Upaya Jegal SBY di 2009 Demokrat Tolak PT 20 %, Sekjen PDIP; Lho 2009…?

Upaya Jegal SBY di 2009 Demokrat Tolak PT 20 %, Sekjen PDIP; Lho 2009…?

Jakarta - Partai Demokrat (PD) menolak ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. PD mengklaim ambang batas itu pernah menjadi upaya menjegal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat Pilpres 2009. Hal tersebut direspons PDIP, heran dengan pernyataan itu, padahal SBY kala itu justru menang di Pilpres 2009.

"Lho 2009 Pak SBY kan sudah Presiden, mana ada yang jegal secara politik?" kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, kepada wartawan, Rabu (22/12/21).

Hasto mengatakan Partai Demokrat saat Pemilu 2009 mendapat dukungan banyak partai politik dengan suara yang naik secara signifikan. Hasto menyebut hal itu luar biasa.

"Bahkan PD tahun 2009 menggalang dukungan Parpol yang begitu besar dan bahkan mencapai kenaikan suara 300%. Suatu kenaikan luar biasa yang terjadi karena 'strategi khusus'. Bayangkan di era multipartai kompleks ada partai yang bisa naik 300%," ujarnya.

Menurut Hasto, berdasarkan rekam jejak yang justru menjadi korban saat pilpres 2009 adalah Golkar. Sebab, Golkar menurutnya, sudah menjadi benteng bagi Demokrat, tapi suaranya turun.

"Rekam jejak sejarah pileg dan Pilpres 2009 saat itu yang jadi korban justru Partai Golkar. Mengapa? Karena Pak Jusuf Kalla dan Golkar sudah membentengi secara luar biasa Pak SBY dan Demokrat, namun perolehan Golkar tahun 2009 tersebut justru malah turun atau tidak terkatrol naik, sementara yang dibela habis-habisan malah naik 300%," ucapnya.

Sebelumnya, adanya upaya menjegal SBY di Pilpres 2009 dilontarkan oleh Wasekjen Partai Demokrat Irwan Fecho. Hal itu karena adanya persyaratan ambang batas.

Itu alasan kenapa Demokrat menolak persyaratan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden (capres). Irwan menilai konstitusi sudah memiliki mekanisme saringan tersendiri terhadap setiap capres dan cawapres.

"Konstitusi kita punya mekanisme saringan terhadap setiap calon presiden dan wakil presiden agar pemilu kita menghasilkan presiden yang berkualitas dan memiliki dukungan yang kuat," ujar Irwan Fecho dalam keterangan tertulis, Rabu (22/12/21).

Lebih lanjut Irwan menuturkan alasan lain penolakan syarat presidential threshold adalah pengalaman buruk masa lalu Demokrat pada setiap gelaran pilpres. Dia menceritakan, eks Ketua Umum (ketum) Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah hampir tak dapat mencalonkan diri karena ada syarat ambang batas itu pada pemilu tidak serentak tahun 2004 dan 2009.

"Pada setiap gelaran pilpres yang dilaksanakan secara langsung sejak 2004, ambang batas pencalonan presiden memang dimaksudkan sebagai barrier to entry bagi setiap calon. Pada saat itu Pak SBY hampir tidak dapat mencalonkan diri karena jumlah dukungan yang terbatas," katanya.

"Pada 2009, kembali ada skenario politik agar Pak SBY tidak dapat dicalonkan dengan mengubah dan menaikkan angka ambang batas pencalonan presiden menjadi 25 persen kursi DPR dan 20 persen suara sah nasional. Namun, karena pemilihan legislatif yang dilaksanakan lebih awal sebelum pilpres, ternyata Demokrat memenangkan pileg dengan perolehan kursi 150 atau ekuivalen dengan 26,4 persen kursi DPR RI. Akhirnya skenario menggagalkan SBY melalui presidential threshold gagal total. Bahkan Pak SBY memenangkan Pilpres," tambahnya.

Menurutnya, hal itu berbeda antara Pilpres 2004 dan 2009 dengan pilpres pada 2019 dan 2024 mendatang yang digelar secara serentak. Lantas, dia menilai ambang batas pencalonan tak lagi relevan dijadikan syarat pencalonan.**