Rakyat Susah Harga BBM Jangan Naik, Dr. Kartubi: Saatnya Negara untuk Meluruskan Tata Kelola Batubara Nasional

Rakyat Susah Harga BBM Jangan Naik, Dr. Kartubi: Saatnya Negara untuk Meluruskan Tata Kelola Batubara Nasional

Jakarta - Dalam satu acara dialog di KOMPAS TV sebelumnya Pakar Energi yang merupakan Alumnus CSM Amerika, IFP Perancis dan Universitas Indonesia Dr. Kurtubi menambahklan komentarnya dalam membahas soal Kenaikan Harga Jual BBM Pertamax.

“Karena waktu yang sangat sangat sempit, kiranya perlu saya tambahkan penjelasan secara tertulis agar dapat difahami secara lebih lengkap,” kata Dr. kartubi pada redaksi kabarriau/babe dalam satu pesan elektroniknya melalui WhatsApp, Jumat (1/4/22).

“Dalam dialog saya sarankan pada Pemerintah aAgar sebaiknya jangan dulu menaikkan harga BBM Pertamax, karena saat ini kondisi nyata ekonomi masyarakat sangat sulit. Selain itu kondisi ini juga dialami oleh kelompok yang kurang mampu,” katanya.

Juga sebahagian kelompok samabung Dr. Kartubi, “misalnya pada klas menengah nasional masih sangat menderita dengan kondisi ekononi akibat pandemi yang sudah berlangsung sekitar 3 tahun”.

“Saya sarankan cara untuk "menolong APBN" akibat kenaikan harga minyak dunia yang sangat tinggi diatas $100/bbls ditengah produksi minyak nasional yang sangat sangat rendah disekitar 600.000 bph,” katanya.

Beber Dr. Kartubi, harga minyak dunia saat ini terendah dalam 50 tahu akibat Tata Kelola yang “salah” dengsn UU Migas No.22/2001, “maka Pemerintah bisa ‘menolong APBN’ dengan cara menaikkan tarif pajak dan Royalti dari Penambang Batubara sedemikian rupa sehingga Pajak dan Royalti yang dibayar oleh Penambang batubara HARUS LEBIH BESAR dari Keuntungan bersih yang merek diperoleh”.

“Dengan mengikuti praktek di Industri Migas Nasional sejak tahun 1971 dimana dangan Kontrak Bagi Hasil para penambang /investor migas memperoleh bagian keuntungan bersih setelah coat recovery sebesar 35 persen dan Negara memperoleh 65 persen,” katanya.

Kemudian ulas Dr. Kartubi, “menurur pasal 33 UUD 45, kekayaan/asset SDA di perut bumi yang berupa Migas dan Batubara serta Mineral yang terkandung didalamnya harus dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk Kemakmuran rakyat”.

“Selama ini Penambang/Investor Batubara membayar Pajak dan PNBP/Royali JAUH LEBIH RENDAH dari Keuntungan Bersih yg mereka RAUP !!!.  Praktek selama ini di Sektor Batubara, sejak jaman Kolonial  kewajiban kepada negara jauh lebih kecil dari keuntungan bersih yang mereka raup,” ulasnya.

Sehingga tambah Dr. Kartubi, “masih perlu dikuruskan agar sesuai dengan pasal 33 UUD 45. Di Sektor Migas sejak tahun 1960 sudah tidak lagi memakai sistem Jaman Kolonial dengan tidak memberlakukan lagi UU Pertambangan Jaman Kolonial di Sektor Migas nerdasarkan PERPPU yang dikeluarkan oleh PM Juanda pada tahun 1960 yang dirubah menjadi UU No.44/PRP/1960”.

“Kemudian diperkuat oleh UU Pertamina No.8/1971. Menurut pendapat saya, sekaranglah saatnya yg tepat bagi Pemerintah untuk meluruskan Tata Kelola Batubara di tanah air. Dengan menaikkan Tarif Pajak dan Royalti yg harus nereka bayar ke negara dikala Industri Batubara sedang mengalami BOOM dimana produksi dalam negeri sangat tinggi dan harga batubara dunia juga sangat mahal. Kita harapkan saran ini bisa segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Keuangan dan didukung oleh Kementerian ESDM,” pungkas Dr Kurtubi.**