Gawat, Muhammad Nasir Sorot PT BSP, CERI Bicara Kelola Blok CPP “Aneh”, Pengamat; “BUMD Ladang KKN”

Gawat, Muhammad Nasir Sorot PT BSP, CERI Bicara Kelola Blok CPP “Aneh”, Pengamat; “BUMD Ladang KKN”

Jakarta - Pengurus perusahaan PT Bumi Siak Pusako (BSP) dari bupati ke keluarganya, anak bupatinya, dan lain-lain, gitu-gitu aja ini. Nggak ada profesional dikembangkan di sini, demikian kata ungkap anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir pada detikcom, dimana saat ini dikabarkan

pengelolaan Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) di Riau akan dimulai mulai tahun ini. Ada yang mengatakan “telat Nasir bicara saat ini.”

Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Rawa El Mady mengatakan, memang sudah menjadi karakter daerah sejak pasca reformasi. Bukan hanya di Provinsi Riau, bahwa BUMD iu hanya tempat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Sebelumnya, wilayah kerja itu dikelola oleh Badan Operasi Bersama (BOB) antara BSP dan Pertamina Hulu. dari berita tersebut Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, juga menyatakan kebijakan Menteri ESDM menunjuk  PT Bumi Siak Pusako (BSP) sebagai operator tunggal pengelolaan Blok migas Wilayah Kerja  CPP (Coastal Plain Pekanbaru) sangat aneh, dan patut dicurigai sarat kepentingan dan sangat membahayakan target produksi minyak nasional.

“Keputusan Menteri ESDM tersebut telah diputuskan pada 7 November 2018 setelah Pertamina menyatakan mundur dari penawarannya dengan alasan faktor keekonomian dan tehnikal, bukan karena skema “Gross Split” seperti dikatakan oleh Mediawati, Senior Vice President Strategic Planing and Operation Evaluation Pertamina Rabu (7/10/2018) lalu. Padahal sebelumnya Pertamina Hulu Energi pada 9 Mei 2018 telah mengajukan proposal penawarannya, setelah empat hari PT BSP mengajukan penawaran pada 4 Mei 2018,” kata Yusri.

Menurut Yusri, sikap mundurnya Pertamina dalam penawaran itu patut dipertanyakan, bahkan alasannya juga terkesan direkayasa supaya masuk akal, tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional dalam menjaga produksi minyak nasional, dan dengan tetap hadirnya Pertamina dalam BOB itu diharapkan bisa meningkatkan produksinya.

“Seharusnya Pertamina sebagai BUMN yang bertanggungjawab dalam meningkatkan produksi minyak nasional tidak mudah mundur dengan alasan apapun, mengingat kemampuan BUMD PT BSP sangat diragukan kemampuan dari sisi teknikal dan pembiayaannya,” kata Yusri.

Pasalnya, lanjutnya, sejak Agustus 2002 Blok CPP dialihkan kelolanya oleh Menteri ESDM dari Chevron kepada  BOB (Badan Operasi Bersama) antara PT Pertamina Hulu dengan PT Bumi Siak Pusako (BSP) saat itu produksi minyaknya sekitar 42.000 BOPD (Barel of Oil Per Day), namun saat ini produksinya hanya tinggal sekitar 11.000 BOPD, turun sekitar 75 % terhitung dari saat diambil alih, padahal pada awal operasinya tahun 1971 Blok CPP ini produksinya mendekati 100.000 BOPD.

“Artinya BOB BSP dan Pertamina dapat dikatakan telah gagal mengelola minyak Blok CPP dari yang ditargetkan sejak awal oleh Pemerintah untuk dapat menyumbang peningkatan lifting minyak nasional,” kata Yusri.

Disisi lain, ujarnya, Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi pada 7 November 2018 didepan banyak media menyatakan pihaknya selalu dimarahi oleh atasannya Menteri ESDM terkait produksi migas nasional turun terus, tapi biayanya naik terus.

“Aneh dan lucunya lagi sikap Kementerian ESDM dengan mudah setuju saja dengan kondisi yang ada tanpa berupaya mencari solusi yang benar sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018, yaitu dengan melakukan proses lelang terbuka untuk mendapat operator kredibel, namun dengan mudahnya malah memutuskan Perusda PT BSP sebagai operator tunggal dengan  kewajiban membayar “signatur bonus” USD 10 juta dan Komitmen Kerja Pasti senilai USD 130, 23 juta.

“Oleh karena itu, maka tak salah kalau publik menduga ada faktor lain yang mengakibatkan Pertamina mundur dari Blok CPP, sepertinya terkesan ada elit-elit kekuasaan dibelakang investor besar yang akan masuk untuk menggantikan posisi Pertamina,” katanya.

Yusri membeberkan, publik sangat sulit memahami atas begitu mudah percayanya Kementerian ESDM kepada Perusda PT Bumi Siak Pusako mengenai kemampuan tehnis dan keuangannya bisa mampu mengelola sendiri blok CPP.

“Padahal sejak dikelola BOP Pertamina dgn PT Bumi Siak Pusako pada Agustus 2002 sampai dengan saat ini tahun 2018 produksinya turun sekitar 75 persen,” pungkas Yusri.

Diketahui dari media, Kontrak yang dilakukan BOB pada Blok CPP dilakukan sejak 2002 dan bakal berakhir pada Agustus 2022. Selanjutnya, BSP yang ditunjuk untuk mengelola blok migas itu sampai 2042 dengan skema gross split dan komitmen kerja pasti mencapai US$ 130,4 juta.**