Praperadilan SP3 Kasus BLBI MAKI Ditolak, Boyamin; Nanti Kita Ajukan Lagi
Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (21/6/21) menyatakan dalam putusannya tak dapat menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim mengenai kasus SP3 BLBI .
Seperti diketahui sebelumnya MAKI mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK terkait SP3 kasus BLBI. MAKI meminta hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan SP3 dalam kasus BLBI terkait kasus Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim tidak sah.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan secara hukum tindakan penghentian penyidikan yang dilakukan Termohon terhadap Tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim adalah Penghentian Penyidikan yang tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibatnya.
Boyamin berpendapat, para tersangka dikenai Pasal 55 ayat 1 Kesatu tentang Penyertaan sehingga semua Tersangka dapat berposisi menjadi Dader/Plegen (pelaku utama) sehingga Termohon selaku Penyidik dinilai tidak berhak menyatakan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih hanya pelaku peserta (medel pleger) sehingga harus dihentikan penyidikannya.
"MAKI meminta hakim memerintahkan termohon KPK melanjutkan penyidikan terhadap kasus BLBI kembali," kata Boyamin Senin (28/6/21) sebelumnya.
Terkait putusan ini kuasa hukum MAKI, Kurniawan mengatakan permohonan praperadilannya tidak dapat diterima karena persoalan legal standing syarat administratif organisasi masyarakat MAKI.
"Hari ini ditolak, nantinya MAKI bisa mengajukan permohonan praperadilan kembali setelah melakukan perpanjangan SKP MAKI yang telah habis masa berlakunya. Tidak diterima karena soal administratif ormas saja, tinggal diperpanjang dan diajukan lagi," ungkap Kurniawan.
MAKI berpendapat penyidikan perkara a quo pada saat masih berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur Termohon tidak berwenang menerbitkan SP3 sehingga menjadi tidak sah SP3 yang diterbitkan Termohon berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK sehingga Termohon menabrak asas ketentuan tidak boleh berlaku surut.
Diketahui, KPK menghentikan penyidikan perkara kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim. Apa alasan KPK?
"Penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021).
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum," imbuh Alexander.
KPK menjelaskan, salah satu alasan menerbitkan SP3 terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih adalah putusan lepas yang diterima mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. KPK telah mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan lepas itu, namun ditolak.
"Dengan mengingat ketentuan Pasal 11 UU KPK 'Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara' KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi sedangkan tersangka SN dan ISN berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan SAT selaku penyelenggara negara maka KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," ucap Alexander.
Sjamsul sebelumnya berstatus tersangka bersama istrinya, Itjih Nursalim, dalam kasus dugaan korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul dan Itjih dijerat sebagai tersangka karena diduga menjadi pihak yang diperkaya dalam kasus BLBI yang terindikasi merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun. Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Saat itu Sjamsul dan Itjih dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.**