Pajak dan Royalty Penambang Batu Bara Saran Pakar Dinaikkan, Dr. Kurtubi; Beban Rakyat Dimasa Pandemi Akan Terbantu

Pajak dan Royalty Penambang Batu Bara Saran Pakar Dinaikkan, Dr. Kurtubi; Beban Rakyat Dimasa Pandemi Akan Terbantu

Jakarta - Pakar Energi yang merupakan Alumnus CSM Amerika, IFP Perancis dan Universitas Indonesia Dr. Kurtubi., dalam pesannya menyebut “agar rakyat tidak ditambah bebannya dimasa pandemi”.

“Dimana sebagian rakyat yang hampir miskin sudah berubah menjadi miskin, yang tadinya miskin menjadi tambah miskin. Pengangguran dan setengah pengangguran baru banyak tercipta dalam 3 tahun terakhir ini,” katanya pada kabarriau/babe Rabu (13/4/22).

“Maka sebaiknya pemerintah mencari terobosan inovasi agar harga pangan dan energi, dua komoditas yang sangat penting, bisa terjangkau oleh rakyat,” ulas pakar Energi ini.

Katanya, saat ini juga ekonomi dunia sedang mengalami stagflasi. Stagnasi pertumbuhan ekonomi yang masih rendah ditengah Inflasi yang tinggi akibat kenaikan harga barang kebutuhan hidup rakyat.

“Hal ini terjadi sebagai akibat akumulasi dampak pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina, perubahan iklim dan bencana alam yang terjadi di hampir semua negara,” katanya.

Apalagi sambung Dr. Kartubi “harga BBM Pertamax sudah dinaikkan dari Rp9000 ke Rp12500/ liter, dibawah harga keekonomian yang diusulkan sebesar Rp16000/liter. Sementara harga pertalite dan LPG 3 kg tidak/ belum dinaikkan, meskipun ada pihak yang mengusulkan untuk dinaikkan”.

“Maka dapat dipastikan bahwa beban subsidi energi tahun 2022 ini, khususnya subsidi BBM dan LPG akan meningkat signifikan,” katanya.

Saran pakar ini, Pemerintah seyogyanya mengambil kebijakan untuk meluruskan Pengelolaan Sumber Daya Energi Batubara dan Migas agar lebih tepat dan sejalan dengan Konstitusi Pasal 33 yang mengharuskan Pengelolaan SDA yang ada diperut bumi untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

“Pada saat produksi batubara sangat tinggi dan harga batubara dunia juga tinggi. Migas dan batubara sama-sama merupakan Sumber Daya Energi yang berada dibawah satu Kementerian,” ulas dia.

Selain itu katanya, “naikkan Pajak dan Royalty Penambang. Oleh karenanya pemerintah saya sarankan agar segera mengambil Kebijakan menaikkan pajak dan PNBP/Royalty yang harus dibayar oleh penambang batubara sedemian rupa sehingga Pajak dan PNBP yg mereka bayar ke negara, harus lebih besar dari keuntungan bersih yang mereka terima setiap tahun selama ini”.

“Langkah ini mengikuti pengelolaan sektor Migas yang telah berlaku sejak tahun 1971. yaitu dengan menggunakan sistem Kontrak Bagi Hasil 75 : 35,” jelasnya.

Dengan sistim Kontrak Bagi Hasil lanjut Dr. kartubi, “negara dijamin memperoleh bagian dari keuntungan bersih yang lebih besar dari yang diperoleh oleh investor Migas. yaitu sebesar 65% untuk negara dan 35% untuk investor Migas. Negara membayar kembali biaya yang telah dikeluarkan oleh investor dalam bentuk cost recovery”.

Sedangkan rendahnya produksi minyak saat ini kata beliau “bukan karena Kontrak Bagi Hasil”. “Tapi disebabkan oleh UU Migas No.22/2001 yang tidak disukai oleh investor karena sistem yang ribet birokratik, mewajibkan investor membayar pajak dan pungutuan semasa eksplorasi  belum berproduksi, serta belasan pasalnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi,” jelas Dr. Kartubi.

“Kesemuanya ini telah menimbulkan ketidakpastian hukum di Sektor Migas Nasional Anjloknya kegiatan dan investasi hulu yang berujung pada rendahnya produksi minyak saat ini, hanya sekitar 600.000 bph terendah dalam 50 tahun,” katanya.

Solusi yang efisien dan konstitusional atas terpuruknya sektor migas nasional adalah Presiden segera mengeluarkan PERPPU mencabut UU Migas No

22/2001 yang telah terbukti sangat merugikan negara. Sementara DPR-RI sudah dua periode gagal melahirkan UU Migas yang baru sebagai revisi atas UU Migas No.22/2001.

“Kita optimis dengan tambahan pajak dan royalty yang dibayar oleh Investor batubara, meskipun subsidi BBM dan LPG naik melejit yang berakibat pada beban subsidi BBM dan LPG di APBN tambah besar, APBN akan tetap aman-aman saja,” kata pakar ini.

Sambungnya, “bahkan dengan langkah meluruskan Pengelolaan batubara agar sesuai Pasal 33 UUD45, maka pembiayaan pembangunan infrastruktur oleh APBN juga menjadi tambah besar”.

Jelasnya, di sektor migas, dengan mengembalikan tata kelola yang simpel dan konstitusional, investasi sektor hulu kita harapkan akan kembali bergairah dan bisa meningkatkan produksi dengan signifikan. Mengingat potensi sumber daya migas masih sangat besar, baik yang ada disekitar 120 cekungan maupun petensi Oil-shale dan Gas-shale yang sama-sekali belum mulai di eksplorasi

“Kita ketahui juga bahwa Migas dan batubara termasuk energi fosil yanh harus dikurangi. Masa transisi energi hingga 2060, kedua jenis energi ini masih diperlukan untuk selanjutnya pasca 2060 dikonversi menjadi industri Petrokimia yang juga dibutuhkan oleh ekonomi dunia,” kata Alumnus Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole tersebut.

“Inilah cara Tata Kelola SDA Energi Migas dan Batubara yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi menuju Negara Industri Maju dengan kekuatan ekonomi Terbesar Nomor 4 di Dunia pada tahun 2050,” pungkas Dr Kurtubi.**