Jaksa Main Panggil, Program PSR Andalan Jokowi di Kuansing Terancam Gagal

Jaksa Main Panggil, Program PSR Andalan Jokowi di Kuansing Terancam Gagal

Kuansing - Disebutkan Kajari Kuansing "menakut-nakuti" Petani Sawit dalam Program peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menjadi salah satu program andalan Presiden Joko Widodo di Kabupaten Kuansing terancam batal.

Masalah krusial adalah pengurus KUD ketakutan karena dipanggil bolak-balik dan diperiksa namun belum ada temuan, "Kita pengurus KUD ketakutan dipanggil-panggil beberapa kali. Lebih baik mundur ketimbang 'digertak-gertak' oknum Kerjaksaan. Kami ketakutan pak Jokowi sementara dua bulan lagi kami harus mengejar bibit ditanam," kata salah seorang pengus KUD di Kuansing, Rabu (21/4/21).

Sebenarnya punca masalah bibit terlambat masuk ke KUD sementara kontrak masa akhir 2 bulan lagi itu belum tambahan waktu. Atas ulah oknum Jaksa ini Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Petani Riau (AMPeR)  pada hari Kamis tanggal 22 April 2021 mendatang akan turun kejalan melakukan aksi menuntut Kajati Riau memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing.

Pasalnya tindakan yang dilakukan oleh Kejari Kuansing itu telah meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat Kuansing yang tengah mengikuti program peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Menurut AMPeR, Akibat dari Tindakan Kajari Kuansing yang melakukan pemeriksaan kepada masyarakat yang mengikuti program PSR itu telah membuat para petani ketakutan, dan akhirnya memilih mundur.

Dalam Surat Pemberitahuan Aksi yang diterima awak media, AMPeR menilai Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing dengan jabatannya, telah melakukan kesewenang-wenangan. 

“Kemunduran Petani tersebut diakibatkan adanya pemeriksaan yang tidak berdasarkan keadilan dan kemanfaatan hukum oleh Kejari Kuansing atas perintah Bapak Hadiman selaku Kajari Kuansing.

Hal ini sangat memalukan Korp Kerjaksaan dengan Tindakan Kajari Kuansing untuk menakut-nakuti Petani Sawit dalam menjalankan program tersebut.

Dengan tindakan kesewenang-wenangan itu, AMPeR juga menduga adanya pesanan dari pihak lain yang ingin mengambil keuntungan.

“Secara de jure dan de facto Petani tersebut memiliki legalitas hukum yang memiliki tugas dan tanggung jawab pelaksanaannya serta batas waktunya sehingga kami menduga pemeriksaan yang dilakukan Kejari Kuansing tidak berdasarkan hukum melainkan Request oknum yang memiliki kepentingan,” kata penaggung jawab aksi AMPeR.

Dikonfirmasi Kejari Kuansing Hadiman, SH.MH malah membisu.**