Limbah PT Indosawit Dirupiahkan, Arimbi : DLHK “Gagal” Jaga Kelestarian Lingkungan

Limbah PT Indosawit Dirupiahkan, Arimbi : DLHK “Gagal” Jaga Kelestarian Lingkungan

Pekanbaru - Pakar Lingkungan Hidup Riau, Dr Elviriadi, M.Si, kritisi hasil analisis DLHK Pelalawan terhadap dugaan pencemaran di Sungai Induk Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan, Riau, beberapa saat lalu.

Tatkala mengetahui hasil analisis laboratorium pihak DLHK Pelalawan, Dr Elviriadi menduga analisa DLHK itu sebagai “cara-cara sepihak” dan tidak kredibel dalam membongkar kasus pencemaran lingkungan hidup yang diduga telah terjadi akibat jebolnya kolam IPAL PT Inti Indosawit.

“Kita menilai ungkapan DLHK seperti menutupi dan kurang transparan dalam mengungkap kasus pencemaran lingkungan hidup telah terjadi,” katanya pada wartawan, Feri sebelumnya.

Menurutnya apa yang diungkap oleh DLHK Pelalawan tersebut dapat melahirkan kecurigaan ditengah masyarakat luas, karena “seakan-akan” DLHK berpihak kepada PT Inti Indosawit Subur di PKS Ukui, Pelalawan.

Berdasarkan Undang-undang, Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

“Jika? perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut. Pasal 60 UU PPLH, Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin,” katanya.

Sementara pada Pasal 104 UU PPLH lanjutnya. “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

"Baku mutu limbah cair yang dapat ditenggang untuk COD maksimal 50 mg/liter. Sedangkan BOD maksimal 100 mg/liter. Jika hasil labor Dinas LH Pelalawan melebihi angka diatas..berarti perairan sudah tercampur, maka itu kita tantang Dinas LHK pelalawan buka itu hasil lab ke Publik. Kenapa ditutupi?," tantang Elviriadi.

Terhadap parameter yang melebihi baku mutu, pada lokasi sampel No.2 dan  hasil pengawasan yang menunjukkan ketidaktaatan PT IIS. Dan menjadi aneh ketika DLHK Provinsi Riau telah menerbitkan sanksi administratif pemerintah kepada PT Inti Indosawit Subur Ukui I.

Sesuai keputusan kepala Dinas LHK Prov Riau no KPTS.188/PPLHK/1096 Tanggal 4 Maret 2021, ada 8 kewajiban  dalam sanksi tersebut, salah satunya mewajibkan PT IIS membayar kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 204 juta ke kas daerah provinsi Riau. (Sumber Dwiyana).

Konfirmasi awak media kepada Dwiyana yang merupakan salah satu Kasi DLHK Riau, yang membidangi limbah menjelaskan, bahwa pihaknya melakukan kajian akibat tumpahan limbah cair dari kolam limbah perusahaan itu pada 2 Februari 2021 lalu dan telah usai melakukan analisis laboratorium disebutkan, “dari beberapa poin, ada satu poin mengindikasikan bahwa perusahaan PT Inti Indosawit Subur Pelalawan telah lalai, dan melakukan pencemaran lingkungan hidup, terhadap media air sungai di Desa Air Hitam Kecamatan Ukui Kabupaten Pelalawan”.

Hal yang sama juga disayangkan oleh Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (Arimbi), M. Simamora. Menurutnya penerapan sanksi administratif tentu saja tidak cukup. “Saya justru heran dengan sanksi ringan yang dikenakan DLHK kepada perusahaan ini. Karena hanya berupa denda ringan saja. Yang menjadi korban adalah lingkungan dan masyarakat yang menggunakan dan mengais rezeki dari alur sungai itu, tetapi yang dapat untung adalah Pemerintah,” ujarnya di Pekanbaru, Rabu (10/3./21).

Lanjutnya lagi, disini DLHK saya anggap gagal menjaga kelestarian lingkungan. Semestinya ada sanksi yang lebih keras seperti melakukan perbaikan lingkungan dari kerusakan yang sudah terjadi di sepanjang alur sungai.

“Untuk memproteksi lingkungan, DLHK tidak boleh lemah,” imbuhnya.

Dengan adanya penerapan sanksi ini artinya fakta telah terjadinya pencemaran tidak bisa disembunyikan. Masyarakat sudah terlanjur tahu, maka kami meminta agar pihak kepolisian juga segera menetapkan tersangkanya. “Saya rasa bukti-buktinya sudah lengkap. Polisi tunggu apa lagi ?” pungkasnya.**