Akibat HoA CPI, CERI: Laporkan ke KPK dan BPK Soal Potensi Kerugian Negara. Warga: KPK nya Apa Berani?

Akibat HoA CPI, CERI: Laporkan ke KPK dan BPK Soal Potensi Kerugian Negara. Warga: KPK nya Apa Berani?

Jakarta - Melihat begitu banyaknya bukti-bukti adanya perbuatan melawan hukum dan pernyataan menyesatkan dalam sidang di PN Pekanbaru oleh pihak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sebagai Tergugat, membuat Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, angkat bicara.

"Karena perbuatan melawan hukum (PMH) sudah menyangkut potensi merugikan keuangan negara, maka penggugat (LPPHI) harus segera melapor ke KPK dan BPK RI, terutama sekali terhadap pelaksanaan audit lingkungan hidup di Blok Rokan yang telah dilakukan oleh tim bentukan KLHK pada Juni 2020," kata Yusri.

Hal tersebut dijelaskan Yusri, “jika hasil audit tidak akurat atau dilakukan secara semberono, sementara PT CPI sudah dibebaskan dari semua kewajiban sesuai split PSC 15%:85% yang berakibat CPI cukup hanya menyetor sekitar USD 260 juta di escrow account SKK Migas. Angka kewajiban itu didasari hasil audit lingkungan yang patut diragukan keakuratannya.”

Seperti publik tahu dari media, Selain tergugat PT CPI  terguat lain adalah SKK Migas sebagai Tergugat 2, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Tergugat 3 dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau sebagai Tergugat 4 yang diserahkan Tim Hukum LPPHI sebagai penggugat ke Majelis Hakim PN Pekanbaru, pada Rabu (2/2/22) kemarin.

Kemudian, lanjut Yusri,  jika dalam pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah B3 TTM yang merupakan warisan Chevron di blok Rokan ke depan timbul biaya jauh melebihi USD 1,7 miliar atau setara  25 triliun dalam rupiah, tentu menjadi ibarat cilaka dua belas.

"Sementara kewajiban CPI berdasarkan perhitungan tidak akurat dari tim audit lingkungan hanya USD 1,7 miliar lebih. CPI pun telah dibebaskan dari semua kewajiban sesuai HoA itu. Maka kesalahan hasil audit lingkungan ini berpotensi merugikan negara," ulas Yusri.

Apalagi, kata Yusri, CPI makin besar kepala dan bisa melenggang bebas. Sebab, merasa di atas angin karena Penandatanganan HoA antara CPI dengan SKK Migas pada 28 September 2020 justru diamini dan disaksikan oleh Marinves LBP, Menteri ESDM  Arifin Tasrif dan Dirjen PSLB3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati. 

"Makanya saya sangat curiga, mengapa hasil audit lingkungan Blok Rokan tidak diumumkan ke publik? Seharusnya setiap warga Riau bisa melihat di website Kementerian LHK. Tetapi jangankan itu, yang saya dengar, Dinas LHK Riau saja tidak disampaikan hasil audit lingkungan itu. Padahal sesuai perintah UU PPLH Nomor 32 tahun 2009 di Pasal 50 Menteri LHK wajib mengumumkan ke publik, karena isi pasal itu sifatnya mandatori alias perintah," tutup Yusri.

Dilain pihak warga Riau merasa pesimis dengan penegakan hukum seperti oleh KPK, pasalnya terlalu banyak kepentingan berbalut angka-angka dalam dugaan penyelewengan yang diduga sudah hampir 100 tahun terjadi di lahan Blok Rokan yang dikerjakan oleh PT CPI. 

“KPK nya apa berani? soalnya kalau diproses dengan serius maka akan menjerat banyak pihak,” kata warga Riau, Effendy, Kamis (3/2/22).

Analisa Laboratorium Menyatakan Seluruh Sampel Ikan di Wilayah Blok Rokan Terkontaminasi Limbah B3. >>> halaman 2

 

Kasus Limbah TTM Blok Rokan berlanjut, dimana saat ini LPPHI telah membuktikan Chevron, SKK Migas, KLHK dan DLHK Riau Telah Nyata Melakukan Perbuatan Melawan Hukum, hal itu dari analisa laboratorium menyatakan seluruh sampel ikan di Wilayah Blok Rokan Terkontaminasi Limbah B3.

Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) menghadirkan 47 bukti surat pada persidangan Gugatan Lingkungan Hidup LPPHI yang berlangsung Rabu (2/2/2022) di Ruang Sidang Prof R Soebekti SH Pengadilan Neger Pekanbaru.

Menurut Wakil Ketua Tim Hukum LPPHI, Supriadi Bone SH CLA, seluruh bukti tersebut menunjukkan bahwa telah nyata para tergugat, mulai dari PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, telah melakukan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah bahan berbahaya beracun tanah terkontaminasi minyak dari kegiatan operasi PT Chevron Pacific Indonesia di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Bukti yang kami ajukan ini, mulai dari P1 sampai P47, sangat kuat dan terang bahwa para tergugat telah melawan hukum dengan tidak melaksanakan tugas yang diberikan Negara kepada mereka melalui peraturan perundang-undangan," ungkap Supriadi.

Dalam bukti yang diajukannya, LPPHI antara lain mengungkapkan bahwa DLHK Riau sejak awal sudah menyatakan PT CPI tidak taat terhadap peraturan perundang-undangan. Bukti ini tercantum dalam bukti surat DLHK Riau Nomor 490/PPLHK/2463 tanggal 27 Agustus 2020 kepada Direktur PT CPI dan SKK Migas. LPPHI memasukkan bukti ini sebagai P-7 perihal klarifikasi dan verifikasi sengketa lingkungan hidup.

Selanjutnya, LLPHI juga menghadirkan bukti surat notulensi Rapat Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah Bahan Berbahaya Beracun Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun tentang Pembahasan Rencana Kerja Pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup di Wilayah Kerja Rokan Tanggal 12 Agustus 2021 melalui video conference.

Bukti dengan kode P-41 itu membuktikan atau menerangkan bahwa hasil audit lingkungan Wilayah Kerja Migas Rokan menyatakan hanya ada 234 lokasi yang belum dipulihkan serta adanya tambahan 25 lokasi baru yang tidak masuk dalam audit lingkungan, termasuk 6 lokasi di  Kawasan Tahura SSH Minas, 4 lokasi bagian Road Map 2015-2019 dan 7 lokasi tambahan baru yang disampaikan SKK Migas kepada KLHK secara informal, ini membuktikan hasil audit lingkungan yang telah digunakan untuk HoA tidak akurat.

Menurut LPPHI, dengan demikian jumlah lokasi yang terkontaminasi TTM sebanyak 786 ditambah 297 lokasi dikurangi 168 lokasi yang menurut Tergugat III telah diterbitkan SSPLT periode 2015-2020 sehingga jumlah lokasi  yang belum mendapat SSPLT adalah 915 lokasi. Jumlah ini belum termasuk lokasi tercemar limbah B3/TTM di Tahura SSH Minas.

Tak kalah mengagetkan, LPPHI juga mengajukan bukti berupa Hasil Analisis Histomorfologi Pada Ikan di Kabupaten Siak di Lahan yang Diduga Terkontaminasi Minyak Mentah dari PT CPI yang dibuat dan ditandatangani oleh Ahli Ekotoksikologi Prof. DR. Ir. Etty Riani, MS, yang merupakan Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB).

LPPHI menyatakan, bukti tersebut membuktikan atau menerangkan bahwa telah diambil dan dianalisa histomorfologi terhadap Ikan Gabus (usus, hati, insang, daging, limpa dan ginjal), Ikan Belida (usus, hati, insang, daging, limpa dan ginjal), Ikan Nila (usus, hati, insang, daging, dan ginjal), Ikan Sepat (usus, hati, insang, daging, dan ginjal), Ikan Lele (usus, hati, insang, daging, limpa, ginjal dan arborescent) dan Ikan Patin (usus, hati, insang, daging dan ginjal).

Hasil analisa itu menyatakan semua organ ikan bermasalah. Dari 33 organ yang dianalisa, sebanyak 29 organ rusak dan hanya 4 organ yang tidak memperlihatkan masalah, yaitu usus gabus, limpa lele, usus patin dan insang patin.

Sementara itu, sidang yang berlangsung Rabu itu, dimulai sekitar pukul 16.30 WIB. Sidang diawali dengan penyerahan bundel bukti surat serta pemeriksaan alat bukti surat oleh Majelis Hakim. Kuasa hukum para tergugat terlihat juga menyaksikan pemeriksaan bukti surat oleh majelis hakim. Penasehat Hukum DLHK Riau sebagai Tergugat IV tidak hadir.

Sidang ditutup sekitar pukul 16.50 wib dan akan dilanjutkan pada 7 Februari 2022 dengan agenda penyelesaian penyerahan bukti dari penggugat dan bukti tergugat. 

Mengenai Perkara Gugatan Lingkungan Hidup ini, tercatat disidangkan di PN Pekanbaru dengan Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021.

Sidang dipimpin Hakim Ketua DR Dahlan SH MH dan dua hakim anggota Tommy Manik SH dan Zefri Mayeldo Harahap SH MH serta Panitera Solviati SH. Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini.

LPPHI menurunkan lima Kuasa Hukum dalam gugatan itu. Kelimanya yakni Josua Hutauruk, S.H., Tommy Freddy Manungkalit, S.H., Supriadi Bone, S.H., C.L.A., Muhammad Amin S.H.,dan Perianto Agus Pardosi, S.H. Kelimanya tergabung dalam Tim Hukum LPPHI.

Sementara itu, PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat dalam perkara ini.**