Dugaan Kongkalingkong dalam PT Pertamina Hulu Rokan
Audit Lingkungan PT CPI Saja Belum Diumumkan Kini Dirjen PSLB3 Malah Rangkap Jabatan, CERI; Potensi Konflik Kepentingan Besar?

Jakarta - Hingga hari ini Menteri LHK belum pernah membuka ke publik hasil audit lingkungan Wilayah Kerja Migas PT CPI di Blok Rokan sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 50 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, demikian kata Sekretaris Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Hengki Seprihadi, apalagi kata dia terdengar kabar Dirjen PSLB3 merangkap Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan “ini dapat berpotensi menimbulkan konflik Kepentingan?.”
“Kami telah melakukan konfirmasi pada 10 Januari 2022, hingga penulisan ini tidak ada jawaban dan bantahan terhadap status Anggota Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan yang dirangkap oleh Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati,” katanya, dalam pesan WhatsApp yang diterima redaksi kabarriau/babe, Jumat (14/1/22).
Jelas Hengki Seprihadii, berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan, setidaknya UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa Ditjen PSLB3 Kementerian LHK adalah yang menentukan kebijakan pengelolaan limbah B3, memonitor dan mengawasi pemulihan lingkungan terkontaminasi limbah TTM B3, serta memastikan pengelolaan limbah TTM B3 harus sesuai peraturan perundang undangan.
“Mengingat hingga saat ini setelah alih kelola Wilayah Kerja Migas pada 9 Agustus 2021 dari PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PT PHR) tidak ada kegiatan fisik apapun dilapangan terhadap pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat limbah TTM B3 yang diwariskan oleh PT CPI maupun oleh aktifitas PT PHR sendiri,” katanya.
Faktanya, “berdasarkan notulensi rapat pada April 2018 di KLHK, yang dihadiri PT CPI, SKK Migas dan DLHK Riau, menyebutkan bahwa Dirjen PSLB3 Vivien Rosa telah mimpin rapat tanggal 12 Desember 2017 yang telah menyimpulkan jumlah lokasi limbah TTM B3 diakui sebanyak 786 lokasi di Blok Rokan.
“Konon kabarnya, angka sebanyak 786 lokasi di luar pengaduan masyarakat yang tercatat di Dinas LHK Provinsi Riau sebanyak 297 lokasi limbah TTM B3,” kata Hengki.
Seperti diketahui, atas dasar hasil audit lingkungan tersebut telah digunakan sebagai dasar Head of Agreement (HoA) antara PT CPI dengan SKK Migas pada 29 September 2020 di kantor SKK Migas yang disaksikan oleh Menko Marinves dan Dirjen PSLB3 mewakili Menteri LHK, bahwa PT CPI hanya dibebankan anggaran sekitar USD 265 juta sesuai split dengan Pemerintah untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup dari limbah TTM B3 akibat operasi PT CPI selama ini, dan PT CPI dibebaskan dari seluruh kewajiban untuk memulihkan limbah TTM B3 di Blok Rokan.
Namun, menurut notulen rapat pembahan rencana kerja pemulihan fungsi lingkungan hidup wilayah blok Rokan pada 12 Agustus 2021 yang dihadiri oleh staf Ditjen PSLB3, Kementerian ESDM dan PT PHR, ternyata data-data jumlah lokasi TTM B3 masih ada penambahan yang signifikan sejumlah 42 lokasi dari 234 lokasi hasil audit lingkungan. Artinya data hasil audit lingkungan yang digunakan sebagai dasar HoA sangat diragukan akurasinya, sehingga dengan telah dibebaskannya PT CPI dari kewajiban apapun akibat HoA tersebut, berpotensi merugikan negara jika kenyataan titik limbah TTM B3 dan volume limbah TTM B3 jauh melebihi dari hasil audit lingkungan tersebut.
Bahwa PT PHR yang mendapatkan penugasan dari SKK Migas sesuai surat tanggal 26 Juli 2021 untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup akibat perbuatan PT CPI baru akan berencana pada Febuari 2022 untuk melakukan kegiatan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan proses tender untuk menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksananya.
Sehingga kedudukan Vivien Rosa sebagai Dirjen PSLB yang menentukan teknologi pemulihan dan mengawasi proses pemulihan hingga merekomendasi penerbitkan Surat Selesai Pemulihan Limbah Terkontaminasi (SSPLT) kepada Menteri LHK untuk setiap kegiatan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukan pihak ketiga, ternyata merangkap sebagai Komisaris PT PHR, sehingga posisi jabatan tersebut berpotensi terjadi konflik kepentingan bagi kepentingan Kementerian LHK dengan PT PHR untuk memutus siapa pihak ketiga melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Selain itu, berpotensi mengakibatkan personal di ditjen PSLB3 akan 'ewuh pekewuh' dalam menjalankan tugas pengawasan dan penindakan apabila PT PHR lalai menjalankan kewajibannya memulihkan fungsi lingkungan hidup yang terkontaminasi limbah TTM B3.
Kedudukan rangkap jabatan komisaris itu bertentangan pula dengan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Pasal 33 UU BUMN Nomor 19 tahun 2003.
“Oleh sebab itu, CERI memohon Menteri BUMN dengan penuh kerarifan dapat meninjau posisi Vivien Rosa Ratnawati sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Rokan agar semua proses bisnis terkait pengelolaan limbah TTM B3 bisa berjalan fair dan transparan serta akuntabel sekaligus membuat PT PHR lebih peduli menjaga lingkungan hidup dalam menjalankan operasinya,” pungkasnya.**