ISPO Dinilai “Biang Masalah” Migor Langka

Mau Migor Stabil dan Ekspor CPO Lancar Ini yang Harus Dilakukan Jokowi

Mau Migor Stabil dan Ekspor CPO Lancar Ini yang Harus Dilakukan Jokowi

Riau - Kebijakan Pemerintah Indonesia menghentikan ekspor Crude Palm Oil (CPO) akan berdampak pada pemasukan Negara. Satu-satunya devisa yang saat ini telah membantu menstabilkan perekonomian Indonesia selama masa pandemic adalah dari transaksi CPO. Fakta itu tidak bisa dipungkiri, dimana sektor industri perkebunan saat ini semakin melambung disaat industri lain justru mengalami stagnasi.

Kurangnya kontrol pemerintah menyeimbangkan kebutuhan dalam negeri adalah salah satu penyebab banjirnya ekspor CPO ke luar negeri dimana permintaan pasar eropa lebih menggiurkan para pengusaha dari pada pasar lokal. Selain itu, hilirisasi produk dengan bahan baku CPO di Indonesia masih terbatas. 

Hal tersebut disampaikan Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) Mattheus Simamora menanggapi kebijakan Presiden Jokowi dalam rangka menstabilkan pasokan minyak goreng dalam negeri.

“Strategi itu sifatnya hanya sementara saja menunggu terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Sementara jika bicara potensi yang kita miliki, produksi CPO kita akan sangat berlebih jika hanya untuk dipakai sendiri. Disini pemerintah harus jeli melihat titik masalah yang menjadi penyebab tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhan lokal dan kepentingan ekspor CPO,” ungkap Mattheus, Sabtu (30/4/22).

Lanjut aktivis lingkungan ini, salah satu kontrol pemerintah adalah mengendalikan “Rantai Pasok Illegal” CPO yang saat ini bebas memasuki pasar internasional melalui pemegang sertifikat RSPO. Sayangnya rantai pasok illegal ini berlindung di dalam Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). 

“ARIMBI bukan tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga investasi di Nusantara ini, namun ini harus dibersihkan dahulu hulunya yaitu ISPO selaku pemberi sertifikasi pada pengusaha sawit. Awalnya kita duga justru ISPO memelihara rantai pasok CPO dari ilegal menjadi legal sehingga kran ekspor tak terbendung ditengah besarnya permintaan luar negeri,” kata Mattheus.

“Langkah yang harus dilakukan pemerintah melalui Presiden Jokowi adalah dengan membersihkan ISPO dari susupan perusahaan perkebunan illegal yang mengalih fungsikan kawasan hutan,” katanya.

Menurut Mattheus, “Kita duga ISPO lah yang memelihara rantai pasok ilegal di Indonesia, karena tidak lulus sertifikasi RSPO maka melalui ISPO rantai pasok illegal ini bisa masuk pasar internasional. Seharusnya kebun yang disertifikasi ISPO ini dipakai untuk keperluan dalam negeri. Karena jika auditor ISPO ini jujur, rata-rata perusahaan rantai pasok illegal ini tidak lolos memenuhi tujuh ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Makanya produk sertifikasi ISPO ini hanya untuk keperluan dalam negeri saja dan yang sudah bersertifikasi RSPO baru di ekspor,” katanya.

“Buktinya berapa banyak anak perusahaan yang bersertifikasi RSPO yang diloloskan ISPO. Makanya keperluan dalam negeri juga diekspor,” katanya.

Kata Mattheus lagi, bagaimana logikanya yang disertifikasi ISPO itu punya lahan tanpa izin dan status lahannya saja dalam kawasan. “Kunci, Jaminan ketersediaan lokal minyak goreng itu ada pada ISPO,” tukasnya.

Menurut Mattheus, setiap anggota ISPO harus memenuhi tujuh syarat yang telah ditetapkan ISPO itu sendiri. “contoh kecil seperti masalah tenaga kerja, perizinan, lingkungan dan lain-lain. Masalah ada oknum kementerian itu dapat celah melakukan pungli adalah dengan membuka keran ekspor bermula dari sertifikasi ISPO itu sendiri.

“Fakta di lapangan audit ISPO itu kita nilai asal-asalan, sehingga CPO ilegal juga bisa diekspor. Kalau saja mereka mentaati aturan itu maka PKS CPO ilegal bisa memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri,” katanya.

Lanjut Mattheus, dengan melegalkan mafia-mafia CPO ini ISPO ikut berperan dalam kelangkaan minyak goreng, sehingga aturan yang dibuat tidak sepenuhnya terlaksana di lapangan. “Jadi yang harus ditertibkan itu adalah oknum dalam tubuh ISPO. Kita minta Kapolri membersihkan oknum ISPO ini,” pungkasnya**.

Situasi Turbulensi Sawit Dimanfaatkan Spekulan TBS, Apkasindo ; Petani merugi

 

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung menjawab hal ini, mengatakan “nasib petani sawit tak henti-hentinya jadi "bantalan" permasalahan industri sawit di Indonesia.

“Setelah pupuk dan herbisida naik hampir 300%, Pekebun dilarang menggunakan pupuk subsidi, truk sawit dilarang menggunakan solar subsidi, kini harga TBS petani hanya dihargai 20-40 persen dari harga normal, jauh dibawah harga HPP (Harga Pokok Produksi),” kata Gulat, Sabtu (30/4/22) sore pada kabarriau/babe. 

“Hal yang terakhir ini terkait kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghentikan ekspor minyak goreng, CPO (crude palm oil) serta beberapa produk turunan CPO lainnya,” ulas Gulat. 

Katanya,  “salah satu isi dari SE tersebut adalah supaya Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak menetapkan harga beli TBS petani secara sepihak. Sebagaimana yang terjadi saat ini penurunan harga TBS antara Rp800 hingga Rp2.400 per kilogram”,

“Ini jelas melanggar ketentuan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS seperti diatur dalam Permentan 01 Tahun 2018, tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Perkebunan,” bebernya. 

Katanya, “kami mengingatkan kepada PKS untuk tidak melakukan pembelian TBS Kelapa Sawit di luar ketetapan Tim Penetapan Harga TBS Provinsi”.

Kebijakan Presiden Jokowi tersebut tukas Gulat, sudah tepat, pasokan kebutuhan dalam negeri yang utama dan pertama, hanya para spekulan TBS yang memanfaatkan situasi turbulensi ini.

"Itu sudah Pidana, Tim Satgas Pangan Mabes Polri harus segera turun, dan memeriksa semua PKS yang sudah melawan Kebijkan Presiden Jokowi," katanya.

Karena itu kata Gulat, 

1. Tidak ada alasan bagi PKS untuk tidak menyerap atau mengurangi pembelian TBS, karena tangki CPO tidak akan penuh, melainkan langsung masuk ke refinery domestik (kapasitasnya 54 juta ton) yang kemudian diekspor (kecuali terkait migor).

2. Tidak ada alasan bagi PKS untuk turunkan harga TBS, karena formula harga TBS yang ditetapkan Permentan didasarkan pada harga CPO dunia. Harga CPO dunia malah potensial naik akibat larangan ekspor langsung CPO Indonesia.

3. Data statistik 2021 menjelaskan bahwa eksport CPO Indonesia hanya 7% dari total jenis eksport berbahan baku sawit, 93% eksport sudah melalui proses refinery.**