Gulat SE Manurung Disebut

Soal SK Penertiban Lahan Gubri Tak Dijalankan DLHK Riau dan Pembangkangan Kadis, CERI: Kita Akan Ke KPK

Soal SK Penertiban Lahan Gubri Tak Dijalankan DLHK Riau dan Pembangkangan Kadis, CERI: Kita Akan Ke KPK

Pekanbaru - Terdatanya kebun dalam kawasan hutan, diawal Syamsuar berkuasa pernah terbit “SK Gubernur Riau nomor Kpts.911/VIII/2019” yang katanya khususnya menindak lahan yang berada dalam kawasan hutan, eh ternyata itu “bohong alias nol besar”, buktinya bukan ditindak kebun milik “cukong lahan” ini malah dibiarkan dan seperti dilindungi.

Disebutkan sebelumnya sebanyak 80.855,56 hektare lahan yang diukur tim satgas, terdapat 58.350,62 hektare lahan berada di kawasan hutan (ilegal), diduga termasuk didalamnya sebahagian adalah lahan anggota Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).

Carut marut penguasaan lahan dalam kawasan hutan ini, Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, ikut angkat bicara, dalam kunjungannya ke Riau, Yusri mempertanyakan sikap Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Mamun Murod yang tidak kunjung menindaklanjuti surat Pengaduan Direktur Pengawasan dan dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tertanggal 7 Januari 2019.

"Surat ini jelas merupakan arahan dari KLHK kepada Kadis LHK Riau supaya menindaklanjuti pengaduan terhadap Yungdra, Asiong dan Gulat Medali Emas Manurung yang telah terbukti memiliki kebun kelapa sawit di dalam kawasan hutan produksi terbatas tanpa izin," ungkap Yusri, Selasa (15/2/22).

Yusri mengatakan, ia sangat heran atas sikap penbangkangan Kepala Dinas LHK Riau Mamun Murod kepada KLHK tersebut.

"Jangan sampai mereka saat ini berlindung di balik Undang Undang Cipta Kerja. Karena undang undang ini baru disahkan tahun 2020, sedangkan surat KLHK itu sudah sejak 2019. Kenapa tidak dilaksanakan perintah KLHK itu?," sambung Yusri.

Oleh sebab itu, Yusri menyatakan pihaknya akan melapor ke KPK perihal keanehan temuan kepemilikan kebun sawit di dalam kawasan hutan produksi terbatas yang tidak segera ditindak oleh Kadis LHK Riau itu.

"Kami mengendus adanya potensi kerugian negara akibat penyerobotan kawasan hutan produkai terbatas oleh ketiga orang tersebut. Jadi kami meminta KPK untuk menelisik perkara ini," ulas Yusri.

Sebelumnya, Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) dan Yayasan Riau Hijau Watch (YRHW) menyatakan sedang menyiapkan gugatan untuk membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Denda Administrasi di Bidang Kehutanan.

LPPHI dan YRHW sedang menyiapkan gugatan tersebut untuk didaftarkan ke Mahkamah Agung RI. Pembina LPPHI Hariyanto di Pekanbaru, Minggu (13/2/22) kemaren, mengungkapkan pihaknya menduga peraturan pemerintah tersebut justru melegalkan perusakan hutan yang sudah terjadi selama ini.

Senada, Ketua YRHW Tri Yusteng Putra menegaskan, peraturan pemerintah tersebut tidak sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo sebagai Presidensi G20 untuk menurunkan emisi karbon di forum internasional.

Tak hanya itu, menurut Yusteng, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang dipimpin Gulat ME Manurung, diduga membekingi para cukong-cukong yang membuka perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan, setidak-tidaknya di Provinsi Riau, dengan kedok mengedepankan nama petani.

Dikonfirmasi Ketua Apkasindo, Gulat ME Manurung, menjawab terima kasih telah berpartispasi mengawasi organisasi yang dipimpinnya.**