Ratusan Kilo Selamat dari Hukuman Mati

Melawan Narkoba Tidak Bisa Hanya "Omong Doang", Namun Harus Dari Hulu Hingga Hilir

Melawan Narkoba Tidak Bisa Hanya "Omong Doang", Namun Harus Dari Hulu Hingga Hilir

Jakarta - Perang melawan narkoba saat ini harus dilawan oleh semua pihak, agar generasi Indonesia mendatang selamat dari wabah narkoba ini. Hal ini tentunnya tegak lurus dari dukungan jajaran penegak hukum dari hulu hingga hilir agar bandar, kurir, bahkan bos narkoba tidak main-main bebas mengedarkan narkoba di bumi pertiwi ini.

Misalnya Polisi harus mengungkap jaringan pembunuh Pemred Lasser News Today Marah Salem Harahap ( 42Th) di Pematang Siantar yang kabarnya dibunuh oleh jaringan narkoba.

Atau contoh lain mendalami keterlibatan bos bandar narkoba perempuan di Pekanbaru berinisial W yang dijuluki "Ratu" bandar narkoba di Pekanbaru, yang saat ini direhab. "Pokoknya banyak yang lain yang ganjil lah."

Kritisnya generasi muda dari serangan narkoba ini juga mendapat sorotan dari Anggota DPR, katakan lah dulu dari Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Didik Mukrianto, dia menyoroti bandar yang kerap lolos dari hukuman mati.

Anggota DPR ini heran mengapa hakim meloloskan para terpidana itu dari hukuman mati. Misalnya pada Enam orang terpidana pada kasus narkotika jenis sabu-sabu seberat 402 kilogram yang dikemas mirip bola dinyatakan palu hakim lolos dari hukuman mati. 

"Untuk kejahatan luar biasa narkoba dengan barang bukti sedemikian besar, pengurangan hukuman yang dilakukan oleh PT (Pengadilan Tinggi) Bandung tentu cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar," kata Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Didik Mukrianto, kepada wartawan, Sabtu (26/6/21).

Didik mengatakan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba bukan hanya untuk memberikan hukuman setimpal ataupun untuk memberikan efek jera semata.

"Tidak kalah penting adalah untuk melindungi masyarakat dan menyelamatkan anak-anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang," katanya.

Selain itu katanya, Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-Undang Narkotika.

"Oleh sebab itu, Indonesia justru berkewajiban menjaga warga negaranya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal," ucapnya.

Dia menyebut dalam konvensi internasional itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, kata dia, penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal.

"Salah satu perlakuan khusus tersebut yakni dengan cara menerapkan hukuman berat dengan pidana mati," katanya.

Menurut Didik, meski independensi hakim harus dihormati, namun pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik.

Dia menyebut tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu 402 kg tersebut terhadap generasi bangsa kita.

"Kejahatan yang tidak termaafkan. Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi Jaksa harus kasasi," ucapnya.

Didik meminta masyarakat mengawasi setiap perilaku hakim. Jika masyarakat melihat ada perilaku hakim yang tidak sepantasnya, apalagi terbukti mentoleransi kejahatan atau bahkan ikut menjadi bagian kejahatan termasuk kejahatan narkoba, masyarakat dapat melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial.

"Selain itu saya berharap Komisi Yudisial terus melakukan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap hakim-hakim yang berpotensi berperilaku menyimpang," katanya.

Warga menceletuk, "apa berdaya KY mengawasi prilaku hakim?."**