Alwamen Selaku Kabid Penaatan dan Kasi Penkum DLHK Riau Diduga Tidak Taat Aturan, Ini Kata Menko

Alwamen Selaku Kabid Penaatan dan Kasi Penkum DLHK Riau Diduga Tidak Taat Aturan, Ini Kata Menko

Pekanbaru - Selaku Kepala Bidang Penaatan dan Penataan Lingkungan Hidup dan Kehutanan DLHK Provinsi Riau,Alwamen, S.Hut.MSi., dinilai aktivis lingkungan “tidak taat aturan” dalam hal melakukan normalisasi sungai Bangko di dusun Pematang Semut, Kecamatan Bangko Pusako, kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.

“Kita duga tidak taat aturan itu, dimana pihak DLHK Riau berikut bawahannya tidak menuntaskan izin normalisasi yang seharusnya diwajibkan UU dan Peraturan. Padahal menurut Pasal 11 Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Kedudukan,Susunan Organisasi,Tugas dan Fungsi,Serta Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, kerja mereka telah diatur,” kata Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI), Mattheus. S, Jumat (10/12/21) dari Medan melalui telphon selulernya.

Sementara bawahan Alwamen yaitu Kepala Seksi Penegakan Hukum, Agus Purwoko, juga “kami nilai lalai dan abai dalam menegakkan hukum pada lokasi normalisasi sungai dalam kawasan hutan produksi tetap (HPT) di Kecamatan Bangko Pusako, Rohil oleh DLHK Provinsi Riau, sebab alat berat didalam kawan hutan saat ini diduga tidak ada izin dari pusat”.

“Padahal sesuai kewenangan Agus, sebagai Seksi Penegakan Hukum wajib membimbing, memeriksa dan menilai hasil pelaksanaan tugas bawahan di lingkungan Seksi Penegakan Hukum. Dan fungsinya juga melakukan pemantauan, evaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas dan kegiatan,” kata Mattheus.

Sayang keduanya, Kabid dan Kasi ini dikonfirmasi dalam tugasnya beliau tidak mau menjawab, sementara sebelumnya Kadis DLHK Riau, Mamun Murod.S.Hut.MSi  dikonfirmasi hanya menjawab “banyak cerita”.

“Sesuai UU 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, membawa alat-alat berat yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan harus ada izin berusaha dari Pemerintah Pusat," kata Mattheus.

 

"Artinya bermain dengan kata-kata normalisasi dengan dalih pembersihan sungai, apapun itu kegiatan berdampak tersebut terhadap lingkungan (UU 32/2009 tentang PPLH) apalagi dilakukan pada kawasan hutan ( UU 41/1999 tentang Kehutanan) ekskavator tersebut bisa ditangkap karena memasuki kawasan hutan tanpa izin,” kata Kepala Suku yayasan ARIMBI ini yang menegaskan itu adalah tugas Agus selaku Kasi penegakan hukum.

Beber Mattheus, semestinya sebelum kegiatan itu dilaksanankan telebih dahulu disusun sesuai tahapannya seperti penyusunan AMDAL atau UKL/UPL, Uji kelayakan, Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Berusaha, Koordinasi dengan Satker SDA. 

“Semua itu ada aturannya kok. Ada dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup (PPLH) jo UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan PPLH, Permen LHK nomor 4 tahun 2021 tentang daftar usaha dan atau kegiatan yang wajib  memiliki AMDAL, UKL dan UPL atau SPPL,” katanya.

"Nah, selain aturan yang diatas, kegiatan normalisasi sungai ini juga diduga melanggar UU nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air terutama pasal 25, pasal 71 dan pasal 73. Selain itu tanggungjawab Gubernur juga diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Kita sedang mencari tahu latar belakang Gubernur Riau, Syamsuar melakukan tindakan 'off-side' tehadap peraturan perundang-undangan," rinci Mattheus.

Menurut Mattheus, dari hasil bincang-bincang dengan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III (BWSS), Syahril melalui sambungan WhatsApp, Senin (22/11/21), mengakui bahwa kegiatan di wilayah kerjanya tersebut memang tanpa dilengkapi dokumen perizinan dan sebanarnya itu tidak boleh.

 

Hal tersebut juga dusampaikan Kepala Seksi DAS Dinas LHK Provinsi Riau, Tri Atmanto di hari yang sama. Walau ada nada takut, tetapi Tri Atmanto juga menyebut normalisasi sungai itu tanpa kelengkapan izin lingkungan.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T., dalam sebuah pesan yang dilihat redaksi kabarriau/babe, Jumat (10/12/21) sore menyebut korupsi dapat terjadi karena sejumlah faktor, antara lain terkait dengan ketidakpastian dan iklim finansial yang bergejolak, pengalihan fokus dari berbagai kegiatan ekonomi.

“Saya mendukung penuh kegiatan pencegahan korupsi. Korupsi kita cegah, Indonesia lebih sehat, bersih, adil, sejahtera dan maju," kata ketua Golkar ini sekaligus mengucapkan "Selamat Hari Antikorupsi Sedunia”.**