“Dugaan Ilegal Mining PT Rifansi Dwi Putra di Rohil”

Polda; Pidana Tidak Ada Karena Tidak OTT. CERI; BB Segudang Membuat Publik Bingung?

Polda; Pidana Tidak Ada Karena Tidak OTT. CERI; BB Segudang Membuat Publik Bingung?

Pekanbaru - Sebelumnya pihak Polda Riau memberikan keterangan pada media terkait dugaan tambang ilegal PT Batatsa Tunas Perkasa (PT BTP) dan PT Bahtera Bumi Melayu (PT BBM), tidak ditemukan pidana karena tidak tangkap tangan. Namun kabarnya sampai saat ini pihak Polda Riau masih terus mendalami kasus tersebut.

Diketahui PT BTP dan PT BBM adalah pemasok tanah urug untuk kebutuhan penyiapan wellpad PT Pertamina Hulu Rokan melalui vendor PT Rifansi Dwi Putra.

Proses laporan kasus ilegal mining yang berawal dari Laporan CERI Sekretaris Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), ke sejumlah pihak termasuk ke Kepolisisan ini jalan ditempat sampat sekarang.

Membuktikan ilegal mining ini Tim CERI dan LPPHI pada 21 Januari 2022 lalu melihat dan mendokumentasikan langsung bekas lokasi pengurugan tanah di Banjar XII Kecamatan Tanah Putih Rokan Hilir.

Dilansir berbagai media, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Ferry Irawan, dalam jumpa pers yang dihadir Kabid Humas Polda Riau Kompol Sunarto pernah menyatakan, “menurut Undang Undang Minerba, jika kegiatan yang tertangkap tangan melakukan aktivitas, baru bisa masuk unsur pidananya”.

Tentunya pernyataan Polda Riau tidak menemukan pidana tersebut memantik pertanyaan sejumlah pihak, termasuk Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Sepriadi, bahkan beliau menyayangkan pernyataan Polda Riau tersebut.

“Jika Direskrimsus Polda Riau mengatakan pihaknya menunggu keterangan ahli, mengapa Direskrimsus berani mengeluarkan pernyataan itu di media lebih dini, apa tidak membuat publik bingung?,” ungkap Hengki pada media ini Senin (18/7/22).

Menurut Hengki soal tertangkap tangan atau ‘op heterdaad’ itu adalah mengenai kecukupan bukti permulaan untuk bisa langsung diadakan penyidikan termasuk upaya paksa langsung ditahan jika ancaman pidana atau perbuatannya memenuhi ketentuan pasal 21 ayat 4 KUHAP.

“Jadi kalaupun tidak tertangkap tangan, penyelidikan bisa dilakukan untuk mencari dan menemukan bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke penyidikan,” kata Hengki.

Sambung Hengki,  terduga pelaku sendiri sudah membuat surat pengakuan melakukan perbuatan itu meskipun kemudian dicabut tanpa alasan yang sah menurut hukum, “yang jelas mereka tidak dipaksa membuat surat itu,” katanya.

“Kan banyak saksi termasuk pembeli atau penadah material hasil penambangan ilegal itu, pihak pengangkut dan seterusnya, alat bukti fisik masih ada berupa bekas galian dan lain-lain termasuk surat-surat,” ulas Hengki.

Mengenai kasus dugaan tambang ilegal PT Batatsa Tunggal Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu tersebut, Hengki membeberkan, “CERI lah yang pada awalnya melapor ke Inspektur Tambang Provisi Riau”.

Awalnya CERI mendatangi kantor Inspektur Tambang Riau di Jalan Arifin Ahmad pada 7 Januari 2022. Lantaran tidak bertemu dengan inspektur tambang, CERI lantas berkomunikasi dengan Inspektur Tambang Provinsi Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari melalui sambungan telepon.

“Kami sampaikan laporan tersebut ke Inspektur Tambang Riau. Laporan kami tersebut berdasarkan informasi yang kami peroleh dari masyarakat dan kami juga telah turun ke lapangan. Selain itu juga karena adanya laporan penghentian operasi terhadap kedua IUP tersebut atas perintah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rokan Hilir pada 6 Desember 2021, karena belum ada ijin lingkungannya,” ungkap Hengki

“Laporan kami tersebut kemudian ditindaklanjuti Inspektur Tambang Riau. Lantas mereka memanggil kedua perusahaan itu. Pada tanggal 11 Januari 2022 pagi dihadiri dari Ditreskrimsus Polda Riau, kedua perusahaan itu membuat pernyataan bahwa mereka akan menghentikan kegiatan pengurugan tanah. Namun pada sore harinya, mereka kembali membuat pernyataan di atas meterai yang mencabut pernyataan mereka pada 11 Januari 2022 pagi itu, apakah tindakan itu sama saja membangkang pada aparat penegak hukum?”, ungkap Hengki.

Inspektur Tambang Riau mengirim semua pernyataan kedua perusahaan tersebut kepada CERI, termasuk pernyataan yang mencabut pernyataan awalnya itu.

Mungkin karena ada pencabutan surat pernyataan itulah kemudian menurut Hengki, Inspektur Tambang Riau mengundang Ditreskrimsus Polda Riau untuk meninjau lokasi kedua tambang tersebut di Kabupaten Rohil pada 12 Januari 2022.

Bahkan menurut Hengki, pada saat Inspektur Tambang dengan pihak petugas Polda ada di lokasi, sekitar jam 15.51 WIB, ia sempat bertanya pada Inspektur Tambang apakah perusahan tersebut masih melawan? Inspektur Tambang pun menjawab, masih.

Hengki kemudian bertanya lagi, petugas Polda apa sikapnya? “Inspektur tambang hanya menjawab kami masih di lapangan,” tutur Hengki.

Semua dialognya dengan Inspektur Tambang Riau itu menurut Hengki masih tersimpan hingga saat ini. “Jika diperlukan siap diperlihatkan,” kata Hengki.

Sehingga kata Hengki, jika penjelasan Humas Polda kemaren di lapangan bahwa tidak ada kegiatan apapun, apa mungkin Inspektur Tambang berbohong kepadanya?.

Kegiatan pengurugan tanah oleh PT BTP dan PT BBM menurut Hengki setidaknya selain diduga melanggar Pasal 160 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan telah melanggar Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH karena beroperasi tanpa ijin lingkungan, jika tak bayar pajak tambang, maka termasuk melanggar Peraturan Gubernur tentang pajak dan retribusi daerah.**