Benam Sampah Dipinggir Pantai Kata DLH Tak Langgar Aturan, ARIMBI: Biar Krimsus Polda Riau Menentukan

Benam Sampah Dipinggir Pantai Kata DLH Tak Langgar Aturan, ARIMBI: Biar Krimsus Polda Riau Menentukan

Selatpanjang - Tak terbantahkan lagi bahwa akan terjadi potensi pencemaran laut yang diakibatkan oleh kesewenang-wenangan Bupati Kepulauan Meranti dalam mengambil kebijakan terkait pengelolaan sampah dikritik pakar dan pegiat lingkungan. Hal tersebut diduga karena keputusasaan pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti menangani over load sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gogok yang semakin tidak terkendali.

"Pasalnya relokasi sampah dari TPA Gogok ke kawasan pantai Desa Mekong, Kecamatan Tebing Tigghi Barat yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup tersebut tanpa kajian analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan diduga bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan," kata Kepala Suku Yayasan ARIMBI, Mattheus di pantai Mekong, Selatpanjang Sabtu (16/10/21) kemaren.

Dilokasi itu tim ARIMBI menemuan sampah yang ditempatkan di pinggir pantai dengan menggunakan batang kelapa sebagai penopangnya, lalu ditutup dengan lumpur dan tanah dari galian setempat. 

"Kita duga pemerintah berpikir bagaimana caranya membuang sampah atau mengosongkan sampah organik dan anorganik di TPA Gogok, namun sayang pembuangan ini dilakukan ke pinggir pantai sehingga dikhawatirkan akan mencemari laut," lanjut Mattheus.

Mattheus menyayangkan, jaraknya dari pantai cuma 1 meter ini kalau tanah penutup sampah setinggi 30 CM itu lunak karena dihantam ombak pantai Selat Malaka maka sampah ini akan hanyut ke Malysia atau Singapura. 

"Belum ada kajian di dunia ini yang membolehkan penggunaan sampah sebagai material penahan gelombang dan abrasi, inikan proyek dadakan yang akal-akalan untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan anggaran daerah dan ini akan menjadi masalah baru, yang mana sebelumnya Riau dikritik negara tetangga karena menyumbang asap, mungkin kali ini Riau atau Kepulauan Meranti akan menyumbangkan sampah ke negara tetangga, artinya yang jelek itu Indnonesia," tekan Mattheus.

Jelas Mattheus saat wancara di Lokasi Pantai Mekong, kalau diamati dari luar sepertinya bagus namun kalau sudah pasang besar keelokan program bupati ini akan menjadi masalah besar antara dua negara. 

"Kalau apa yang saya khawatirkan misalnya sampah ini sampai kenegara tetangga yang malu itu bukan saja Meranti namun Indonesia," katanya kesal dengan kebijakan bupati yang memanfaatkan pasilitas pemerintah untuk kepentingan peribadi, pasalnya tanah tersebut dari wancara dengan warga adalah milik bupati. 

"Sampah itu akan berserakan jika dihantam gelombang selat Malaka. Beton saja yang sebelumnya kokoh hancur digerus gelombang ini, apalagi sampah lunak yang hanya ditutup tanah tipis, pastinya bercerai berai," kata Mattheus.

Yang sangat disayangkan kata Mattheus, pohon mangrove yang kuat menahan gelombang terus ditebang tanpa bisa dihentikan pemerintah, bahkan pabrik arang mangrove dengan leluasa mengekspornya ke negara tetangga. Sebenarnya solusi yang arif untuk menahan abarasi adalah penanaman kembali pohon mangrove seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo baru-baru ini. Bupati juga harus konsisten mencegah penebangan liar pohon mangrove oleh pengusaha arang di Meranti ini.

"Bukan membenteng gelombang dengan sampah. Jelas hal ini akan kita uji melalui perangkat hukum yang tersedia. Rencana akan kita laporkan ke Ditkrimsus Polda," pungkasnya.

Dokonfrimasi pada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepulauan Meranti, atau sekarang kabarnya menjadi Badan Kawasan Permukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup, Irmansyah, mengaku "abang lihatlah kondisinya sekaran..sudah bersih, aman dan sudah jadi objek wisata," katanya Senin (18/10/21).

"Kondisi abrasi yang sudah sangat darurat. Lagi pula tak ada aturan yang dilanggar. Abrasi bahkan sudah mengancam jiwa manusia. Penanganan darurat tapi kita tetapi memerhatikan lingkungan. Kita tetap mengacu keperaturan dan seminggu lalu sudah selesai," katanya.**


Video Terkait :