Temuan BPK, Badria Rikasari Diduga "Mainkan" Uang Makan DPRD Kota Pekanbaru
Pekanbaru - Dikonfirmasi Plt Sekwan DPRD kota Pekanbaru, Badria Rikasariyang diangkat dengan Surat Perintah Nomor 821.3/BKPSDM-MP/707/2020 dan berlaku mulai 1 April 2020 terkait temuan BPK tidak menjawab.
Badria Rikasari, dihubungi wartawan lewat via whatsapp baik itu di telepon mau di chat tidak sama sekali mau menjawab "Bungkam" seribu bahasa.
Merujuk pada Undang-undang No 14 tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik, adalah salah satu produk hukum di Indonesia yang di keluarkan tahun 2008 sepertinya tidak diketahui oleh mantan pembayaran DPRD.
Padahal, berdasarkan hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau, BPK menemukan pemborosan keuangan daerah di lingkup DPRD Pekanbaru. Banyak kalangan pengangkatan Sekwan ini sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dalam Laporan BPK, mengatakan Plt Sekretaris DPRD Kota Pekanbaru dalam mengusulkan anggaran sosialisasi Perda kurang medomani ketentuan hak Keuangan DPRD, hal ini menyebabkan Anggaran kegiatan Sosialisasi Perda tahuin 2020 lebih besar dari pada anggaran Kegiatan Reses anggota DPRD.
BPK menilai seluruh anggaran yang dialokasikan langsung kepada anggota DPRD dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2017 formulasinya diberikan berdasarkan dan memperhitungkan tingkat kemampuan keuangan daerah.
Kondisii tersebut menunjukan bahwa anggaran kegiatan Sosialisasi Perda (SOSPER) tidak sesuai dengan fungsi, wewenang, dan tugas DPRD, serta tidak sesuai dengan ketentuan hak keuangan DPRD.
Dalam surat temuan BPK yang dilihat redaksi kabarriau.com, "untuk pelaksanaan kegiatan SOSPER diberikan alokasi anggaran kepada setiap anggota DPRD sebesar Rp. 23.199.400 per tempat pelaksanaan".
"Apabila dibandingkan dengan kegiatan reses yang sifatnya adalah untuk keperluan menyerap aspirasi masyarakat, alokasi anggaran kepada setiap anggota DPRD hanya sebesar Rp. 16.772.000 per tempat pelaksanaan, sehingga alokasi anggaran kegiatan SOSPER untuk masing-masing anggota DPRD lebih besar dibandingkan dari pada kegiatan reses yang resmi diatur dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2017".
Didalam Laporan Kegiatan pertanggungjawaban kegiatan SOSPER, BPK menemukan belanja sewa kursi dan sound system tidak sesuai senyatanya.
Dalam laporan pertanggung jawaban total belanja sewa kursi dan soundsystem setelah dipotong pajak menelan anggaran sebesar Rp. 343.979.790, setelah dikonfirmasi kepada dua penyedia sewa kursi dan sound system diketahui bahwa harga satuan yang tertera didalam bukti pembayaran tidak sesuai dengan hasil konfirmasi, sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp. 129.479.790.
"Begitu juga dengan pertanggungjawaban belanja makan dan minum untuk kegiatan SOSPER juga tidak sesuai kondisi senyatanya".
BPK berpatokan kepada nilai yang diberikan oleh pihak ketiga, yang dalam hal ini tidak pernah menyediakan makan dan minum, hanya untuk melengkapi bukti pertanggungjawaban.
Didalam bukti pertanggungjawaban pihak ketiga tersebut nilai untuk makan dan minum kegiatan SOSPER tersebut setelah di potong pajak senilai Rp. 490.439.514. jika dibandingkan dengan total nilai dari realisasi makan dan minum, terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp. 157.439.514.
Artinya terdapat kelebihan pembayaran untuk sewa kursi, sewa sound system dan belanja makan dan minum kegiatan Sosialisasi Perda anggota DPRD sebesar Rp. 286.919.304.
Bukan hanya pada kegiatan sosialisasi perda saja. kelebihan pembayaran sewa kursi, sound system dan belanja makan dan minum juga terjadi pada kegiatan Reses anggota DPRD.
Dimana setelah dilakukan audit, terdapat selisih kelebihan pembayaran sewa kursi dan sound system sebesar Rp. 508.042.671. begitu juga dengan belanja makan dan minum, terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp. 769.830.400.
Jika di total kelebihan pembayaran dari kegiatan Sosialisasi Perda dan kegiatan Reses anggota DPRD mencapai nilai Rp. 1.564.792.375 (Satu Milyar Lima Ratus Enam Puluh Empat Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Dua Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Lima Rupiah).
Untuk itu didalam pelaporan BPK, BPK merekomendasikan kepada Walikota Pekanbaru untuk memerintahkan Plt Sekretaris DPRD Kota Pekanbaru untuk memproses dan mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran atas belanja sewa kursi, sound system dan belanja makan dan minum kegiatan SOSPER dan Reses dengan menyetor ke kas daerah.
Sebelumnya, masyarakat Kota Pekanbaru, dan sejumlah pengamat telah mempertanyakan jabatan Sekretaris DPRD Pekanbaru (Sekwan DPRD), sudah lebih setahun dijabat Pelaksana Tugas (Plt), kalau kata pengamat ini Plt Sekwan diduga melanggar Surat Edaran dan Kepmenpan RI Nomor 13 tahun 2014.
Sebagaimana diketahui, sejak posisi strategis itu di tinggal oleh pejabat sebelumnya, Zulfahmi Adrian, pada bulan Maret 2020 lalu dan Walikota Pekanbaru, Dr Firdaus ST MT, resmi menetapkan Plt Sekwan baru, Badria Rikasari.
Diketahui saat itu Badria Rikasari juga merupakan pejabat eselon III dengan jabatan Kepala Bidang di Humas Protokol DPRD Kota Pekanbaru yang sebelumnya juga sering dikabarkan "mainkan uang wartawan".
Sejumlah pihak khususnya para pengamat Politik Pemerintahan di Kota Pekanbaru acap kali mempertanyakan hal ini, manakala selain PLT Sekwan DPRD kota Pekanbaru telah melebihi batas waktu yang ditentukan oleh Keputusan Menpan, Nomor 13 tahun 2014, hal itu juga melanggar Surat Edaran Nomor 2/SE/VIII/2019.**