Pakar Lingkungan Nasional Akan Jumpa ARIMBI Menindak Lanjuti Laporan di Polda Riau, Dr. Elv: Bupati Jangan "Degil"

Pakar Lingkungan Nasional Akan Jumpa ARIMBI Menindak Lanjuti Laporan di Polda Riau, Dr. Elv: Bupati Jangan "Degil"

Pekanbaru - Pakar lingkungan hidup Nasional asal Riau, DR Elviriadi SPI MSi., usai diundang menjadi narasumber tunggal seminar kawasan, Paradigma Islam Terhadap Kehutanan, Lingkungan dan Kelautan, menyebut kecewa dengan progran Pemkab Kepulauan Meranti yang memanfaatkan sampah sebagai penahan abrasi laut.

Usai seminar ini Dr Elv menyampaikan berbagai konsep dan pandangan Islam berkaitan dengan lingkungan. "Saya membiasakan membaca banyak buku bahkan memberikan tanda stabilo sehingga dapat mengingat bagian penting informasi yang ada di buku tersebut," katanya, Senin (25/10/21).

Terkait kajian sampah dibuang ke pinggir pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka ini, Kepala Bidang Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menyampaikan berapa pendapat, katanya "dengan ARIMBI Rabu akan jumpa langsung membahas gugatan pidana lingkungan PT. Chevron dan Bupati 'degel' ni (Bahasa Melayu degel samadengan bandel.red)," kata Dr. Elv.

Mungkin "degil" dimaksut karena puluhan krtik telah dilayangkan pada Bupati Kepulauan Meranti agar menghentikan mimpinya membenteng abrasi dengan sampah itu diabaikan, "buktinya sudah dilapor pidana lingkunganpun saja bupati dengan santai masih besikukuh melanjutkan pembuangan sampah kepinggir pantai Mekong sampai saat ini".

Banyak kalangan menilai upaya melanjutkan pembuangan sampah untuk membenarkan mimpinya itu bahwa sampah bisa dimanfaatkan untuk membenteng gelombang. "Itu upaya membela diri padahal kata Aktivis itu melanggar UU dan peraturan," kata warga Meranti yang tidak mau laut mereka tercemar gara-gara kebijakan tanpa kajian tersebut.

Bahkan sempat dilontarkan Doktor yang berkarir di UIN Suska Riau tersebut, "membenteng abrasi pantai dengan sampah adalah kerjaan menyanyah (selenekan)".

Ulas Ketua Majelis LH Muhammadiyah tersebut, niat baik Bupati bersebrangan dengan kajian ilmiah sehingga ide tersebut sampah yang digunakan tersebut memiliki pori-pori yang renggang dan sifatnya tak menyatu dengan sampah yang lain, dan harus diolah dulu menjadi padatan sehingga baru bisa digunakan.

"Kalau sampah langsung yang digunakan itu tidak efektif terkesan seperti kerja menyanyah, dan dampaknya pasti menimbulkan masalah baru, selama ini harusnya kita membersihkan pantai dari sampah," imbuhnya.

Tambah pakar ini lagi, "harusnya ada kajian dulu penanganan abrasi menggunakan sampah ini harus sesuai porsinya, takutnya nanti masalah sampah semakin banyak diperairan Meranti, ditambah info yang saya terima dari nelayan sekitar seperti di Insit dan Alai mereka mengeluhkan jaring sering dimasuki sampah."

Sambung Pakar lingkungan dengan segudang gelar dan kerap menjadi saksi ahli lingkungan di persidangan tersebut menyebut, "ide yang dibuat ini sama sekali tidak efektif, pasalnya batu pemecah pantai saja tidak efektif apalagi menggunakan batang kelapa karena batang kelapa lama kelamaan renggang, lapuk dan akhirnya tumbang.

Terang mantan aktivis mahasiswa itu, "menurut kajian ilmiah kereksivitas sampah itu berbeda-beda kepadatannya jadi ada celah kelonggaran dan tidak menyatu dengan tanah, mestinya penimbunan uruk itu menggunakan tanah yang padat, jadi sekali lagi saya sampaikan ini kerja menyanyah apalagi sampah yang dipakai lebih banyak non organik atau sampah plastik, Program menyanyah ini agar dihentikan saja," pungkas Putra Meranti ini.**