Masih Amankah Cukong Kebun Sawit "Berlindung" Diketiak Apkasindo?

Masih Amankah Cukong Kebun Sawit "Berlindung" Diketiak Apkasindo?

Pekanbaru - Kabarnya sih banyak cukong perkebunan kelapa sawit yang berlindung dalam wadah para petani kelapa sawit, misalnya seperti Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), namun apakah itu aman?.

Menilik gelagat pemerintah selama ini memang para “mafia” ini aman, ditambah menjadi anggota APKASINDO. Pasalnya mereka terus panen sawit dalam kawasan hutan tanpa mendapat sanksi apa-apa dari pemerintah, bahkan tragisnya kebun sawit yang sudah dinyatakan milik negara saja juga dipanen tanpa ada upaya aparat terkait untuk mencegahnya.

Contohnya seperti kebun kelapa sawit milik Suryanto Wijaya alias Ayau yang berada di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau dan masih banyak lagi yang belum bisa dipublish satu persatu.

Mengacu pada ketentuan UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan serta UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pelaku ini sebenarnya sudah melanggar namun apakah Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) benar bisa melegalkan mereka?.

Menanggapi legalnya kebun sawit dalam kawasan hutan menurut UUCK, Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung, menjawab begini?. 

"Dengan terbitnya UU Cipta Kerja dan produk hukum turunnya, maka penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan lewat ultimum remedium yakni dengan mengedepankan denda penyelesaian sanksi administrasi," jelas Gulat yang menurutnya semua permasalahan sawit dalam kawasan hutan, tanpa kecuali diselesaikan melalui Undang-undang Cipta Kerja (UUCK).

Menurut Gulat, Ultimum remedium adalah istilah dalam ilmu hukum yang bermakna bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata maupun hukum administrasi, hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana.

Nah ulas Gulat, "dari UUCK, petani sawit yang lahannya terkurung dalam kawasan hutan diberikan limit waktu 3 tahun sejak diundangkannya UUCK tersebut dengan mengajukan proses penyelesaiannya ke Kementerian LHK sejak Februari 2021 hingga 2024 mendatang".

Dari penjelasan Gulat ini, sesuai UUCK semua kebun sawit dalam kawasan hutan akan terbebas dengan sendirinya asal membayar denda. Lalu pertanyaannya sebelum UUCK diberlakukan apakah kerugian negara dari ulah pelaku ini ikut hanyut dalam pendapat Gulat atau setidaknya dari sanksi hukum UU sebelumnya.

Ada juga yang menyebut pelanggaran UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan terjadi sebelum lahir UUCK bisa menjerat pelaku, apalagi dengan bukti kebun sudah berumur 10 hingga 12 tahun artinya pelanggaran itu terjadi sebelum tahun 2020.

Ada lagi perbuatan pelaku (mafia sawit) untuk mengelabui hukum, para “mafia” ini mengatasnamakan masyarakat sehingga aman dari sanksi UU, padahal UU memberi keringanan pada orang-perorang yang lahannya berada dalam kawasan hutan.

Pendapat Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) Mattheus S. Sabtu (12/3/22) di Markas Rembuk ARIMBI yang berada di bilangan jalan Durian, Pekanbaru, memaklumi hiruk pikuk tudingan masyarakat kepada APKASINDO yang seolah menjadi payung untuk melegalisasi kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.

“Tidak ada masalah jika APKASINDO sebagai organisasi yang menaungi para petani kelapa sawit, memberikan perlindungan dan advis hukum kepada anggotanya. Memang itulah manfaatnya sebuah organisasi bagi anggotanya. Cuma jangan lupa UUCK itu menggabungkan beberapa UU menjadi satu,” ujar Mattheus.**