Resah Warisan Limbah Chveron

Kewajiban Siti Nurbaya Melaporkan Pidana Lingkungan PT CPI Didesak ARIMBI di Momen "World Environment Day"

Kewajiban Siti Nurbaya Melaporkan Pidana Lingkungan PT CPI Didesak ARIMBI di Momen "World Environment Day"

Riau - Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau "World Environment Day" menjadi momen warga Riau mempertanyakan keseriusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc dan Pemerintah Provinsi Riau, untuk melaporkan pidana lingkungan akibat kegiatan pertambangan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Seperti dieketahui isu lingkungan hidup menjadi isu penting yang sudah jadi perhatian Dunia sejak tahun 1974. Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indoensia (ARIMBI) Mattheus, menyebut, kegiatan illegal loging dan alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan adalah gejala awal potensi kerusakan alam dan ekosistem.

Ditambah lagi pencemaran akibat tanah terkontaminasi minyak (TTM) yang rentan memicu kebakaran hutan dan lahan, itu adalah kegiatan-kegiatan pelanggaran hukum yang harus dikejar pidana lingkungannya.

"ARIMBI sebagai salah satu dari sekian banyak penggiat lingkungan yang ada di Indonesia khususnya di Riau, pada momentum ini menagih komitmen Menteri Siti Nurbaya dan janji Gubernur Riau yang pada saat kampanye pilgub berkoar-koar soal Riau Hijau, untuk melaporkan Pidana Lingkungan akibat hasil eksplorasi pengeboran PT CPI," ujarnya di markas ARIMBI Pekanbaru, Kamis (3/6/21).

Lanjut dia, jika Menteri LHK dan Gubernur Riau "enggan" melaporkan perusahaan asal Amerika itu karena diduga ada hubungan khusus, ARIMBI mampu menggantikan fungsi mereka dalam pengawasan dan segera akan melaporkan PT. CPI.

"Mereka dibayar Negara ini untuk menjalankan fungsinya, sama dengan Gubernur Syamsuar, juga dipilih masyarakat karena janji Riau Hijau. Sementara saat ini sejumlah masyarakat yang ada di sekitar Blok Rokan dihadapkan dengan situasi buruk efek limbah B3 kegiatan pertambangan itu. Lalu, mana janji mu  pak Syamsuar ?"

Hari Lingkungan Hidup Sedunia menurut Mattheus, fokus menyoroti isu perlindungan dan kesehatan lingkungan sebagai masalah utama yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia.

Dalam sejarahnya, peringatan ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 dalam konferensi besar pertama tentang isu-isu lingkungan hidup, yang dikenal sebagai Konferensi Lingkungan Manusia atau Konferensi Stockholm. Konferensi digelar di Stockholm, Swedia pada 5-16 Juni 1972. >> Bersambung 2

 

"Dari literatur yang saya baca, usulan mengenai diperingatinya Hari Lingkungan Hidup Sedunia disampaikan pertama oleh Jepang dan Senegal. Konferensi itu menghasilkan beberapa kesepakatan terkait kondisi lingkungan," jelas Mattheus.

Kemudian ulasnya, pada 15 Desember 1972, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi (A/RES/2994 (XXVII) dan menetapkan 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Resolusi itu juga meminta negara-negara dan organisasi yang berada di bawah PBB untuk memperingati hari ini setiap tahun dan menegaskan kembali kepedulian mereka terhadap pelestarian dan peningkatan lingkungan, dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran lingkungan.

"Kemudian pada 5 Juni 1974, Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dirayakan. Tema perdana yang diusung adalah 'Only One Earth'. Petanyaannya apakah? bumi Riau dibelahan planet lain yang tidak perlu diselamatkan dari pencemaran TTM Chevron," katanya.

Jelas Mattheus, TTM yang dihasilkan sebelum regulasi PP No 19 tahun 1994 keluar maka dipastikan PT CPI melanggar, hal ini dikatakan Mattheus mengkritik keterangan Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia, Sonitha Poernomo yang mengklaim limbah yang ada sekarang ini adalah akibat kegiatan masa lalu.

Sebelumnya pernyataan Sonitha Poernomo dinilai Mattheus, terkesan "pengiritan uang keluar perusahaan" apalagi dana sebesar 3.200.483 dolar AS dinilai Mattheus diduga tidak terserap untuk pemulihan TTM pada lahan warga dalam lokasi Blok Rokan.

"Kita harap apa yang disebut Sonitha Poernomo dapat dibuktikan, baik secara hukum maupun bukti pemulihan dilahan warga yang saat ini sudah 295 orang warga yang mengadu pada DLHK Riau," katanya.

"Selama ini PT CPI dan SKK Migas "kongko-kongko" berdalih seolah-olah semuanya merupakan limbah masa lalu. Padahal saat ini ada aturan spesifik yang mereka langgar," pungkas Kepala suku yang komit mengejar pidana lingkungan PT CPI ini.

Tukas dia, "selain Pidana lingkungan, sebenarnya korupsinya juga perlu menjadi perhatian serius KPK," pungkas Mattheus.**


Video Terkait :