Terima Suap 25,7 M, Edhy Prabowo Divonis 5 tahun Penjara Denda Rp 400 juta

Terima Suap 25,7 M, Edhy Prabowo Divonis 5 tahun Penjara Denda Rp 400 juta

Jakarta - Terbukti bersalah menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp 25,7 miliar dari pengusaha eksportir benih bening lobster (BBL) atau benur, mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy divonis bersama stafsus, sespri, dan seorang swasta.

Edhy dkk dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman ke Edhy membayar uang pengganti Rp 10 miliar, Jika ditotal dari uang pengganti yang disebut jaksa, nilai keseluruhannya adalah Rp 10.804.486.219.

"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan uang sejumlah USD 77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh hukum tetap maka harta benda disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda untuk mencukupi uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," ujar hakim ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/7/21).

Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun. Pidana tambahan ini berlaku setelah Edhy menjalani masa pidana pokoknya.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," tutur hakim.

Alasan dicabutnya hak politik karena Edhy sebagai menteri tidak memberi contoh baik. Selain itu, Edhy dipilih menteri karena jabatan sebelumnya adalah seorang anggota DPR, maka hakim menilai agar masyarakat tidak memilih orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi.

"Bahwa mengingat jabatan terdakwa Edhy Prabowo selaku menteri KKP yang merupakan jabatan publik, yang berawal terpilihnya terdakwa menjadi anggota DPR, maka sudah seharusnya masyarakat memberi harapan besar yang merupakan penyelenggara negara untuk memberikan tugas aktif dengan tidak melakukan KKN," tutur hakim.

"Bahwa yang terjadi justru sebaliknya, terdakwa mencederai amanat yang diembannya sehingga tindakan ini bukan hanya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, namun mencederai menteri KKP," lanjut hakim.**