Polisi Boleh Campur Tangan Membantu Penarikan Unit Debitur Macet, Asal Syaratnya Ini?

Polisi Boleh Campur Tangan Membantu Penarikan Unit Debitur Macet, Asal Syaratnya Ini?

Jakarta - Polisi bisa membantu penarikan kendaraan asal ditemukan unsur pidana, hal itu dikatakan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno saat berbincang dengan detikcom.

Katanya hal itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Tidak benar polisi tidak bisa membantu leasing untuk eksekusi kendaraan," kata Suwandi Wiratno, Jumat (25/2/22).

"Perkap Polri Nomor 8 tahun 2011 tetap eksis kalau debitur melanggar pasal 36 UU Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, di mana jika debitur terbukti memindahtangankan, menjual dan over alih kepada pihak ketiga akan terkena kasus pidana minimal 2 tahun," sambung Suwandi Wiratno.

Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta) rupiah.

Hal itu sejalan dengan putusan MK terbaru. Pertimbangan MK itu adalah:

Bahwa berkaitan dengan eksekusi jaminan objek fidusia, penting ditegaskan oleh Mahkamah, perjanjian fidusia adalah hubungan hukum yang bersifat keperdataan (privat) oleh karena itu kewenangan aparat kepolisian hanya terbatas mengamankan jalannya eksekusi bila diperlukan, bukan sebagai bagian dari pihak eksekutor, kecuali ada tindakan yang mengandung unsur- unsur pidana maka aparat kepolisian baru mempunyai kewenangan untuk penegakan hukum pidananya.

"Jadi, maka dari sebab itu, yang dikabulkan hanya sebagian. Artinya kalau debitur ada unit masih sama debitur dan debitur tidak mengakui dia wanprestasi dan dia tidak sukarela menyerahkan kendaraan, ini kan kasus utang piutang biasa. Jadi kalau debitur mau ke pengadilan leasing siap saja untuk saling memberikan bukti di pengadilan," cetus Suwandi Wiratno.**