

"Selain itu, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU serta PT Duta Palma Group tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20% dari total luas areal kebun yang di dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007," bebernya. 

 Kegiatan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group tersebut, lanjut Ketut, mengakibatkan kerugian perekonomian negara yakni hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya telah memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomiannya serta rusaknya ekosistem hutan.

Menyikapi hal ini Kepala Suku yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) Mattheus, S, menyebut dalam kasus ini tentunya keterlibatan BPN dalam pengurusan izin itu diduga ada.

“Apakah pihak Kejagung akan menetapkan oknum BPN jadi tersangka atau seperti kasus Andi Putra yang sampai saat ini belum kita dengar oknum BPN jadi tersangka,” kata Kepala Suku ARIMBI di Pekanbaru, Selasa (2/8/22).

Dalam kedua kasus ini info yang didengar ARIMBI ada “campur tangan“ perusahaan raksasa di Riau, sebenarnya kalau iya ada ‘campur tangan’ pihak lain dalam penguasaan lahan ini sangat kita sayangkan,” pungkas pegiat lingkungan ini.**