Kisah Dibalik Tsunami

Bekas "Perkosaan Lingkungan" Ditanami Letjen TNI Dr (HC) Doni Monardo

Bekas "Perkosaan Lingkungan" Ditanami Letjen TNI Dr (HC) Doni Monardo

Cilacap - Lokasi Pantai Cemara Sewu, di pesisir selatan di Desa Bunton, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, adalah bekas penambangan pasir besi yang tidak direklamasi kembali oleh pengusaha tambang, trgais bukan para penggali membiarkan begitu saja, termasuk tidak peduli ketika abrasi Samudera Hindia menggerogoti daratan.

Lokasi yang sebelumnya indah kini ditinggalkan penambangan pasir besi ini merupakan jejak "pemerkosaan lingkungan" oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.

Prihatin terhadap alam yang bakal digerus ombak, Kepala BNPB, Letjen TNI Dr (HC) Doni Monardo dan rombongan mengunjungi Cemara Sewu untuk melakukan aksi mitigasi vegetasi melalui aksi penanaman pohon.

"Ada tiga jenis pohon yang dicanangkan sebagai tanaman vegetasi di Pantai Cemara Sewu: Butun, Palaka, dan Pule. Total bibit pohon tercatat lebih dari 5.000 batang. Seperti dalam kegiatan penanaman pohon di tempat-tempat lain sebelumnya kita selalu menekankan pentingnya perawatan pasca tanam," demikian kata Doni pada Rabu (28/4/21) pagi, dilokasi itu.

Kata Doni, “bukan berapa jumlah pohon ditanam, tetapi berapa jumlah pohon yang berhasil hidup. Karena itu, saya minta pak Bupati mengkoordinasikan jajarannya memastikan pohon-pohon yang kita tanam hari ini, akan hidup,” ujar Doni kepada Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji, yang turut serta dalam kegiatan pagi itu.

Bupati Tatto menyahut, “Siap, jenderal" Tiga jenis pohon yang saya bawa hari ini adalah pohon-pohon istimewa,” tambah Doni. Pohon pule, adalah salah satu jenis pohon yang sangat bagus untuk vegetasi. Sedangkan, pohon palaka, merupakan pohon endemik Maluku yang terbilang langka.

Doni Monardo juga didampingi pecinta Lingkungan kelahiran Timor Leste, Ramli Idris, “Bibit palaka itu saya datangkan dari Pulau Seram, Maluku melalui perjalanan panjang, melewati jalan darat, menyeberang selat, lalu pindah ke kapal untuk dibawa ke Jakarta. Hari ini, bibit palaka sudah ada di Cilacap".

 

"Tolong nanti sampaikan ke pak Gubernur (Ganjar Pranowo), bahwa saya sudah memenuhi janji saya hari ini,” ulas mantan Danjen Kopassus itu.

Akan halnya pohon butun atau pohon ketapang laut. “Untuk jenis pohon yang satu ini, saya mendatangkan seorang pejuang lingkungan kelahiran Timor Timur, yang sudah 22 tahun bermukim di Ujungkulon, Provinsi Banten.

"Saudara Ramli Idris, saya persilakan,” kata Doni mempersilakan Ramli bicara.

Lelaki dengan tinggi 175 cm berkulit legam itu pun berdiri. Usai melempar salam, ia mengajak hadirin menyahut pekik konservasi. “Kalau saya serukan Salam Konservasi, mohon hadirin menyambut dengan pekikan ‘Lestari Desaku’,” ujar Ramli, disusul pekikan salam konservasi dengan kepalan tinggu ke langit. Hadirin pun menyambut antusias.

Kebetulan saya guru. Maka saya membuka sekolah alam. Murid-murid selama pandemi, bersama-sama melakukan aktivitas pembibitan pohon butun. Butun mungkin ada di daerah lain, tapi butun Ujungkulon kualitasnya super, demikian kata guru ini.

"Saya diperintah jenderal (Doni Monardo) membawa bibit butun ke Cilacap. Maka saya bawa dua-ribu lebih bibit butun. Kalau ada yang mati, bilang saja nanti saya ganti. Target kami, tahun ini bisa menyediakan 50.000 bibit pohon butun,” papar Ramli, disusul tepuk tangan hadirin.

Lelaki kelahiran Los Palos, Timor Leste, 14 Mei 1971 itu mengukuhkan kecintaan dan kepeduliannya pada alam dan lingkungan dengan membentuk KAIPKA (Komunitas Aktivis Insan Peduli Konservasi Alam) pada tahun 2001. 

Dengan basis lingkungan pula ia menggalang aktivitas Sekolah Berwawasan Pendidikan Konservasi, Sekolah Siaga Bencana (SSB), dan Sekolah Ramah Anak.

 

Dilansir dari laman web gurindamcom, Doni Monardo meminta satu orang saksi hidup perisiwa tsunami yang melanda Cilacap tahun 2006. Seperti diketahui, pada 17 Juli 2006, terjadi tsunami di pesisir pantai selatan Jawa bagian tengah pasca Gempa 7,7 SR di Pengandaran.

Tsunami sepanjang 200 km garis pantai itu menewaskan lebih dari 600 orang, termasuk di Cilacap. Ketinggian ombak berkisar antara 3 meter hingga 18 meter.

Alhasil, bersaksilah Sudin, saksi mata yang kebetulan saat ini menjabat Kepala Desa Bunton, tempat acara penanaman pohon berlangsung. “Saya adalah saksi mata. Betapa ketika peristiwa itu terjadi, orang-orang panik bukan kepalang. 

Tidak ada yang meneriakkan kata tsunami. Maklumlah, orang-orang kampung sini tidak ada yang tahu tsunami, tahunya Sumarni…,” ujar Sudin, disusul gerr hadirin.

Yang terjadi ketika itu, anak-anak yang sedang bermain di pantai, berlarian ke arah kampung sambil meneriakkan kalimat, “_Banyune ngalor… banyune ngalor…_., yang artinya airnya (mengarah) ke utara. Makna lain, air laut akan menerjang kampung".

"Kejadian itu sore sekitar jam empat, saya sedang di rumah. Saya pun melihat ke arah laut, gelombang tinggi datang begitu cepat menabrak apa saja yang ada di depannya,” kata Sudin.

Ia mengaku, sebelum ada anak-anak berteriak-teriak “banyune ngalor”, Sudin dan kebanyakan warga lain tenang-tenang saja di rumah. “Tapi saya memang sempat mendengar seperti bunyi ledakan sebelum tsunami datang. Ternyata di kemudian hari saya tahu, rupanya itu bunyi dump truck milik penambang pasir besi yang dihantam tsunami,” kisahnya.

 

Sudin bahkan masih sempat menyaksikan seorang korban yang terjebak di dalam kabin dump truck terguling-guling dibawa gelombang. Sopir itu diketahui meninggal seketika. “Total korban di desa kami 12 orang, dan kebanyakan para pekerja tambang pasir,” tambahnya.

Selain korban jiwa, Sudin juga menyebutkan banyaknya ternak, utamanya sapi terdampak. Ia menggambarkan, banyak sapi melayang-layang di atas tsunami. 

“Sapi-sapi umumnya dalam keadaan terikat lehernya ke patok kayu. Nah, saking kuatnya patok, sapi tidak tercerabut dari patoknya, jadinya mengambang diterjang air laut,” tutur Sudin seraya menambahkan, “sejak itu saya percaya, tsunami itu benar-benar ada".**