Keterangan Gubernur Diperlukan dalam Korupsi di Balik Pengadaan Lahan DKI

Keterangan Gubernur Diperlukan dalam Korupsi di Balik Pengadaan Lahan DKI

Jakarta - Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diperlukan untuk memperjelas alur perkara dugaan korupsi di balik pengadaan lahan di DKI Jakarta.

Kasus ini resmi disampaikan KPK pada 27 Mei 2021 dengan mengumumkan penetapan sejumlah tersangka, kalau telihat Pengusutan perkara mulai mengarah ke Anies. 

KPK menduga pengadaan tanah di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019 ini oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya diselimuti korupsi.

Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan perlunya keterangan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta dalam perkara ini. Menurut Firli, Anies memahami penyusunan APBD DKI yang diduga digunakan untuk pengadaan lahan yang diduga dikorupsi itu. (Senin, 12 Juli 2021).

"Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga koleganya di DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang," kata Firli kepada detikcom, Senin (12/7/21).

Firli mengatakan KPK akan mengungkap semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini. KPK, kata Firli, tak akan pandang bulu dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Kita akan ungkap semua pihak yang diduga terlibat baik dari kalangan legislatif dan eksekutif. Anggaran pengadaan lahan sangat besar kerugian negaranya. Jadi siapapun pelakunya yang terlibat, dengan bukti yang cukup, kami tidak akan pandang bulu karena itu prinsip kerja KPK," jelas Firli.

Saat itu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan ada 3 tersangka personal dan 1 tersangka korporasi, Yoory Corneles Pinontoan sebagai Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Anja Runtuwene selaku Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian selaku Direktur PT Adonara Propertindo dan PT Adonara Propertindo selaku korporasi.

"Setelah kami melakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan kami menemukan bukti permulaan yang cukup. KPK menetapkan peningkatan status perkara ini ke penyidikan sejak tanggal 24 Februari 2021 dengan menetapkan 4 tersangka," kata Ghufron kala itu.

Ghufron menyebutkan perbuatan para tersangka itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp 152,5 miliar. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, karena telah merugi negara senilai Rp 152 Miliar

Mendampingi Ghufron kala itu, Plh Deputi Penindakan KPK Setyo Budiyanto membeberkan konstruksi kasusnya. Perumda Pembangunan Sarana Jaya adalah badan usaha milik daerah Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

"Adapun bentuk kegiatan usahanya antara lain adalah mencari tanah di wilayah Jakarta yang nantinya akan dijadikan unit bisnis ataupun sebagai bank tanah," kata Setyo.

Dia menyebut salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

Kemudian pada 8 April 2019 disepakati dilakukan penandatanganan pengikatan akta perjanjian jual-beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PDPSJ antara pihak pembeli, yaitu Yoory Corneles Pinontoan, dan pihak penjual, yaitu Anja Runtuwene selaku Wakil Direktur PT Adonara Propertindo.

"Selanjutnya masih di waktu yang sama langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp 108,9 miliar yang dikirimkan ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," ucapnya.

Selang beberapa waktu kemudian atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar. Untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul tersebut diduga dilakukan secara melawan hukum.

Dugaan melawan hukum dalam pengadaan tanah di Munjul tersebut :

  • Tidak adanya tagihan kelayakan terhadap objek tanah
  • Tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait
  • Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai dengan SOP serta adanya dokumen yang disusun secara back date
  • Adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PDPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan.

Dalam perkembangannya KPK menjerat seorang tersangka lain yaitu Rudy Hartono Iskandar selaku Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur). Dia dijerat sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan pada tanggal 28 Mei 2021 yang diumumkan kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada Senin, 14 Juni 2021.**