Gulat SE Manurung Buka Suara, Lahan Terkurung dalam Kawasan Hutan Aman? “Lihat UU CK”

Gulat SE Manurung Buka Suara, Lahan Terkurung dalam Kawasan Hutan Aman? “Lihat UU CK”

Pekanbaru - Masalah kebun sawit di dalam kawasan hutan Riau yang dihebohkan banyak pakar lingkungan.Bahkan keras tudingan mengarah kepada Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melakukan pembelaan pada orang yang disebutkan sebagai “cukong sawit”.

Tudingan demi tudingan itu di tanggapi enteng oleh Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung walau tidak membantah soal surat dari Kementerian LHK kepada DLHK Prov Riau tersebut.

“Ia Jho, surat itu terbit tiga tahun silam yakni 7 Januari 2019. Sementara Undang-undang Cipta Kerja telah berlaku sejak November 2020 yang dilanjutkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2021,” kata Gulat.

Selain itu Gulat mengklaim, UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya telah mengubah pola penyelesaian masalah kebun sawit di dalam kawasan hutan.

"Dengan terbitnya UU Cipta Kerja dan produk hukum turunnya, maka penyelesaian kebun sawit dalam kawasan hutan lewat ultimum remedium yakni dengan mengedepankan denda penyelesaian sanksi administrasi," jelas Gulat.

Ultimum remedium adalah istilah dalam ilmu hukum yang bermakna bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata maupun hukum administrasi, hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana.

Gulat mengklaim semua permasalahan sawit dalam kawasan hutan, tanpa kecuali diselesaikan melalui Undang-undang Cipta Kerja UU CK).

"Dari UU CK petani sawit yang lahannya terkurung dalam kawasan hutan diberikan limit waktu 3 tahun sejak diundangkannya UU CK tersebut dengan mengajukan proses penyelesaiannya ke Kementerian LHK sejak Februari 2021 hingga 2024 mendatang," jelas Gulat.

Sebelumnya ada surat Direktur Pengaduan, Administrasi dan Sanksi Dirjen Gakkum KLHK, Sugeng Priyanto tertanggal 7 Januari 2019 lalu yang diperlihatkan pada Gulat.

Surat ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau untuk menindaklanjuti temuan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Surat ini diungkap Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Selasa (15/2/2022) kemarin. Dalam surat lawas tersebut, disebutkan ada tiga orang yang diduga memiliki kebun sawit berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Ketiga orang yang tertera dalam surat itu yakni Yangdra, Asiong dan Gulat ME Manurung.

Yusri Usman mempertanyakan alasan tidak adanya tindak lanjut surat Kementerian LHK tersebut oleh Kepala Dinas LHK Riau. Yusri menuding kalau Kadis LHK Riau telah melakukan pembangkangan.**