Kasi Pidum Tak Menjawab

Mantap, JPU di Pekanbaru Tuntut Terdakwa Melanggar UU Perlindungan Konsumen 3 Bulan

Mantap, JPU di Pekanbaru Tuntut Terdakwa Melanggar UU Perlindungan Konsumen 3 Bulan

Pekanbaru - Dikonfirmasi Kasi Pidum, Zulham Pardamean Pane terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Sri Rohana alias Hui Ting,  warga Jalan Tanjung Datuk, Kota Pekanbaru, dituntut pidana penjara selama 3 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pane tidak menjawab.

Maaf agak nyeleneh menanya, “Apakah tidak “ketinggian” tuntutan JPU soalnya Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a, f dan g Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman pidananya selama “5 bulan? penjara,” demikian konfirmasi redaksi kabarriau/babe mengingatkan  UU ini ada Pane Selasa (27/7/22) malam hingga siang ini Rabu (27/7/22) tidak dijawab.

Menjadi tanda tanya publik ketika seorang Kasi Pidum diam dikonfirmasi terkait tuntutan JPU terhadap tersangka ini bahkan ada juga yang menduga tuntutan JPU “tidak berkeadilan”, pasalnya banyak yang tahu kalau tuntutan Perlindungan Konsumen itu ancaman pidananya selama 5 tahun penjara “ini ada apa ya?.

Salah satu media (enampuluhcom) merilis pantas kalau Sri Rohana alias Hui Ting terlihat tenang ketika dituntut pidana penjara selama 3 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Ananda Hermila SH, di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, pada Selasa (26/7/22), pasalnya terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana memproduksi dan mengedarkan kosmetik tanpa izin atau ilegal yang acmana hukumannya selama 5 tahun.

"Menuntut pidana terhadap terdakwa Sri Rohana alias Hui Ting dengan pidana penjara selama tiga bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata JPU Ananda.

Menurut JPU, wanita keturunan tionghoa itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana memproduksi dan mengedarkan kosmetik tanpa izin atau ilegal. Meskipun begitu, tuntutan 3 bulan penjara tersebut, jauh dari ancaman pidana semestinya. Yang mana, berdasarkan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a, f dan g Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman pidananya selama 5 tahun penjara.

Kalau dilhat dari berbagai sumberPasal 62 ayat (1) itu menyebutkan, “pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar”.

Dipantau media, Hui Ting yang berstatus terdakwa itu, mengikuti jalan sidang tuntutannya secara virtual dari sel tahanan. Sedangkan majelis hakim yang dipimpin oleh Dahlan SH MH, JPU dan penasehat hukum terdakwa, berada didalam ruang sidang.

JPU Ananda dalam tuntutannya menyatakan, terdakwa Sri Rohana alias Hui Ting telah terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja untuk memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan undang-undang, dan tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut, tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.

Atas tuntutan JPU itu, kuasa hukum terdakwa Dwipa SH langsung menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) secara lisan untuk kliennya. Atas hal itu, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga Senin (1/8/22) mendatang, dengan agenda pembacaan putusan.

"Sidang kita tunda hingga Senin (1/8/2022)," ucap Hakim Dahlan sambil mengetuk palunya, pertanda sidang ditutup. Kronologis : >>> Selanjutnya..

 

Dilansir media enampuluhcom, diketahui, dalam dakwaan JPU, perbuatan yang dilakukan terdakwa Hui Ting itu, dilakukannya sejak tahun 2014 hingga Februari tahun 2022, bertempat di sebuah ruko yang berada di Jalan Tanjung Datuk Nomor 79, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru. Perbuatannya itu, dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Berawal pada bulan Desember 2014, terdakwa Hui Ting mendirikan CV HT yang terdaftar dalam usaha perdagangan alat tulis kantor. Dia juga menggunakan CV HT tersebut untuk melakukan usaha memproduksi dan menjual barang-barang farmasi atau kosmetik. 

Selanjutnya, terdakwa Hui Ting di ruko itu, dijadikannya sebagai kantor dan tempat memproduksi serta memperdagangkan barang-barang farmasi atau kosmetik merek HT.

Barang-barang farmasi dan kosmetik yang produksi dan di jualnya, terdiri dari dua macam produk yaitu, produk cairan kebersihan dan kosmetik.

Untuk produk cairan kebersihan ada 7 merk. Diantaranya, HT Flies Out (cairan pengusir lalat dengan aroma serai), HT Anti Bacteria, HT Fabric Softener (pewangi pakaian) dan HT Diswashing Liquid (Cairan cuci piring). Lalu, HT Foot Cleaner (cairan pembersih lantai), HT Hand Soap Liquid (cairan sabun mandi) dan terakhir HT Body wash 3 in 1 (cairan sabun mandi dan shampoo).

Sedangkan untuk produk kosmetik, ada tiga merk. Diantaranya, masker rambut dengan merk Secret Mask ukuran 200 ml, shampoo dengan merk Secret Mask ukuran 200 ml dan  serum rambut dengan merk Secret Mask ukuran 100 ml.

Kedua jenis produk tersebut, pengolahan dan memproduksinya, dilakukan oleh terdakwa Hui Ting sendiri. Ia melakukan itu hanya berdasarkan pengalaman kerjanya saat di negara tetangga, yakni Malaysia.

Tidak sampai disitu, terdakwa Hui Ting  belum memiliki sertifikasi CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik), sebagai persyaratan dalam melakukan pembuatan produk farmasi atau kosmetik. Dan produk-produk hasil produksi yang diperolehnya, tidak pernah dilakukan pemeriksaan secara laboratorium sebelum melakukan peredaran atau penjualan.

Selain itu, produk-produk hasil produksi perusahaan terdakwa Hui Ting belum memiliki izin edar untuk diperjual belikan.

Ia menjual produk cairan kebersihan tanpa izin edar dengan cara menjual langsung kepada Konsumen. Dengan cara, diantarkan ke alamat yang pembayarannya dilakukan secara cash atau transfer via rekening milik terdakwa Hui Ting. Sementara produk kosmetik, di jualnya langsung via online.

Dari menjual Kosmetik tanpa izin edar itu, terdakwa Hui Ting memperoleh keuntungan lebih kurang Rp 5,5 juta. Dalam pengakuannya, ia sudah mengetahui tidak boleh menjual Kosmetik tanpa izin edar. Dakwaan Terdakwa dilihat dari web SPP PN Pekanbaru >>> Sekanjutnya…

 

Dilihat dari situs SIPP PN Pekanbaru, terdakwa memperoleh keuntungan dari menjual Kosmetik tanpa izin edar dan lebih kurang Rp 5.5 juta dan terdakwa sudah mengetahui tidak boleh menjual Kosmetik tanpa izin edar.

Perbuatan terdakwa  sebagaimana  diatur  dan  diancam  pidana  dalam Pasal 197 Jo Pasal 106 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. 

Terdakwa dengan sengaja untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standaryang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan undang-undan karena memproduksi serta memperdagangkan barang-barang farmasi atau kosmetik tersebut.

Adapun barang-barang farmasi dan kosmetik yang terdakwa produksi dan jual terdiri dari 2 macam produk yaitu produk cairan kebersihan yaitu :

  1. HT Flies Out (cairan pengusir lalat dengan aroma serai);
  2. HT Anti Bacteria;
  3. HT Fabric Softner (pewangi pakaian);
  4. HT Diswashing Liquid (Cairan cuci piring);
  5. HT Foot Cleaner (cairan pembersih lantai);
  6. HT Hand Soap Liquid (cairan sabun mandi);
  7. HT Body wash 3 in 1 (cairan sabun mandi dan shampoo)

Untuk produk kosmetik :

  1. Masker rambut dengan merk Secret Mask;
  2. Shampoo dengan merk Secret Mask;
  3. Serum rambut dengan merk Secret Mask

Perbuatan terdakwa  sebagaimana  diatur  dan  diancam  pidana  dalam Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a , f dan g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.**