JPU Siap Buktikan Penggelapan Pajak Rp.15 M, Dirut PT SSTP

JPU Siap Buktikan Penggelapan Pajak Rp.15 M, Dirut PT SSTP

Pekanbaru - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, telah melimpahkan berkas perkara dugaan penggelapan pajak oleh Ahmad Lukman, Direktur Utama (Dirut) PT Serusenia Plasma Taruna (SSTP) ke Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Empat JPU siap membuktikan perbuatan tersangka.

Dalam perkara tersebut, Ahmad Lukman diduga melakukan penggelapan pajak hampir Rp15 miliar. Ia yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan di PT SSTP.

Perkara ini ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau.

Selanjutnya setelah berkas perkara lengkap atau P-21, tersangka dan barang bukti dilimpahkan ke JPU di Kejaksaan Negeri Pekanbaru.

Saat ini tersangka dititipkan di Rutan Mapolda Riau selama 20 hari. Setelah menyusun surat dakwaan, JPU melimpahkan berkas perkara di pengadilan, dengan begitu penahanan terhadap Ahmad Lukman jadi tanggung jawab hakim.

"Berkas AL (Ahmad Lukman, red) telah dilimpahkan ke pengadilan, kemarin (Selasa). JPU-nya berjumlah empat orang, dan siap membuktikan perbuatan tersangka,” ujar Agung Irawan, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Rabu (29/12/21).

Lebih lanjut Agung mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu penetapan sidang dan majelis hakim yang mengadili perkara dengan agenda sidang perdana pembacaan dakwaan oleh JPU.

 

Diketahui sebelumnya, Ahmad Lukman menandatangani dokumen faktur pajak yang diterbitkan atas nama SSPT dan Surat Pemberitahuan (SP) juga atas nama SSPT, yang dilaporkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bangkinang yang beralamat di Jalan Cut Nyak Dien, Nomor 4 Pekanbaru.

Faktur pajak merupakan bukti atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh SSPT atas transaksi penjualan, penyerahan barang dan atau jasa. Tersangka adalah orang yang mengambil keputusan atau kebijakan untuk membayar sebagian PPN yang telah dipungut oleh perusahaan selama masa pajak Juli 2014 sampai dengan Maret 2015.

Sebelumnya pihak PT SSPT menerbitkan faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari para lawan transaksi pada saat melakukan transaksi penyerahan barang dan atau jasa kepada para customer SSPT. Namun, tidak seluruh PPN yang telah dipungut tersebut disetor ke kas negara dan tidak seluruhnya dilaporkan dalam laporan SPT Masa PPN.

Kemudian atas seluruh faktur pajak yang telah diterbitkan oleh SSPT telah dibayar oleh lawan transaksi atau customer. Seluruh faktur pajak yang diterbitkan oleh SSPT untuk masa Juli 2014 sampai dengan Maret 2015, telah dikreditkan dalam laporan SPT Masa PPN para lawan transaksi.

Menurut Pihak Kanwil DJP Riau, telah melakukan upaya persuasif terhadap Wajib Pajak sesuai dengan asas ultimum remedium, atau hukum pidana menjadi jalan terakhir dan tidak boleh digunakan pada tahapan awal penegakan hukum. Tapi Wajib Pajak tidak melakukan penyetoran PPN.

Akibatnya Negara telah dirugikan pada pendapatan negara yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang nyata-nyata telah dipungut dan telah dibayar oleh lawan transaksi tapi tidak disetor ke Kas Negara oleh SSPT, adalah sekurang-kurangnya sebesar Rp15 miliar.

Atas tindakan dan perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf i dan Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 11 Tahun 2020 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Diketahui, pihak Kanwil DJP Riau telah melakukan upaya penyitaan sebidang tanah dan bangunan senilai kurang lebih Rp7 miliar, sesuai dengan kewenangan penyidik berdasarkan Pasal 44 UU KUP dan telah dilakukan penetapan penyitaan barang bukti oleh Pengadilan Negeri.**