Proyek Pipanisasi Transmisi Inhil, Segera Tersangkakan SF Haryanto dan Muhammad

Proyek Pipanisasi Transmisi Inhil, Segera Tersangkakan SF Haryanto dan Muhammad

Kabarriau Pekanbaru - Proses penyidikan kasus korupsi pipanisasi transmisi di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2013 lalu sudah menetapkan tiga orang tersangka dengan satu tersangka masih misterius. Namun siapa satu tersangka yang masih misterius tersebut menjadi pertanyaan publik, apakah SF Hariyanto yang ketika itu menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau atau Muhammad yang menjabat Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR.

Muncul desakan dari publik, terkait kasus pipanisasi tersebut supaya SF Hariyanto dan Muhammad yang sekarang merupakan wakil,  Bupati Bengkalis, untuk segera ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Kriminal Khusus  (Dirkrimsus) Polda Riau menyusul tersangka lain yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Karena kedua orang tersebut merupakan petinggi sekaligus pengambil kebijakan di Dinas PUPR Riau ketika itu SF Hariyanto adalah Pengguna Angaran (PA) dan Muhammad sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada proyek tersebut.

Desakan itu disampaikan Raja Adnan dari Indonesia Monitoring Development (IMD) Riau, yang merupakan salah satu pelapor kasus pipanisasi transmisi Inhil senilai Rp3 miliar dengan potensi kerugian negara Rp 1 miliar. 

Bahkan Adnan mendesak supaya Dirkrimsus Polda Riau segera menetapkan SF Hariyanto dan Muhamad sebagai tersangka baru karena keduanya merupakan pihak yang juga harus bertanggungjawab atas proyek yang didugakan korupsi tersebut. 

"Saya di IMD sejak awal sudah melakukan investigasi atas kasus itu dan melaporkannya ke penegak hukum, namun hingga saat ini kasus tersebut terkesan jalan ditempat karena hanya ada dua tersangka yang sudah diekspose ke publik dan satu tersangka misterius. Kita mendesak supaya mantan Kadis PUPR SF Hariyanto dan Muhammad sebagai kepala bidang Cipta Karya PUPR juga dijadikan tersangka baru,"pinta Raja Adnan, Senin (04/03/2019) menyikapi kasus tersebut.

Adnan bahkan berharap supaya kasus pipanisasi transmisi Inhil itu jangan sampai mangkrak di tangan penegak hukum, karena potensi kerugian negara sudah ditemukan. Harusnya ada tersangka baru yang ditetapkan karena masyarakat mengharapkan kasus ini terbuka terang ke ranah publik tanpa ada yang ditutupi sama sekali. 

"Secepatnya penegak hukum membuka sampai tuntas kasus pipanisasi tersebut dengan menetapkan tersangka baru. Seperti yamg disampaikan Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau akhir tahun 2018 lalu mengungkap dua nama baru yang jadi tersangka dalam kasus ini, yakni inisial HA dan ST,"ujar Adnan lagi yang juga praktisi hukum itu. 

Sebelumnya ada 3 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau dari Polda Riau, tanpa menuliskan nama tersangka. Namun setelah proses berjalan, baru diberikan 2 nama lengkap tersangka. Penyidik Polda Riau sudah pernah melimpahkan 3 SPDP baru ke penyidik Kejati Riau di bulan Juni dan pertengahan Agustus 2018 lalu.  Dimana, dalam isi 3 SPDP baru yang diterima penyidik Kejati dari penyidik Polda Riau, tidak menuliskan secara gamblang nama-nama para tersangka.

Sedang 2 tersangka yang lebih dulu ditetapkan statusnya yakni, Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek tersebut.

Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau, sebelumnya pernah diperiksa sebagai saksi dalam perkara ini. Sejumlah saksi diambil dari pihak yang melaksanakan proyek, baik dari pihak pemerintah maupun rekanan.

Kasus ini mencuat adanya laporan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3 miliar lebih. Diduga tidak sesuai spesifikasi, yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.

Sementara pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Proyek dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan. Namun pihak Dinas PU Riau disebut tidak melakukan hal tersebut.

Selain itu, Dinas PUPR Riau juga diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013. "nal