Heboh "Warisan Limbah Chevron" Kades; Kita Akan Adakan Petemuan dengan Korban TTM
Pekanbaru - PJ Penghulu Kampung atau Kepala Desa Minas Barat, Ayang Bahari, meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang terkait masih adanya masyarakat desa Minas Barat yang belum mendapatkan ganti rugi dalam rangka pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat cemaran limbah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) khususnya di desa Minas Barat, Kecamatan Minas Jaya, Kab. Siak, Riau.
"Dalam waktu dekat kita akan kumpulkan warga Minas Barat yang terdampak atau korban TTM, pokusnya membicarakan kerugian akibat limbah jelang berakhirnya kontrak CPI di Blok Rokan dengan pihak-pihak terkait," kata Ayang Bahari, Rabu (2/6/21).
Himbau Kades Ayang, selain minta masyarakat tenang juga dia meminta masyarakatnya agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum, "misalnya karena warga kecewa lalu melakukan tindakan melawan hukum".
"Kita memang merasakan dampak limbah ini, namun warga jangan anarkis atau terpancing melakukan tindakan melawan hukum seperti mengambil aset Chevron yang sudah menjadi besi tua," kata Ayang.
Kata Kades yang di panggil pak wali ini menyebut jelang kontrak pengelolaan Blok Rokan dari PT. CPI kepada PT. PHR menyisihkan permasalahan pencemaran limbah B3 berupa tanah terkontaminasi minyak (TTM) di wilayah explorasi Blok Rokan, desa Minas Barat.
"Kami dan seluruh masyarakat mendukung Polri didalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di desa Minas Barat, namun bina kami," katanya.
Harap Ayang, tim dari kepolisian memberikan kegiatan edukasi kepada masyarakat didalam permasalahan pencemaran lingkungan hidup oleh PT CPI, agar masyarakatnya tidak melanggar hukum dan minta Kapolri mengusut kasus Pidana Lingkungannya.
"Saya juga telah mengarahkan pada masyarakat desa Minas Barat agar melakukan tindakan penyelesaian permasalahan lingkungan hidup dengan menggunakan jalur hukum atau aturan yang berlaku di wilayah NKRI, agar menghindari tindakan tindakan melawan hukum yang akan merugikan masyarakat itu sendiri," katanya.
Selain itu Ayang, juga meminta kepada DLHK Provinsi Riau untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait kelanjutan proses ganti rugi pencemaran lingkungan akibat dari cemaran limbah B3 PT CPI khususnya didesa Minas Barat.
Permintaan Kades ke DLHK ini langsung mendapat tanggapan dari Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Dwiyana, M.Si, pada media Dwi mengungkap PT CPI diduga tidak punya komitmen dalam menyelesaikan limbah B3 di Blok Rokan.
"Mereka sudah tahu sebagian besar lahan masyarakat yang tercemar limbah B3, tapi sampai sekarang belum selesai dan banyak yang tidak dilakukan pemulihan fungsi LH nya," kata Dwiyana.
Ulasnya, PT CPI tidak menerapkan prinsip pencegahan bahaya terhadap lingkungan dan prinsip kehati-hatian. Selain itu seluruh biaya pemulihan lingkungan hidupnya diklaim PT CPI kepada negara melalui pengembalian biaya cost recovery.
"Padahal limbah tersebut mutlak tanggungjawab PT CPI. Menurut Keputusan Ketua Makamah Agung No.036/KMA/SK/II/2013 tentang pemberlakuan pedoman penanganan perkara lingkungan hidup, salah satu prinsipnya adalah pencemar membayar (Polutter Pays
Principle)," kata Dwi.
Lanjut Dwiyana, tentunya masyarakat terdampak limbah B3 PT CPI mengalami kerugian secara material dan immaterial, seperti kerugian hilang kesempatan berusaha dan hilangnya keuntungan usaha, hilang kenikmatan hidup, kekuatiran, dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
"Padahal tidak ada di dunia ini teknik pertambangan Migas yang keteknikannya membolehkan dengan cara limbah/lumpur bor nya dibuang di kawasan hutan, sungai maupun di lahan masyarakat. PT CPI telah melanggar kewajibannya,” katanya.
Sementara Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (Arimbi), Mattheus, meminta PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) telah membuktikan limbah berupa tanah terkontaminasi mintak (TTM) memang ada dilahan masyarakat pada areal Blok Rokan. Temuan ini juga dibenarkan pihak DLHK Prov Riau.
"Limbah baru masih banyak ditemukan dipermukaan tanah dilahan sawit warga," kata Mattheus.
Jelas Mattheus, TTM yang dihasilkan sebelum regulasi PP No 19 tahun 1994 keluar maka dipastikan PT CPI melanggar, hal ini dikatakan Mattheus mengkritik keterangan Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo yang katanya Limbah Masa lalu.
Pernyataan Sonitha Poernomo dinilai Mattheus, terkesan "pengiritan uang keluar perusahaan" apalagi dana sebesar 3.200.483 dolar AS dinilai Mattheus diduga tidak terserap untuk pemulihan TTM pada lahan warga tersebut.
"Kita harap apa yang disebut Sonitha Poernomo dapat dibuktikan, bailk secara hukum maupun bukti pemulihan dilahan warga yang saat ini sudah 295 orang warga yang mengadu pada DLHK Riau," katanya.
"Selama ini PT CPI dan SKK MIGAS "kongko-kongko" berdalih seolah-olah semuanya merupakan limbah masa lalu, padahal saat ini ada aturan spesifik yang dilanggar mereka," pungkas Kepala suku yang komit mengejar pidana lingkungan PT CPI ini.**
Video Terkait :