Normaliasi Sungai Bangko, Gubri Terindikasi "Bersubahat" Langgar Aturan

Normaliasi Sungai Bangko, Gubri Terindikasi "Bersubahat" Langgar Aturan

Pekanbaru - Jangan tanya soal dana normalisasi sungai itu. Karena informasi yang berhasil direkam media ini dari berbagai sumber, setidaknya ada 18 perusahaan yang patungan untuk mendanai kegiatan tersebut.

"Ini akan jadi fokus kita selanjutnya. Kita duga ada indikasi gratifikasi melalui kegiatan normalisasi sugai Bangko ini sehingga Gubernur yang beberapa waktu lalu didemo soal dugaan korupsinya itu terkesan tergopoh-gopoh sehingga persiapan untuk kegiatan tersebut tidak matang. Padahal jelas tanggungjawab Gubernur itu diatur dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah," kata Mattheus.

Sementara itu, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera III (BWSS), Syahril mengakui bahwa kegiatan di wilayah kerjanya tersebut memang tanpa dilengkapi dokumen perizinan. Hal tersebut disampaikannya melalui sambungann WhatsApp kepada tim ARIMBI, Senin (22/11/21).

"Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Dinas LHK Provinsi Riau atas permintaan masyarakat setempat. Karena kondisi sungai Bangko tersebut sudah lama tidak bisa difungsikan oleh masyarakat untuk berbagai kegiatan," ujar Syahril diujung telepon.

Kendati demikian Syahril  juga mengakui bahwa sesuai peraturan hendaknya terlebih dahulu dokumen-dokumen lingkungan tersebut dilengkapi sebelum kegiatan normalisasi sungai dilaksanakan. 

"Tetapi ini perintah pak Gubernur, makanya kita juga melihat dari sisi kebutuhan masyarakat bahwa ini harus segera dilakukan. Memang itu tidak baik secara peraturan," tandasnya.

Hal senada yang agak konyol juga disampaikan Kepala Seksi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dinas LHK Provinsi Riau, Tri Atmanto melalui sambungan telepon, Senin (22/11/21) menyebutkan pada tanggal 3 November Gubernur Riau melakukan rapat mendadak di kantor Dinas LHK terkait normalisasi sungai Bangko.

Menurut Tri Atmanto semua kegiatan tersebut atas kebijakan Gubernur. Tetapi ketika ditanya apakah kegiatan tersebut harus dilengkapi perizinan, Tri Atmanto mengelak dan tidak berani menegaskan aturan apa yang sudah dilanggar.

“Saya tak tahu, saya tak berani menjawab, takut salah,” kata Tri.

Lagi-lagi aksi kepala daerah yang mengkangkangi aturan dan peraturan dipertontonkan di Provinsi Riau. Kali ini Gubernur Riau, Syamsuar yang sebelumnya tidak mau tahu dengan pencemaran limbah Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) akibat ulah PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) dan terkesan mengabaikan penderitaan warga yang bermukim di wilayah kerja blok Rokan, berulah lagi.

Untuk menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat, mantan Bupati Siak yang sedang digoyang atas dugaan korupsi oleh sejumlah LSM ini baru saja melegalisasi kegiatan normalisasi sungai Bangko tanpa izin lingkungan dan AMDAL. Bukan hanya itu, kegiatan tanpa payung hukum  yang dihadiri para petinggi tersebut juga diduga telah mengubah hidrologi, tata kelola air dan ekosistem di sungai Bangko. Disamping itu ada dugaan melampaui kewenangan, dimana wilayah kerja itu adalah tanggungjawab Balai Wilayah Sungai Sumatera III.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI), Mattheus Simamora usai melakukan observasi pada kegiatan yang berpusat di dusun Pematang Semut, Kecamatan Bangko Pusako, kabupaten Rokan Hilir, Riau, Kamis (18/11/21) di Markas ARIMBI Pekanbaru.

Menurut Mattheus, kegiatan normalisasi sungai itu tujuannya sangat bagus. Selain mencegah luapan banjir, juga ada aspek ekonominya bagi masyarakat tempatan, dimana sebagian masyarakat itu adalah nelayan yang menggantungkan hidup dari tangkapan ikan air tawar. Tetapi sangat disayangkan ketika seorang kepala daerah yang memiliki tim teknis seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Gubernur yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat malah terlihat ceroboh dengan mengangkangi berbagai aturan dan peraturan.

"Sayang sekali kegiatan tersebut diduga telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Tidak boleh dengan dalil membantu masyarakat tetapi dengan melanggar undang-undang. Sangat patut dipertanyakan ada apa dengan Gubernur ? Sementara DLHK sangat tahu aturan apa saja yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan tersebut. Sepertinya Gubernur Riau ini terjebak atau dijebak untuk melegalisasi kegiatan itu," ujar Mattheus.

Beber Mattheus, semestinya sebelum kegiatan itu dilaksanankan telebih dahulu disusun sesuai tahapannya seperti penyusunan AMDAL atau UKL/UPL, Uji kelayakan, Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Berusaha, Koordinasi dengan Satker SDA. Semua itu ada aturannya kok. Ada dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup (PPLH) jo UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan PPLH, Permen LHK nomor 4 tahun 2021 tentang daftar usaha dan atau kegiatan yang wajib  memiliki AMDAL, UKL dan UPL atau SPPL.

"Nah, selain aturan yang diatas, kegiatan normalisasi sungai ini juga diduga melanggar UU nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air terutama pasal 25, pasal 71 dan pasal 73. Selain itu tanggungjawab Gubernur juga diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Kita sedang mencari tahu latar belakang Gubernur Riau, Syamsuar melakukan tindakan 'off-side' tehadap peraturan perundang-undangan," rinci Mattheus.

Jangan tanya soal dana normalisasi sungai itu. Karena informasi yang berhasil direkam media ini dari berbagai sumber, setidaknya ada 18 perusahaan yang patungan untuk mendanai kegiatan tersebut.

"Ini akan jadi fokus kita selanjutnya. Kita duga ada indikasi gratifikasi melalui kegiatan normalisasi sugai Bangko ini sehingga Gubernur yang beberapa waktu lalu didemo soal dugaan korupsinya itu terkesan tergopoh-gopoh sehingga persiapan untuk kegiatan tersebut tidak matang. Padahal jelas tanggungjawab Gubernur itu diatur dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah," pungkas Mattheus.

Sementara itu, Kepala Balai Wilaya Sungai Sumatera III (BWSS), Syahril mengakui bahwa kegiatan di wilayah kerjanya tersebut memang tanpa dilengkapi dokumen perizinan. Hal tersebut disampaikannya melalui sambungann WhatsApp kepada tim ARIMBI, Senin (22/11/21).

"Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Dinas LHK Provinsi Riau atas permintaan masyarakat setempat. Karena kondisi sungai Bangko tersebut sudah lama tidak bisa difungsikan oleh masyarakat untuk berbagai kegiatan," ujar Syahril diujung telepon.

Kendati demikian Syahril  juga mengakui bahwa sesuai peraturan hendaknya terlebih dahulu dokumen-dokumen lingkungan tersebut dilengkapi sebelum kegiatan normalisasi sungai dilaksanakan. 

"Tetapi ini perintah pak Gubernur, makanya kita juga melihat dari sisi kebutuhan masyarakat bahwa ini harus segera dilakukan. Memang itu tidak baik secara peraturan," tandasnya.

Hal senada yang agak konyol juga disampaikan Kepala Seksi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dinas LHK Provinsi Riau, Tri Atmanto melalui sambungan telepon, Senin (22/11/21) menyebutkan pada tanggal 3 November Gubernur Riau melakukan rapat mendadak di kantor Dinas LHK terkait normalisasi sungai Bangko.

Menurut Tri Atmanto semua kegiatan tersebut atas kebijakan Gubernur. Tetapi ketika ditanya apakah kegiatan tersebut harus dilengkapi perizinan, Tri Atmanto mengelak dan tidak berani menegaskan aturan apa yang sudah dilanggar.

“Saya tak tahu, saya tak berani menjawab, takut salah,” pungkas Tri.**